Ketidakadilan hukum merujuk pada situasi di mana sistem peradilan tidak memberikan perlakuan yang adil dan setara kepada semua pihak yang terlibat dalam proses hukum. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, atau faktor sosial-ekonomi.
Secara yuridis, UUD 1945 merupakan landasan hukum utama yang mengatur prinsip-prinsip keadilan dalam proses peradilan di Indonesia. Selain itu, UU No.48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, serta regulasi lainnya seperti peraturan pemerintah dan peraturan daerah, turut mengatur proses peradilan untuk memastikan  keadilan dan kesetaraan di mata hukum. Namun, implementasi yang konsisten dari prinsip - prinsip ini masih menjadi tantangan. Undang -undang dasar ini memberikan landasan hukum yang kuat untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam proses peradilan.
Ahli hukum sering mengaitkan ketidakadilan hukum dengan konsep seperti bias rasial, sosial, atau ekonomi dalam suatu sistem peradilan. Teori kritis hukum menyoroti bagaimana kekuatan politik dan ekonomi dapat mempengaruhi keputusan pengadilan, mengakibatkan ketidakadilan struktural yang melekat salam sistem hukum. Dalam prakteknya, bias sering kali muncul dalam pengambilan keputusan hukum, baik itu dalam hal penegakan hukum maupun dalam putusan pengadilan.Â
Bias dan ketidakadilan dalam proses peradilan di Indonesia terkadang termanifestasi dalam bentuk diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas atau kelompok rentan. Misalnya, penanganan kasus - kasus yang melibatkan anggota minoritas sering kali kurang transparan dan berpotensi untuk menjadi alat penindasan daripada penegakan hukum yang adil.Â
Untuk mengatasi ketidakadilan hukum, diperlukan langkah - langkah yang lebih tegas dalam memperkuat independensi lembaga peradilan. Melalui peningkatan kesadaran dan pelatihan bagi para penegak disiplin internal yang ketat terhadap praktik - praktik dan diskriminasi bias perlu ditingkatkan. Program pelatihan ini tidak hanya untuk hakim dan jaksa, tetapi juga untuk advokat dan petugas hukum lainnya agar mereka dapat lebih memahami dan menghormati hak - hak setiap individu dalam proses peradilan.Â
Solusi untuk mengatasi ketidakadilan hukum adalah dengan mengadopsi pendekatan restorative justice yang menekankan pada rekonsiliasi dan pemulihan hubungan sosial yang rusak akibat tindak pindana. Restorative justice medorong partisipasi aktif dari semua pihak yang terlibat dalam proses peradilan, termasuk korban, pelaku, dan masyarakat.Â
Pemerintah juga perlu meningkatkan transparansi dalam sistem peradilan dan memastikan bahwa mekanisme pengawasan yang kuat diterapkan untuk mengawasi pelaksanaan hukum secara merata. Langkah - langkah ini bertujuan meminimalisir kesempatan terjadinya praktik - praktik diskriminatif dan menguatkan kepercayaan publik terhadap keadilan hukum.Â
Kesimpulan, ketidakadilan hukum yang disebabkan oleh bias dalam proses peradilan adalah masalah serius yang mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Hanya dengan komitmen bersama dari pemerintah, lembaga hukum, dan masyarakat sipil, kita dapat menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan setara bagi semua warga negara.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H