Dewasa ini, isu mengenai kesehatan mental sedang banyak diperbincangkan di khalayak publik. Fenomena peduli akan kesehatan mental juga sedang digaungkan oleh sebagian masyarakat. Meskipun sudah digaungkan oleh sebagian masyarakat, namun tidak semua orang memahami pentingnya kesehatan mental bagi setiap individu, sebagian orang bahkan menganggap bahwa hal tersebut merupakan suatu fenomena yang sudah biasa terjadi dikalangan anak muda, seperti orang tua atau guru yang tidak memperhatikan kesehatan mental anak maupun peserta didik. Orang tua sering fokus pada dirinya sendiri maupun gadgetnya dan tidak memperdulikan anaknya. Guru di sekolah juga masih banyak yang tidak peka dengan latar belakang siswanya serta menganggap berbagai tindakan perundungan sebagai tindakan yang biasa atau hanya dianggap bercanda semata. Permasalahan mental pada peserta didik itu juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor baik itu faktor internal maupun eksternal, faktor internal berasal dari dirinya sendiri seperti kurang matangnya menghadapi permasalahan kehidupannya. Sedangkan, dari faktor eksternal yaitu akibat tekanan dari lingkungannya seperti keluarga, pertemanan, maupun masyarakat. Sehat secara mental bukan hanya dilihat dari fisiknya saja, melainkan dilihat dari berbagai aspek mulai dari fisik, psikis, spiritual, mental, hingga keadaan sosialnya (Hasanah & Haziz, 2021). Perkembangan peserta didik juga ditinjau dari aspek kesehatan mental yang dilihat dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran, terutama dengan diterapkannya teori humanistik.Â
Teori humanistik memiliki keterkaitan dengan kesehatan mental peserta didik. Teori humanistik merupakan teori yang menganggap bahwa proses pembelajaran bertujuan untuk memanusiakan manusia, peserta didik juga diharapkan untuk mampu memperlakukan orang lain secara manusiawi, menjadi pribadi yang lebih baik, serta mampu mengembangkan potensi dirinya sendiri (Angraeni, 2019). Pembelajaran yang didasarkan pada penggunaan teori humanistik akan berdampak baik bagi kesehatan mental peserta didik sehingga mereka mampu untuk berkembang dalam segala aspek secara optimal dan mampu berinteraksi dengan lingkungannya tanpa suatu kendala. Peran guru seharusnya mampu untuk menjadi fasilitator, mediator, serta motivator bagi para peserta didik. Guru juga seharusnya bisa berkomitmen dalam kegiatan pembelajaran dengan para peserta didiknya, yakni dengan mempercayai bahwa setiap anak mampu berkembang serta mampu untuk belajar sehingga tidak adanya penekanan agar anak tersebut diharuskan untuk dapat memahami materi secara cepat. Guru juga harus bisa percaya akan setiap anak memiliki potensi dalam dirinya masing-masing sehingga mereka pun dapat dengan percaya diri menunjukkan potensi apa yang mampu dikuasainya, karena setiap anak memiliki keunikannya masing-masing. Guru juga sebisa mungkin untuk membimbing tanpa mendesak siswanya (Angraeni, 2019). Kegiatan pembelajaran yang menggunakan teori humanistik biasanya akan mendapati situasi seperti berikut:
- Peserta didik yang mampu mengetahui potensi dalam dirinya sendiri lalu ia dapat menunjukkannya
- Ketika mendapatkan kesulitan saat kegiatan pembelajaran maka guru akan membantunya serta memberikan bimbingan
- Apabila peserta didik tidak menunjukan minatnya pada kegiatan pembelajaran maka anak tersebut akan diarahkan sesuai dengan minatnya
- Tidak memaksakan kehendak anak untuk melakukan ataupun
- Para peserta didik mampu untuk mengungkapkan pendapatnya serta menghargai orang lain dan memiliki rasa kasih sayang yang tinggi
Oleh karena itu, dengan menerapkan teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran peserta didik akan merasa diterima sepenuhnya dalam kegiatan pembelajaran, tidak merasakan adanya tekanan yang memuatnya stress, merasa dihargai, dan tidak adanya rasa ketakutan maupun kebingungan karena merasa tertinggal dari peserta didik lainnya. Mereka akan terus bisa mengembangkan dirinya dengan kesehatan mental yang stabil dan terjaga dikarenakan tidak adanya perasaan yang tidak enak di kesehariannya.
Baik guru maupun orang tua juga seharusnya dapat memahami apa yang anak tersebut inginkan, memiliki rasa kepekaan yang tinggi akan kondisi anaknya, melakukan tindakan yang tegas untuk melawan para perundung dan membela korban apabila anak tersebut menjadi korban perundungan, selalu mendengarkan apa yang diceritakan oleh anak karena hal tersebut juga merupakan tindakan kontrol yang tidak menekan anak, dan berusaha sebaik-baiknya dalam memahami dan mengerti mengenai kondisi mental serta karakter dari anak tersebut.
Kesimpulannya, teori humanistik dalam pembelajaran memiliki pengaruh terhadap perkembangan peserta didik, terutama pada kesehatan mentalnya. Peserta didik tidak merasakan adanya tekanan dan juga merasa diterima saat kegiatan pembelajaran. Motivasi belajar juga akan muncul karena peserta didik bisa terus mengembangkan potensi dalam dirinya tanpa adanya rasa takut tertinggal dengan yang lainnya. Peserta didik akan terus bisa mengembangkan dirinya tanpa adanya rasa cemas dan hal tersebut yang dapat menjaga kesehatan mentalnya. Orang tua dan guru juga memegang peran penting dalam menjaga kesehatan mental anak yang mana seharusnya mereka dapat mampu memahami kondisi mental serta anak tersebut dan tidak melakukan berbagai hal yang dapat membuatnya tertekan, rendah diri, serta tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan dirinya.
Referensi
Angraeni, D. K. (2019). Kurikulum Humanistik Dalam Mencari Jati Diri Anak Didik. 03(01).
Hasanah, W. O., & Haziz, F. T. (2021). Implementasi Teori Humanistik Dalam Meningkatkan Kesehatan Mental. Nosipakabelo: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 2(02), 79--87. https://doi.org/10.24239/nosipakabelo.v2i02.841
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H