Mohon tunggu...
dinella ratna kusuma
dinella ratna kusuma Mohon Tunggu... -

i want to be pearl oyster that produces

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secercah Harapan

27 November 2011   14:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:08 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Dinella Ratna Kusuma

(Juara Pemenang Harapan LMCR,Tingkat Nasional-2010, Kategori B)

Semilir angin meniupkan dedaunan, rasanya begitu menyejukkan hati. Bintangdan bulan yang berkilauan seakan menambah sempurnanya muka bumi ini laksana mata para malaikat yang melindungi setiap manusia. Hari demi hari berlalu melintas tanpa pernah bisa terulang .

Hingga tak terasa 3 bulan telah terlewati sudah, semenjak kepergian ibu ke Malaysia untuk menjadi TKI disana. Memang keputusan itu telalu pelik tapi apalah daya hidup harus tetap berlanjut. Kalau dipikir-pikir hal ini ada benarnya juga mengingat bapak hanyalah tukang penjahit keliling yang sekarang keadaannya pun tidak memungkinkan lagi. Melihat kondisinya semakin renta dan sakit-sakitan akibat bertambahnya umur.

Seperti pepatah mengatakan buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya,aku sadar siapa diriku ini, aku hanya seorang lulusan SMA yang sekarang bekerja di salah satu MAL ternama di Jakarta sebagai SPG (Sales Promotion Girl), tapi aku tak pernah menyerah sampai disini. Banyak impian yang ingin ku gapai meski hanya secercah harapan yang terjuntai dalam pikiranku.

Namun,aku tetap bersyukur karena aku terlahir dengan sempurna tanpa ada kecacatan dalam diriku.

Jam dinding berdentang, menandakan waktu pukul 20:00 WIB, hembusan angin semakin bertambah kencang mengikuti arah waktu yang ditunjukkan. Tiba-tiba dari balik pintu terdengar seperti ada yang mengetuknya.

“Assalamualaikum” terdengar suara perempuan mengucapkan salam sambil mengetuknya dari balik pintu.

“Walaikumssalam” sapa ku dari jarak agak jauh sambil melangkah mendekati pintu dan segera membukannya.

“Oh. . . Bu Rahmi, ada apa bu malam-malam seperti ini datang kemari?”



“Begini nak Sari kampung kita ini terkena gusur proyek pembangunan pemerintah,jadi sebaiknya kamu beserta yang lainnya sesegera mungkin meninggalkan tempat ini,mereka hanya memberi waktu sampai besok pagi untuk megosongkan semua rumah tanpa terkecuali. itu saja nak yang ingin ibu sampaikan padamu, Assalamualaikum,” bu Rahmi langsung meninggalkan saya sendiri setelah mengucapkan salam.

“Walaikumssalam” jawabku langsung menutup pintu dan berjalan kearah tempat tidur.

Aku terduduk lemas disana, memikirkan bagaimana cara memberitahu kabar ini, lalu bagaimana aku memberitahu kabar ini pada ibu sedangkan keberadaanya sekarang dimana pun aku sama sekali tidak mengetahuinnya. karena selama ini ibu hanya mengirimkan uang lewat wesel pos tanpa memberi kabar pada bapak, itulah yang selama ini kutahu.

Detik demi detik aku dicekam rasa cemas dantakut. Malam itu, aku merasa gelisah, dalam tidur perkataan bu rahmi masih terus terngiang-ngiang dalam benakku seolah-olah bagaikan mimpi buruk yang tak berujung.

20 menit sebelum adzan subuh berkumandang aku terbangun,seketika itu juga aku mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat witir yang langsung aku lanjut dengan shalat shubuh seusai dikumandangkan.

“Sudahlah nak jangan dipikirkan seperti itu, bapak sudah dengar semua pembicaraanmu dengan bu Rahmi semalam, memang sudah sepantasnya kita pergi dari sini lagian tidak ada gunannya kita menuntut hak yang bukan milik kita” sahut bapak menggagetkanku dari arah dapur sambil berjalan mendekatiku.

“Tapi pak?”

“Jangan pakai tapi-tapi nak, bapak dan kedua adikmu telah mempersiapkan barang-barang yang akan kita bawa, jadi jangan buang waktu ayo kita pergi dari sini”

“Baiklah pak, jika memang seperti itu” aku bangkit dari duduk dan mengikuti bapak dari belakang.”

