Author: Gading Satria Nainggolan, S.H., M.H. (Managing Partner of Gading & Co. Law Firm / www.gadingco.com)
Setelah sempat nyaris terjegal untuk ikut dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta tahun 2024, akhirnya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki kesempatan untuk mengusung calon Kepala Daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah di DKI Jakarta dan diseluruh Daerah di Indonesia. Selain memberikan jalan bagi PDIP, Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menjadi anti-klimaks atas rencana KIM+ yang secara tersirat memiliki niat untuk menghancurkan substansi demokrasi di dalam Pemilihan Kepala Daerah di seluruh Indonesia.
Dalam perjalanan yang panjang dan berliku tersebut, pada hari ini (28 Agustus 2024), PDIP akhirnya resmi mengusung dan mendaftarkan 2 (dua) orang kader terbaiknya ke KP untuk maju dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2024, yaitu Pramono Anung.
Dilematis Dalam Memilih Anies Baswedan Atau Basuki Tjahaja Purnama
Sebagai sosok yang sangat populer, kedua tokoh ini sama-sama memiliki basis massa yang sangat besar dan militan. Jika berpikir pragmatis, memilih untuk mengusung salah satu di antara mereka dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi PDIP untuk memenangkan Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta tahun 2024.
Walaupun memiliki peluang yang cukup besar untuk menang, memilih untuk mengusung salah satu di antara Anies Baswedan atau Basuki Tjahaja Purnama bagaikan memakan buah simalakama. Jika memilih mengusung Anies Baswedan, PDIP akan merusak citranya sebagai partai yang menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan pluralisme, mengingat Anies Baswedan terlanjur dikenal sebagai politisi yang memainkan politik identitas. Memilih Anies Baswedan akan memberikan kerusakan jangka panjang pada citra PDIP. Sedangkan jika memilih Basuki Tjahaja Purnama, PDIP tentu akan menerima banyak serangan dari lawan politiknya selama proses kampanye, mengingat Ahok adalah mantan narapidana dalam kasus penistaan agama.
Di tengah perbincangan yang menarik tersebut, banyak masyarakat yang memberikan pandangan agar PDIP mengusung pasangan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta tahun 2024. Hal tersebut bertujuan agar basis massa di antara 2 tokoh tersebut dapat melupakan perselisihan masa lalu, dan dapat bergabung untuk menyongsong kemenangan dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta tahun 2024. Walaupun pada akhirnya PDIP mengusung Pramono Anung dan Rano Karno, namun apakah memungkinkan jika PDIP mengusung pasangan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama?
Ganjalan Bagi Pasangan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Aspek Hukum)
Secara hukum, pihak yang pernah menjabat sebagai Gubernur tidak dapat mencalonkan diri sebagai calon wakil Gubernur untuk daerah yang sama pada saat Pilkada. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), yang selengkapnya menyatakan:
”(2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama."
Sebagaimana kita ketahui bahwa Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama sama-sama pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, dimana Anies Baswedan menjabat pada tahun 2017-2022, sedangkan Basuki Tjahaja Purnama menjabat pada tahun 2014-2017. Maka berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada, maka telah jelas di antara Anies Baswedan maupun Basuki Tjahaja Purnama tidak ada yang dapat dijadikan Calon Wakil Gubernur, karena keduanya sama-sama pernah menjabat sebagai Gubernur di daerah yang sama (DKI Jakarta).