Fredric Jameson, salah seorang kritikus Marxis yang paling terkenal, pada tahun 1984 menuliskan sebuah tulisan penting di New left Review berjudul Postmodernism, or the Cultural Logic of Late Capitalism. Fredric Jameson menganalisis fenomena kebudayaan pada masa itu yang dalam wacana kebudayaan disebut dengan posmodernisme. Tetapi yang membedakan Fredric Jameson dengan tokoh-tokoh posmodernisme yang lain seperti Foucault, Derrida, Lyotard, Baudrillard adalah Fredric Jameson mencoba menganalisis fenomena tersebut menggunakan perspektif Marxis.Â
Fredric Jameson mengajarkan bahwa, kita hidup di dunia yang dikontrol oleh kekuatan-kekuatan besar yang mengoyakkan agensi dan otonomi individu, menetralkan kritik, meredam kapasitas untuk merepresentasikan sejarah, manipulasi pengetahuan dan informasi sehingga menjadi kabur batasan antara benar atau salah, antara nyara atau keliru. Ada pengakuan bahwa, kondisi yang disampaikan oleh para pemikir posmodernisme sebelumnya, adalah benar. Tetapi, Fredric Jameson menghubungkan kondisi ini dengan perkembangan kapitalisme.
Sebagai seorang pemikir Marxis, Fredric Jameson menekankan pandangan paranoia yang didasarkan pada pandangan tentang keterhubungan segala sesuatu. Ini adalah titik yang membedakan Fredric Jameson dengan pemikir posmodernisme lainnya, yang menolak metanarasi atau narasi besar yang memang mendorong adanya persepsi fragmentaris tentang kenyataan.
Fredric Jameson berusaha mengkombinasikan penekanan posmodern tantang sifat fragmentaris, heterogen, dan relativistik dunia masa kini dengan penekanan Marxis, bahwa impuls-impuls ini pada akhirnya harus dikaitkan dengan konsep totalising seperti mode produksi.Â
Metose Fredric Jameson adalah pembacaan simptomatis dan menghubungkan fragmen tekstual dengan totalitas kenyataan dalam mode produksi kapitalisme. Jadi, dalam frafmen-fragmen tekstual yang muncul melalui karya seni seperti film, dibaca sebagai gejala. Misalnya dengan menangkap adanya paranoia hegemoni kapital media dan dihubungkan dengan totalitas kenyataan dalam moda produksi.Â
Di sinilah dapat dilihat bahwa fragmentasi-fragmentasi tersebut, dalam tradisi Marxis biasa disebut dengan reifikasi, yaitu karena perkembangan kapitalisme, mengkondisikan orang untuk melihat kenyataan secara terfragmentasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H