Mohon tunggu...
Gading Satria Nainggolan
Gading Satria Nainggolan Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara pada Gading and Co. Law Firm

Seorang pengacara yang telah berkarir di dunia hukum sejak 2010. Memiliki ketertarikan untuk menuliskan buah-buah pikir saya terhadap persoalan-persoalan tertentu yang terjadi di masyarakat dari sudut pandang hukum. Dengan pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki, kiranya setiap tulisan saya memberikan wawasan baru bagi para pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Panduan Persidangan Perdata pada Pengadilan Negeri

10 Juli 2024   16:56 Diperbarui: 10 Juli 2024   17:04 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Author: Gading Satria Nainggolan, S.H., M.H. (Managing Partner of Gading & Co. Law Firm)

Produk hukum di berbagai negara (termasuk di Indonesia) pada umumnya dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu hukum yang bersifat mengatur ketentraman dan kepentingan publik (hukum publik), serta hukum yang bersifat mengatur hubungan dan kepentingan perorangan (hukum privat).

Produk hukum yang masuk dalam kategori hukum publik salah satunya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dimana produk hukum tersebut diciptakan untuk menekan terjadinya tindak pidana di masyarakat, sehingga produk hukum tersebut diharapkan dapat membantu negara untuk menciptakan ketentraman umum. Sedangkan salah satu produk hukum yang masuk ke dalam kategori hukum privat adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mengatur hubungan hukum antara sesama manusia (persoon) maupun badan hukum (rechtpersoon). Termasuk di dalamnya mengatur berbagai aspek kehidupan yang sifatnya pribadi atau privat.

Dalam hubungan antara sesama manusia (persoon) maupun badan hukum (rechtpersoon) tentu saja tidak selalu berjalan lancar. Sering kali terjadi ketidakcocokan antara satu pihak dengan pihak lainnya, sehingga berujung menjadi suatu sengketa keperdataan yang harus diselesaikan di muka pengadilan.

Proses Persidangan Perdata di Pengadilan Negeri

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah hukum materiil yang esensinya mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak yang dapat diperjuangkan di Pengadilan Negeri. Sedangkan untuk dapat menegakkan hukum materiil tersebut, terdapat hukum formil yang merupakan "aturan main" bagi setiap pihak yang terlibat dalam seluruh rangkaian persidangan. Hukum formil tersebut tidak hanya berlaku bagi pihak yang bersengketa (Penggugat, Tergugat, Intervenient, dan Turut Tergugat), melainkan juga berlaku bagi Majelis Hakim, Panitera, dan juga juru sita Pengadilan.

Di Indonesia, produk hukum formil yang sering dipergunakan di persidangan adalah HIR (Herzeine Indonische Reglement) yang berlaku untuk persidangan pada pengadilan di wilayah Jawa dan Madura, RBg (Rechtsreglement Buitengewesten) yang berlaku untuk persidangan pada pengadilan di luar wilayah Jawa dan Madura, dan RV (Reglement of de Rechtsvordering) yang sebenarnya ketika masa penjajahan Belanda berlaku untuk golongan Eropa dan Timur Asing yang berada di Indonesia. RV tetap berlaku walaupun penjajahan terhadap Indonesia telah berakhir, dikarenakan untuk melengkapi "aturan main" di persidangan yang tidak diatur dalam HIR dan RBg.

Selanjutnya saya akan jabarkan urutan persidangan perdata pada Pengadilan Negeri secara garis besar. Harapannya uraian ini dapat memberikan panduan singkat bagi para pencari keadilan yang tidak menggunakan jasa pengacara, sehingga dapat hadir dan menjalani persidangan sendiri.

Setelah pihak Penggugat mendaftarkan Gugatan, maka pengadilan akan mengirimkan relaas panggilan kepada para pihak untuk hadir dalam persidangan yang telah ditentukan hari dan jamnya. Berikut ini urutan persidangan sejak sidang perdana hingga putusan:

  • Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali persidangan perceraian atau persidangan anak);
  • Para pihak diperintahkan memasuki ruang sidang;
  • Para pihak diperiksa identitasnya. Jika menggunakan jasa pengacara maka Majelis Hakim akan memeriksa surat kuasa, Kartu Tanda Advokat, dan Berita Acara Sumpah;
  • Apabila identitas para pihak lengkap maka diberi kesempatan untuk menyelesaikan perkara secara damai melalui mediasi, dengan ditengahi oleh mediator yang ditunjuk oleh Majelis Hakim (bisa juga mediator yang dipilih dan disepakati oleh para pihak);
  • Apabila tidak tercapai kesepakatan damai maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan surat gugat oleh penggugat/kuasanya;
  • Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian, dengan irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
  • Apabila tidak ada perubahan, agenda persidangan selanjutnya adalah jawaban dari Tergugat (jawaban berisi eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil, dan/atau gugatan rekonvensi);
  • Apabila ada gugatan rekonvensi, Tergugat sekaligus akan menduduki posisi sebagai Penggugat Rekonvensi, sedangkan Penggugat sekaligus akan menduduki posisi sebagai Tergugat Rekonvensi;
  • Replik dari Penggugat;
  • Duplik dari Tergugat;
  • Pada agenda persidangan jawab jinawab ini, terbuka peluang bagi pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan Gugatan Intervensi (voeging, vrijwaring, dan toesenkomst);
  • Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi terhadap kompetensi, atau terkait diterima atau tidaknya Gugatan Intervensi untuk masuk dalam perkara yang sedang berjalan);
  • Pembuktian;
  • Apabila objek perkara menyangkut benda tidak bergerak, maka berdasarkan permohonan pihak yang berperkara dapat dilakukan pemeriksaan setempat;
  • Kesimpulan Para Pihak;
  • Musyawarah oleh Majlis Hakim (hanya dilakukan oleh internal Majelis Hakim);
  • Pembacaan Putusan, yang isinya: a. Gugatan dikabulkan, b. Gugatan ditolak, atau c. Gugatan tidak dapat diterima;
  • Atas putusan ini para pihak diberitahu hak-haknya apakah akan menerima, pikir-pikir atau akan banding terhadap putusan tersebut. Apabila pikir-pikir maka diberi waktu selama 14 hari jika ingin mengajukan banding;
  • Dalam hal ada pihak yang tidak hadir maka diberitahu terlebih dahulu dan dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan diberi hak untuk menentukan sikap. Apabila waktu 14 hari tidak menentukan sikap maka dianggap menerima putusan.

Demikian penjabaran saya, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun