Kicauan Twitter akun @hafidz_ary yang mengungkap adanya soal nomor 13 dan nomor 14 Ujian Nasional dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jurusan IPS. SMU/SMKi. Soalyang berbentuk pilihan ganda tersebut memuat tentang biografi seorang yang secara de facto telah maju sebagai calon presiden dari partai PDIP, yaitu Joko widodo. Didalam soal tersebut dituliskan sebagai berikut: Pertama adalah latar belakang seorang Joko Widodo, mulai dari tanggal lahir, rekam jejak pendidikan, hingga masalah buruh yang dihadapi Jokowi terkait UMP. Didalam kutipan wacananya seolah ada penekanan tentang poin keteladanan Jokowi .
Soal ujian negara ini kembali mencoreng nama kemendikbud, setelah tahun lalu mereka terlambat dalam hal pengiriman soal soal UN, disamping hal tersebut soal tersebut telah mengundang kontra versi dan protes keras bukan hanya oleh komisi X DPR yang membawahi pendidikan, tetapi juga pengamat serta politisi di negeri ini.
Inilah pernyataan pernyataan mereka yang berhasil dihimpun oleh penulis.
Anggota Komisi X DPR RI Ahmad Zainuddin menyesalkan Ujian Nasional sudah dijadikan ajang kampanye dan politisasi lembaga pendidikan (tribun news)
"Menjadi tidak wajar karena kondisi politik saat ini, di mana Jokowi akan menjadi calon presiden dari partai tertentu. Jadi ada kesan kampanye terselubung," ujar Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati, Senin 14 April 2014. (sindonews.com)
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Jefrison Riwu Kore mendesak agar masuknya nama Joko Widodo alias Jokowi dalam soal ujian nasional Bahasa Indonesia diselidiki secara serius. unas seharusnya untuk meningkatkan mutu pendidikan bukan ajang politisasi. Karena itu, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) harus membongkar motif di balik munculnya nama Jokowi dalam soal unas Bahasan Indonesia.(JPNN.com)
pernyataan keras pun dilontarkan oleh pengamat pendidikan Effendi Gozali mengenai masalah ini, berikut petikan beritanya
Effendi Gozali: Harus ada penjelasan dari Mendikbud Mohammad Nuh untuk mendapatkan informasi utuh mengenai masalah ini. Jika tak ada penjelasan, ia khawatir muncul interpretasi publik bahwa soal-soal itu muncul secara disengaja agar kelak ketika Jokowi menjadi presiden ada perhatian atau imbal balik yang diberikan untuk Mendikbud saat ini. *(kompas.com)
Gubernur Jokowi pun membantah keterlibatannya dan dirinya memang tidak tahu menahu tentang soal tersebut . "Saya tidak tahu. Tanya siapa yang membuat (soal UN). Seharusnya ditanya siapa yang membuat soal tersebut,” "yang sepantasnya muncul dalam soal UN ialah para pahlawan atau figur nasional lain, bukan nama tokoh atau politisi yang sampai saat ini masih menjabat. Jika soalnya mencantumkan pahlawan, hal itu akan lebih relevan sehingga jejak sejarah akan diketahui oleh anak didik. "
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud Furqon mengaku belum melihat isi soal tersebut. Meski demikian, dalam menyusun soal UN memang dikedepankan sikap netral. Soal-soal pun diambil dari materi buku pelajaran yang diampu siswa. Meski UN sebagai penguji kemampuan siswa akan pengetahuan umum, tidak dibenarkan ada soal mengenai seseorang yang dicalonkan menjadi presiden.
Mendikbud Muhammad Nuh berjanji akan menyelidiki lebih lanjut mengapa sampai ada soal seperti itu di UN. ”Saya belum bisa berkomentar lebih lanjut. Namun pemeriksaan akan dilakukan atas soal itu. Kami akan segera berkoordinasi untuk mengungkapnya,” (sindo news)
Kemendikbud seharusnya mampu membongkar siapa penulis soal tersebut dan siapa aktor intelektual di belakang semua itu, karena ada 3 juta pemilih pemula yang melakukan ujian yang membaca soal tersebut dan itu ditengarai dan dianggap khalayak sebagai ajang kampanye yang membela salah satu kandidat capres yang akan maju dalam pertarungan kursi presiden nanti.
Disamping hal tersebut, perlu adanya penekanan mulai saat ini tidak boleh ada lagi politisasi di dalam dunia pendidikan, karena hal itu bukan saja mencoreng UN, atau dunia pendidikan, karena lewat saran UN dunia pendidikan dapat dijadikan sebagai ajang pencitraan atau sebaliknya sebuah kampanye hitam yang justru menjatuhkan lawan politiknya.
Para siswa pun merasa dirugikan karena ulah pemerintah yang tidak dapat mampu menjaga independensi UN itu sendiri , lalu untuk apa lagi ada UN jika UN tersebut telah ditunggangi oleh kepentingan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H