Aku tertegun di depan rumah, merasa ketidakadilan mendera keluarga kami.mau tidur dimana kami malam ini? Sedangkan keluarga terdekat tak ada yang tinggaldi Jakarta .pertanyaan itu terus saja menghantuiku saat aku dan keluarga mulai berjalan meninggalkan rumah tersebut.

Lama kami berjalan tak tentu arah, matahari mulai mendekati pergantiannya sinarnya yang kuning keemasan berkilau kini mulai bersulam memerah, semua adalah keteraturan alam semesta dengan adanya pergantian siang dan malam. Kini malam mulai membentangkan pesona indah dengan bertaburan bintang yang berkelap-kelip seumpama butiran-butiran berlian yang memancarkan sinarnya, bulan menambah terangnya sinar bintang seakan tak ingin terpisah. Gemerlap kota mulai terlihat, lampu-lampu indah menghiasi di setiap sudut, kehidupan malam terlihat jelas tanpa ada pembentengan diri dari setiap insan, polusi udara terlihat samar-samar di balik angin yang begitu cepat menyapu rerumunan asap di jalan.

Adzan maghrib berkumandang diman-mana. Seruan bagi umat manusia untuk meluangkan sejenak waktu bagi sang khalik. Dengan begitu aku beserta yang lainnya segera bergegas menuju masjid terdekat,yang kebetulan saat itu kami sedang berada di rel kereta api Kranji, maghrib sampai isya kami lewati disana. setelah selesai shalat kami sekeluarga duduk bercengkrama di pelataran masjid, seketika itu juga pandanganku mengarah ke sebuah rumah kecil di pinggir rel ,yang terlihat sepi akibat tak ada penghuninya. Entah kenapa aku berfikir untuk menempati rumah tersebut untuk sementara waktu , hal ini langsung kuberitahu keluargaku terutama ayah, setelah cukup lama mempertimbangkan keputusan ini akhirnya ayah menyetujui juga.

Rumah ini begitu kumuh dari tempat kami sebelumnya. Kayu-kayu yang menjadi atap terlihat berlubang, dindingnya hanya terbuat dari kardus yang dilapisi triplek bagian luar, dibagian bawah tak ada lantai untuk berpijak hanya semen yang melengkapi keseluruhannya dan bahkan sama sekali tak ada peneranganyang kudapati hanyalah lilin dan korek api yang terdapat di sela-sela jendela,.kunyalakan lilin dengan korek yang kudapati, perlahan tapi pasti cahayanya mulai menelusup menerangi seluruh ruangan.

Semenjak hari itu aku tidak lagi menjadi SPG, karena tak ada biaya transportasi untuk menuju ketempat kerja dan adik-adikku juga putus sekolah. Uang yang tersisa hanya Rp50000,- dari sisa gajiku bulan lalu. Aku memanfaatkan uang tersebut untuk membeli peralatan semir sepatu, kini pekerjaanku menjadi tukang semir sepatu keliling di siang haridan ketika malam menjelang mengajar ngaji anak-anak kecil.

“Semir sepatu……..semir sepatu ,Bapak Ibu silahkan siapa yang ingin sepatunya terlihat mengkilap” teriak ku menjajakan dagangan

Memang pekerjaan ini sangat melelahkan dari sebelumnya tapi hasil yang di dapat lumayan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Malam kian datang menampakkan jubah gelapnya. saat itu juga aku bergegas menuju rumah mengganti pakaian dan langsung menuju masjid untuk shalat berjamaah yang dilanjutkan mengajar mengaji .

Seusai shalat aku mengambil Al-Qur’an di dalam rak buku masjid, tiba-tiba ada sepucuk surat terjatuh, aku mengambil surat itu, tak ada nama siapapun yang tercantum dari amplop warna pink yang membungkusnya. Dengan rasa penasaran aku membaca surat itu.

Assalamualaikum Wr. Wb.

To: SARI

Matamu memancarkan sinar kedamaian dalam batinku. Suaramu begitu lembut ketika mengumandangkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, jantungku berdegup kencang saat aku melihatmu. Meski baru sejenak bertemu tapi aku merasa ada ketenangan di hatimu yang membuat aku begitu mengagumimu.

Subhanallah ! ! !

Begitu sempurnanya engkau terlahir di dunia ini laksana bidadari yang menghiasi surga seolah turun dari langit, mengisi relung hati seorang Adam untuk sejenak memandangmu, tak pernah terbayangkan oleh ku bisa bertemu denganmu.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

FARID

Farid adalah anakH.Somad, beliau yang mempunyai yayasan madrasah di masjid ini. Betapa kagetnya aku, seorang laki-laki seperti Farid bisa mengagumi diriku yangbegitu jauh berbeda status dari keluarganya, padahal aku baru sekali bertemu. Dengan sigap aku membalas surat tersebut.

Walaikussalam Wr. Wb

To: FARID

Hawa memang tercipta untuk menemani sang Adam, bulan di langit menemani indahnya bintang di kala gelap, ombak yang berkejaran di laut menghidupi mahluk di dalamnya, langit dan bumi begitu megah terbentang, air sungai mengalir lembut mengikuti alunan suara gemericik air yang menghantarnya ke muara dan embun datang di kala pagi menjelang membasahi dedaunan semua adalah ciptaanya, keteraturan akan dunia fana yang dibuat untuk saling membutuhkan dan mengagumi antara satu dengan yang lain. Tapi sungguh tak ada yang sempurna di dunia ini apalagi saya seorang manusia yang tak pernah luput dari salah dan dosa, hanya Allah-lah yang memiliki kehendak serta kesempurnaan akan segalanya.

SARI

Ku letakkan surat balassanku di buku yaasiin yang biasa Farid baca.semenjak itu kami sering berkirim surat dan menjadi teman yang bisa dikatakan cukup akrab. Namun tetap ada batasan-batasannya.

Hingga hari itu tiba,hari dimana Farid mengungkapkan perasaanya padaku secara langsung.

“Sari….maaf, aku tak bisa lagi terlalu lama memendam rasa ini, anaa uhibbuki, maukah kau menjadi kekasih hatiku?” ucap farid dengan kesungguhan.

“Tak ada hadits yang menyebutkan seorang mukmin menjadi yang halal saat berpacaran, hanya kata taaruf yang terkandung di dalamnya. aku rasa kamu juga tahu akan hal ini, jika nanti kita berjodoh pasti takdir akan mempersatukan kita meski terbentang jarak dan waktu.”

“Tapi saya sangat menyukaimu?, baiklah aku akan segera meminangmu.”

“Maaf…..bukannya saya tidak ingin menikah denganmu.

tapi masih banyak harapan yang ingin saya gapai, kebahagian keluarga menjadi yang utama sekarang.”

“Tapi sampai kapan?”

“kalau perasaanmu sulit menerimanya jangan sia-siakan hidupmu hanya untuk saya,masih banyak diluar sana seorang wanita yang tulus mencintaimu lebih baik sekarang kita tak usah bertemu dulu, karma saya tidak ingin mengecewakan orang tua saya, saya harap kau mengerti dan maaf jika saya terlalu egois, Assalamualaikum.”

Lalu aku pergi meninggalkan Farid,.usai kejadian itu aku tak pernah lagi bertemu dengannya, dimana sekarang ia pun aku sama sekali tidak mengetahuinnya, kabar terakhir yang aku dengar Farid melanjutkan sekolahnya ke Malaysia.

Kini perekonomian keluargaku mulai membaik, rumah gubuk yang kami tempati seakan menjadi saksi bisu.

Ini semua berawal dari keisengan ku mengirimkan hasil karya-karyaku ke majalah-majalah remaja. Beberapa hasil karya ku telah dimuat, respon yang diberikan masyarakatpun sangat baik, sehingga tak jarang banyak majalah yang mendatangiku.

Hasil royalty yang aku terima sudah lebih dari cukup untuk menghidupi keluargaku, dengan uang itu aku bisa kembali melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dan dapat menyekolahkan adik-adikku, keadaan bapak semakin hari juga semakin membaik karena rutin aku memeriksakannya ke dokter.

Gelar sarjana Strata 1 telah aku peroleh, ini menjadi nikmat yang luar biasa aku terima, bersyukur atas kebesarannya yang membuat ketidakmungkinan menjadi mungkin.

Semua keinginanku terbayar sudah. Tapi, kerinduanku pada Ibu masih juga belum bisa terobati, sampai suatu ketika aku menjadi narasumber di acara bedah buku karya tulisku .

Banyak kiriman saran dan kritik melalui surat yang ditunjukkan untuk ku dari acara tersebut, ditumpukkan surat itu, ada sepucuk surat yang menarik perhatianku. Amplopnya berwarna pink percis seperti pertama kali Farid memberikan surat padaku.

Ku ambil perlahan amplop yang menarik perhatianku, tak kutemui nama pengirim di amplopnya, dengan rasa ingin tahu aku lekas membuka dan langsung membacanya.

Assalamualaikum Wr.Wb.

Selamat atas kesuksesanmu ! ! !

Jika kamu ingin mengetahui isi surat ini datang ke taman kota Jakarta jam 19.00 WIB, jangan sampai tidak datang, karena disana kamu akan menemukan semua arti atas pertanyaan dalam batinmu.

Wassalamualaikum Wr.Wb

NN

“Farid ? ?”pikiranku tiba-tiba mengarah padanya.

“Apa ini Farid yang mengirimnya ?“

“Tapi….tidak mungkin juga mengingat sudah hampir 5 tahun aku tidak lagi bertemu dengannya,apa jangan-jangan ada orang yang ingin mengerjaiku? Tapi siapa? perasaan musuh satu pun aku tak merasa punya”gumam ku dalam hati.

Tapi karena penasaran dengan maksud dari surat itu aku memutuskan untuk datang kesana. sesampainya di taman kota, aku semakin bertambah bingung, sudah 2 kali aku memutari taman kota ini, tapi tetap saja tak ada tanda-tanda yang mencurigakan, tidak lama kemudian aku mendengar suara seorang lelaki memanggil namaku.

“Sari…..! !”panggilnya.

Seketika itu juga aku menghentikan langkah, aku menoreh ke belakang dengan harapan akan ada jawaban pasti dari semua pertanyaanku, sungguh sulit dipercaya.

“Farid ? itukah kau?”sapaku.

“Iya ini aku, maaf jika aku membingungkanmu, tapi.”

Belum sempat Farid meneruskan jawaban atas pertanyaanku, tiba-tiba dari arah kejauhan seorang wanita berkisar 40 tahunan berkata.

“Anakku sari ini aku ibumu, datang kemari dan peluklah ibu nak.”

“Ibu….”aku berjalan menghampirinya dan langsung memeluk sesosok ibu yang sudah lama aku rindukan.

“sungguh aku tak mengerti dengan semua ini, tolong kamu jelaskan padaku Farid?.”

“Sebenarnya selain aku melanjutkan study di Malaysia, aku juga mencari informasi tentang ibumu, aku tahu apa yang kau rasakan, untuk itu aku berupaya mencarinya.”

“Bagaimana kamu bisa mengetahuinya ?”

“Aku meminta semua informasi yang berhubungan dengan ibumu kepada ayahmu termasuk wesel pos kiriman dari ibumu. Lalu aku mencari di Badan Ketenaga Kerja Indonesia, memang awalnya sulit untuk membawa ibumu ke sini karena beliau masih terikat kontrak disana, maka maaf jika aku baru membawanya kehadapanmu sekarang.

“Terima kasih Farid atas semuanya, aku tak tahu harus dengan apa membayar semua ini ?.”

“Sudahlah tak perlu dipikirkan, kebahagianmu adalah anugerah terindah untukku.”

Begitulah akhirnya, berkat Farid keinginanku untuk bertemu ibuku terwujud, hubungan ku dengannya juga mulai membaik perlahan-lahan seperti awal kami berkenalan. Farid juga pernah beberapa kali menyatakan perasaanya kepadaku.

Tapi entah mengapa aku belum bisa membuka sedikit celah di relung hati ini, semuanya seakan tertutup rapat yang tak kunjung ku temui dimana keberadaan kunci akan hati yang kosong. Terasa hampa ketika ku mendengar namanya tak ada getaran sedikitpun saat melihat bahkan bertemu dengannya, sulit menerka atau memahami hati ini untuk menjawab siapa pelabuhan hatiyang sesungguhnya, kuyakin secercah harapan akan menggapaiku lagi sampai saatnya tiba. Biarlah rasa ini kurajut sendiri meski hanya sepenggal puisi yang tak bermakna.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun