Mohon tunggu...
Adisiana
Adisiana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Orang Bodoh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pertarungan Wacana di Musim Panas Politik

14 Oktober 2018   02:55 Diperbarui: 14 Oktober 2018   03:41 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berita sekarang bukan didominasi hoax. Berita yang meluncur saban menit di beranda sosial media lewat akun media mainstream yang memakai jargon terpercaya atau independen atau bla bla bla itu benar adanya berita dan bukan hoax. Hoax (berita palsu/informasi palsu) beda dengan berita yang diframing.

Ada kesalahpahaman persepsi dari penggunaan kata hoax. Barangkali media mainstream pernah memproduksi informasi palsu, dan dapat dipastikan tahap produksi itu atas dasar kekhilafan. Mungkin keresahan yang kerap terjadi di musim panas politik ini adalah campur tangan penguasa media dalam membingkai atau mengemas berita untuk kepentingan politis. Pengemasan berita atau dalam istilah jurnalisme adalah "framing" merupakan proses yang biasa dilakukan untuk memproduksi sebuah informasi sebelum tahap publikasi kepada khalayak.

Framing adalah tahapan pembingkaian atau cara pengemasan berita dalam suatu alur proses pembuatan berita. Framing tidak berbohong, ia cuma membelokkan fakta dengan halus melalui penyeleksian informasi, pemilihan kata, gambar serta menonjolkan aspek tertentu. Ada kuasa penuh di masing-masing peran redaksional dalam menentukan berita. Seperti apa berita akan dikemas dan bagaimana rupa berita tersebut diterima oleh publik.

Sekarang kita hanya perlu melihat dengan jernih dalam mencari akar persoalannya, yaitu terletak pada kontruksi wacana yang dihadirkan media untuk publik. Distribusi wacana ke tengah masyarakat pada era post truth ini dibuat sedemikian strategis melalui media, baik itu cetak, elektronik dan media daring. Karena saat ini adalah zamannya bermain dengan "rasa", mengonsumsi infromasi berdasarkan selera, maka media akan lebih mudah memainkan emosional publik lewat sebuah wacana.

Salah satu tokoh wacana kritis, Foucault, pernah mengatakan tentang wacana yang memiliki potensi politis dan kaitannya dengan kekuasaan,

"diskursus atau wacana adalah elemen taktis yang beroperasi dalam kancah relasi kekuasaan".

Antara wacana dan kekuasaan memiliki hubungan yang timbal balik. Elemen taktis itu sangat terkait dengan kajian strategis dan politis. Tapi politis di sini bukan berarti selalu tentang pemerintahan, namun segala sesuatu yang mendominasi baik itu secara kultural maupun secara ideologis sebetulnya juga mempunyai kontruksi politisnya sendiri.

Meski sebenarnya tulisan ini memang mengarah pada persoalan politik kekuasaan pemerintah. Fenomena pesta demokrasi 2014 seakan membuka mata publik. Yang kemudian dengan sendirinya publik sadar dan mulai berani mengkritisi wacana yang disuguhkan media bahkan menolak dan meninggalkannya. Setelah memasuki musim panas politik, media sebagai entitas agenda politik, media dan publik barangkali akan kembali terulang dengan pola yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun