Mohon tunggu...
Dini Risma Wardhani
Dini Risma Wardhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Administrasi Publik Universitas Airlangga

Pribadi yang senang berpetualang mencari hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosial Media: Jembatan Informasi dan Diskursus Pelecehan Seksual

12 Juni 2024   08:03 Diperbarui: 12 Juni 2024   08:05 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peradaban zaman mengalami kemajuan pesat, di era society 5.0 kita sebagai manusia dihadapkan dengan perkembangan teknologi khususnya di bidang informasi. Bersamaan pula dengan struktur polemik dalam kehidupan bermasyarakat yang semakin rumit. Berbagai masalah terjadi sekarang, namun adanya teknologi informasi sedikit banyak membantu dalam masyarakat menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, adanya teknologi informasi yang maju ini sekaligus menjadi jembatan antara permasalahan sosial dengan manusia melalui digitalisasi media sosial. 

Sosial media memiliki peran yang cukup mendominasi dalam permasalahan masyarakat kali ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya anggapan istilah 'viral' terhadap suatu informasi yang dinilai banyak memeroleh atensi. Selain menjadi ladang informasi, sosial media juga membuka secara terbuka banyak pendapat. Hal ini yang nantinya menjadi tolak ukur besar tidaknya peran sosial media dalam suatu permasalahan. Misalnya, seperti yang akhir-akhir ini banyak dibahas mengenai pelecehan seksual. Banyak sekali pro dan kontra mengalir begitu saja dalam I-netz atau Indonesian netizen menanggapi adanya permasalahan pelik ini.

Menurut Saifuddin (2021) dalam jurnalnya, terkait pelecehan seksual adalah bentuk abnormalitas. Jika saya menelaahnya lebih lanjut, abnormalitas di sini memiliki arti sesuatu yang tidak biasa. Seperti yang diketahui bilamana pelecehan seksual merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara sepihak dan menjurus ke ranah seksualitas. Adapun tindakannya tidak serta merta secara fisik, melainkan ucapan lisan, isyarat, pesan melalui ponsel atau lainnya juga termasuk dalam kategori pelecehan selama korban tidak menghendaki dan bersifat mengganggu juga mempermalukan. Sayangnya, hal ini masih sering dilakukan bahkan sampai sekarang. Bedanya sekarang ini marak sekali informasi melalui sosial media yang menyebabkan platform teknologi informasi memiliki peran besar dalam permasalahan pelecehan seksual.

Kembali dengan banyaknya pro dan kontra, tetapi menurut saya semuanya tergantung platform yang mana. Misalnya di X mayoritas mendukung korban, namun sebaliknya di Instagram bahkan kerap menjadikan korban sebagai faktor utama pelecehan. "Busana yang dipakai mengundang. Menjadi perempuan harus bisa menjaga dirinya. Sedangkan laki-laki, ibarat kucing diberikan sepotong ikan, siapa yang menolak?" Bukan hanya sekali saya menjumpai komentar demikian ketika informasi terkait pelecehan seksual disebarkan. Memang korban pelecehan sendiri tidak serta merta semua perempuan, banyak juga laki-laki. Namun tidak menampik bilamana korban yang sering kali disalahkan itu perempuan. Sebagai mahasiswa saya juga berpendapat bahwa argumen tersebut tidak relevan dengan fakta yang ada. Nyatanya, korban pelecehan banyak yang masih anak kecil, berpakaian rumahan biasa, bahkan perempuan dewasa sedang melakukan ibadah shalat pun masih menjadi korbannya. Jika seperti ini, jelas permasalahan utamanya bukan terdapat pada bagaimana perempuan itu berbusana. Didukung dari data detik.com melalui infografis karya Luthfy Syahban, persentase korban yang menggunakan pakaian panjang lebih besar, sebanyak 17,47%.

Di samping berperan sebagai media informasi, sosial media ini juga memiliki peran dalam memberikan ilmu pengetahuan khusus. Melalui cuitan, komentar, atau unggahan pribadi pemilik akun, terkadang justru menyampaikan banyak pengetahuan. Seperti halnya pelecehan seksual ini saya mendapat insight banyak dalam sosial media. Mulai dari identifikasi masalahnya sampai faktor penyebab. Mengenai penyebab ini saya tidak tahu persis, namun dengan melihat adanya banyak kasus yang terjadi, garis besarnya didasari oleh hilang atau kurangnya kendali atas diri sendiri. Kemudian dari sini dikerucutkan lagi menjadi beberapa faktor lain, yaitu; kurangnya edukasi terkait pelecehan seksual, penggunaan kemajuan teknologi yang negatif, salah pergaulan, dan lain sebagainya.

Saya mengamati adanya sosial media juga menjadi tumpuan bagi informasi mengenai pendidikan seksual. Banyak dari mereka yang mulai aware tentang pelecehan seksual setelah membaca dan memahami berbagai pengetahuan seperti hal-hal yang termasuk dalam pelecehan seksual. Sayangnya, penerapan dalam dunia nyata bisa dikatakan sangat minim. Jika dibandingkan dengan arah kemajuan teknologi yang memfasilitasi pornografi, edukasi jelas masih jauh. Hal ini yang menyebabkan pelecehan seksual sampai sekarang masih terjadi, bahkan dalam sosial media itu sendiri pun, tidak jarang bagi mereka perempuan yang mengunggah foto pribadi namun komentarnya dipenuhi bahasan yang tidak etis.

Polemik pelik seperti pelecehan seksual ini tentu seharusnya tidak terlepas dari tindakan hukum. Bagaimanapun juga hal ini bertujuan agar memberikan balasan yang setimpal atas perlakuan tindak asusila sepihak yang dilakukan. Dengan harapan, jumlah kasus seperti ini semakin sedikit. Adanya sosial media juga membuat saya berharap atas penyajian ilmu pengetahuan terkait pelecehan seksual dapat ditingkatkan, setidaknya untuk mengedukasi lebih banyak masyarakat, sehingga meminimalisir tindakan atau sedikitnya bisa membuka lebih lebar terkait pelecehan seksual yang sering dianggap perkara sepele. Adapun menilik dari pembahasan yang sudah dipaparkan, sedikitnya bisa memberikan gambaran terkait sosial media yang menjadi jembatan sekaligus perisai dalam kasus pelecehan seksual.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun