Infotainment merupakan singkatan dari informasi dan hiburan, telah menjadi fenomena yang merajalela dalam dunia media modern. Berbagai program televisi, radio, dan media online menggabungkan elemen berita dengan hiburan untuk menarik perhatian audiens.Â
Hampir semua keluarga di Indonesia memiliki televisi dirumahnya. Sebagian besar mereka adalah keluarga muslim yang hanyut terbawa derasnya arus teknologi informasi. Media justru telah menjadi biang keladi dari krisis kultural zaman kita. Krisis kebudayaan yang dialami oleh negaranegara yang secara industrial dan teknologis maju itu sebagian besar disebabkan kriteria budaya tradisional yang bersumber dari agama justru telah digeser dan terus menerus dipermak dan digerus oleh rembesan pesanpesan media yang seringkali tidak sejalan dengan kepentingan mayoritas penduduk yang justru menjadi konsumen dari budaya kemasan media.
Infotainment identik dengan gosip para selebritis yang mengungkap "prestasi" selebritis hingga hal yang bersifat pribadi. Infotainmet sering memberitakan gosip para selebritis yang belum tentu kebenarannya. Kebanyakan infotainment sering melebih-lebihkan berita agar masyarakat tertarik. Dan dalam tayangan infotainment di televisi banyak sekali menuai kontroversi sehingga dari kalangan jurnalistik ada yang mempertanyakan keabsahannya sebagai kegiatan jurnalistik, dan ada pula yang mempersoalkan konten tayangan yang dianggap telah kebablasan.
Di sinilah muncul ironi, di satu sisi, masyarakat menuntut agar mediamedia komunikasi (televisi, internet, dll) mengurangi tanyangan yang berwajah seks, sadisme, atau kekerasan, tapi di sisi lain, tayangan keagamaan hanya ditonton oleh 3% dari pemirsa.Â
Terlepas dari kontroversi bermanfaat tidaknya tayangan infotainment, sudah selakyaknya para pekerja infotainment harus berfikir jernih dan harus lebih menerima berbagai masukan dari semua unsur masyarakat. Â Barangkali cara atau metode tayangan mengenai keagamaan yang ada selama ini harus dibenahi supaya lebih penarik pemirsa. Tayangan yang bersifat monolog, skriptualistik, dengan memandang sesuatu persoalan secara hitamputih tanpa argumen yang kuat yang disemangati oleh Kalam Allah dan Sunnah Rasul.
Meskipun media mempunyai kebebasan, namun tidak dapat terlepas akan hal tanggung jawab. Maka dari itu yang dibutuhkan media adalah kejujuran (Qaulan Sadida) yang berarti berkata atau menyampaikan informasi dengan jujur, seperti salah satu prinsip yang telah dikemukakan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam prinsip etika komunikasi islamnya. Karena sebagai seorang muslim yang baik, dalam berkomunikasi pun kita sudah diatur dengan prinsip-prinsip komunikasi menurut agama Islam yang tertulis di dalam kitab suci Al-Quran.Â
Etika kita dalam berkomunikasi baik itu di dunia nyata maupun di media sosial harus sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi yang tertera di dalam Al-Quran. Adapun prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:
- Qaulan baligha: Memiliki arti yaitu perkataan yang matang atau ucapan yang dewasa. Istilah ini merujuk pada perkataan yang disampaikan dengan penuh pertimbangan, kebijaksanaan, dan pengetahuan yang matang. Ucapan seperti ini dihargai dalam agama Islam karena mencerminkan kedewasaan dan kematangan seseorang dalam menyampaikan pesan.
- Qaulan karima: Memiliki arti perkataan yang mulia atau ucapan yang baik. Istilah ini mengacu pada perkataan yang penuh dengan kebaikan, kejujuran, kesopanan, dan kasih sayang. Dalam Islam, dianjurkan bagi umat Muslim untuk menggunakan perkataan yang baik dan mulia dalam setiap situasi.
- Qaulan marufa: Memiliki arti perkataan yang dikenal atau ucapan yang diterima secara luas. Istilah ini mengacu pada perkataan yang sesuai dengan nilai-nilai dan tuntunan agama Islam serta diterima oleh masyarakat umum. Perkataan semacam ini membawa manfaat, kebaikan, dan mendukung kebaikan dalam masyarakat.
- Qaulan layyina: Memiliki arti perkataan yang lemah lembut atau ucapan yang lembut. Istilah ini merujuk pada perkataan yang disampaikan dengan kelembutan, kelembutan hati, dan kelembutan bahasa. Dalam Islam, disarankan untuk berbicara dengan lemah lembut agar tidak melukai perasaan orang lain.
- Qaulan masyura: Memiliki arti perkataan yang jelas atau ucapan yang terang. Istilah ini mengacu pada perkataan yang jelas, tegas, dan mudah dipahami. Ucapan semacam ini membantu dalam menyampaikan pesan dengan efektif dan menghindari kebingungan atau kesalahpahaman.
- Qaulan sadida: Memiliki arti perkataan yang lurus atau ucapan yang jujur. Istilah ini merujuk pada perkataan yang jujur, tulus, dan tidak bercela. Dalam Islam, dianjurkan untuk berbicara dengan kejujuran dan menghindari berbohong atau menyebarkan fitnah.
Meskipun infotainment berhasil menarik minat audiens dengan tayangan yang menghibur, sering kali membawa dampak negatif dalam perspektif Islam. Beberapa dampak negatif yang dapat diidentifikasi meliputi:
- Sensasionalisme dan Penyebaran Fitnah. Infotainment sering kali terlibat dalam penyebaran informasi yang tidak terverifikasi atau berlebihan, yang dapat mencoreng reputasi individu atau kelompok. Islam mendorong umatnya untuk berbicara dengan kebenaran, memeriksa informasi sebelum menyebarkannya, dan menjaga nama baik orang lain.
- Privasi dan Kebebasan Individu. Infotainment sering kali melanggar privasi individu dan mengumbar kehidupan pribadi mereka demi sensasi dan popularitas. Islam menghargai privasi individu dan mengingatkan umatnya untuk menghormati hak-hak privasi orang lain serta menjaga kesucian individu.
- Kekerasan dan Pornografi. Beberapa program infotainment mempertontonkan kekerasan atau konten pornografi yang bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan kedamaian, kesucian, dan pemeliharaan nilai-nilai moral.
- Sensasi Berlebihan dan Pembodohan. Infotainment cenderung menggunakan sensasi berlebihan, drama yang dibuat-buat, dan kontroversi untuk menarik perhatian audiens. Hal ini dapat mengarah pada pemahaman yang dangkal dan pembodohan dalam menghadapi isu-isu serius.
Dalam buku-buku yang relevan dengan perspektif Islam, beberapa kriteria evaluasi terhadap infotainment telah dijelaskan. Berikut adalah beberapa kajian yang dapat menjadi panduan bagi penilaian fenomena infotainment dalam perspektif Islam:
- Kebenaran dan Keadilan, Infotainment harus didasarkan pada kebenaran, menghindari penyajian informasi yang tidak benar atau terdistorsi. Program-program tersebut juga harus mampu menegakkan prinsip keadilan dalam memperlakukan subjek dan topik yang diangkat.
- Etika dan Kesopanan, Infotainment harus mengikuti prinsip-prinsip etika Islam dalam penyajian konten dan perilaku presenter. Hal ini termasuk menjaga kesopanan, menghindari penghinaan, dan menghormati batasan-batasan moral.
- Pendidikan dan Pencerahan, Infotainment seharusnya memberikan manfaat pendidikan dan pencerahan bagi audiensnya. Program-program yang membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sosial masyarakat dapat dianggap lebih bernilai dalam perspektif Islam.
- Keseimbangan dan Keberagaman, Infotainment harus mencerminkan keseimbangan dan keberagaman dalam penyajian topik dan sudut pandang. Hal ini dapat menghindari pemajuan agenda atau perspektif tertentu yang tidak adil.
Infotainment dalam perspektif Islam perlu dievaluasi secara kritis dan obyektif. Dampak negatifnya, seperti sensasionalisme, pelanggaran privasi, dan konten yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, harus diperhatikan. Islam mengingatkan umatnya untuk menjaga kebenaran, etika, dan kesopanan dalam menyampaikan informasi. Dalam mengevaluasi infotainment, kita dapat merujuk pada kajian-kajian yang relevan dan menggunakan kriteria-kriteria Islam untuk memilih program-program yang memberikan manfaat dan sesuai dengan nilai-nilai agama yang dianut.
Sources :