DALAM jiwa yang sepi membalut kesunyian sukma, termenung pada keangkuhan raga tiada daya yang membendung upaya. Terlihat samar-samar rona titik, dari titiklah terwujud sisi bathin yang tengahnya qolbu. Pada diri manusia tentu semua mengaku memiliki qolbu, sejalan rentang waktu yang selalu mengiringi kehidupan manusia dengan berbagai balutan gemerlap dunia yang sesungguhnya amatlah kelam, manusia-manusia dalam kehinaan selalu menjerumuskan bahkan melacurkan qolbu mereka pada tataran kerak kesalahan.
Wahai jiwa yang amoral tidak ingatkah bahwa engkau menyelimutkan ragamu dengan rajutan-rajutan simbol keyakinanmu, pada satu perspektif sisi kehidupan terlihat sangat jelas kaum-kaum yang berjilbab akan tetapi mereka hanya tahu cara memakai jilbab tidak memaknai dan memahami mengapa berjilbab. Jilbab bukan saja hiasan untuk menutupi kekurangan agar lebih terlihat cantik namun juga ada simbol yang diharapkan sebagai jembatan pada tujuan kesucian qolbu.
Terkadang kita berbangga pada anak-anak sekarang dengan mengenakan jilbab, tetapi kita juga tahu apa yang terjadi dengan mereka, munculnya video asusila versi handphone terlebih dengan sangat jelas yang melakukan kaum berjilbab. Banyak kasus dalam keseharian juga organisasi, perkumpulan, lembaga, instansi dengan sangat berani memunculkan kemunafikan simbol-simbol keyakinan.
Mereka bicara atas nama tuhan dengan simbol-simbol keyakinan yang mereka kenakan, berdalihlah mulutnya bahwa balutan simbol keyakinan untuk mencegah kemunkaran tetapi sangat disayangkan qolbu tak berdaya menterjemahkan, mulut ke kanan qolbu ke kiri. Lalu mau dibawa kemana lagi kemunafikan ini?
Dan ada lagi simbol-simbol keyakinan yang lain, benda kecil mungil hitam yang selalu nangkring diatas kepala, hukum kesepakatan menyebut simbol itu Peci. Benda yang dianggap simbol paling agung oleh kelompok terbesar penganut keyakinan ajaran nabi Muhammad SAW di Indonesia, kini tak nampak harmonisasi dengan pemakainya.
Sebagai simbol budaya islami, Jilbab dan peci di Indonesia sudah sangat tragis maknanya terkikis oleh nilai rohaniah yang bejad tak berkeping.
Semakin banyak orang memakai jilbab dan peci namun yang ada nilai kemunafikan sebab hati mereka masih busuk. Koruptor, pemerkosa, pencari ‘amplop’ dalam cerocosnya jual agama dan juga manusia jahanam itu memakai jilbab dan peci, tak lain karena maha dasyatnya simbol keyakinan itu sehingga daya magisnya menyihir sebagian umat yang selanjutnya menjadi korban kepentingan pemakainya. Maha besar tuhan yang memberi rizqi pada hamba-Nya lewat jalan apapun.
Manusia banyak terjebak dengan simbol-simbol keyakinan, bukankah manusia terlahir suci tanpa sehelai benangpun. Kenapa justru manusia terlihat kotor setelah mengenakan balutan-balutan segala simbol?
Disanalah manusia jahanam itu masih tetap membandel pada dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H