Mohon tunggu...
Dinda Septiana
Dinda Septiana Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sanksi Tunggakan BPJS Kesehatan yang Berpotensi Maladministrasi

5 Januari 2020   20:11 Diperbarui: 5 Januari 2020   20:16 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupyang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. 

Untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional /SJSN bagi seluruh rakyat Indonesia. SJSN merupakan program pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 ayat 1) dan ayat 2 Undang Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Untuk menyelenggarakan SJSN, pemerintah membentuk badan hukum yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS terdiri dari 2, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Adanya JKN sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional /SJSN, secara bertahap, diharapkan seluruh penduduk Indonesia bisa memperoleh perlindungan sosial yang menjamin, kebutuhan dasar di bidang kesehatan. Namun sayangnya, hingga mulai bergulirnya program ini, sebagian besar masyarakat masih dibingungkan oleh penyelenggaraan program JKN. Mulai dari masyarakat yang tidak mengerti dengan apa itu program JKN, bagaimana bisa menikmati Fasilitas JKN, bagaimana dengan nasib pelayanan kesehatan gratis yang mereka terima bagi masyarakat miskin dengan adanya JKN, hingga masalah baru yang sedang ramai diperbincangkan saat ini yaitu rencana pemerintah memberikan sanksi kepada peserta ( BPJS) Kesehatan yang menunggak dengan menerbitkan instruksi presiden (inpres).

          Sanksi layanan publik ini sebenarnya sudah tercantum dalam peraturan pemerintah(PP) Nomor 86 Tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi administrative kepada pemberi kerja selain penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Namun, sanksi tersebut tidak ada satu pun yang pernah dilaksanakan. 

Haslinya, tingkat kepatuhan pembayaran iuran peserta mandiri atau PBPU yang berjumlah 32 juta jiwa hanya sekitar 50 persen. Menurut pandangan penulis, pemerintah seharusnya tak perlu mengeluarkan inpres. 

Sebab, pengenaan sanksi sudah diatur dalam PP Nomor 86 Tahun 2013 dimana terdapat 5 sanksi yakni, tidak mendapatkan pelayanan publik pada perizinan terkait usaha, izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan tenaga kerja asing, izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh atau Izin Mendirikan Bangunan(IMB). 

Aturan tersebut tinggal dijalankan dan masyarakat yang belum mendaftar ke JKN-KIS paling lambat 1 januari 2019 akan dikenakan sanksi tidak dapat mengakses layanan publik. Jika pemerintah ingin memastikan peserta BPJS Kesehatan membayar iuran secara rutin, maka pemerintah perlu mengatur syarat administrative dalam inpres. 

Di samping itu penerbitan inpres tersebut merupakan bentuk maladministrasi. Sebab akan melanggar hak konstitusional warga. Menurut penulis, undang-undang Nomor 24 Tahun 201 tentang BPJS hanya mengatur sanksi bagi masyarakat yang tidak mendaftarkan diri atau tidak bersedia memberikan data diri maupun keluar. Tidak ada ketentuan sanksi bagi mereka yang menunggak iuran.

       Sehingga pemberlakuan sanksi bagi para penunggak BPJS ini tidak memiliki landasan hukum. UU BPJS maupun peraturan Presiden Nomor Tahun 2013 yang mengatur sanksi bagi masyarakat yang tidak mendaftar BPJS tidak mengatur hal ini dimana regulasi yang mengatur sanksi bagi peserta BPJS kesehatan yang menunggak bayar iuran dalam bentuk instruksi Presiden(inpres) yang dimana aturan tersebut peserta yang menunggak membayar iuran akan dipersulit mengakses kebijakan publik, seperti pembuatan dan perpanjangan SIM hingga pengajuan kredit peruahan rakyat. Iuran BPJS pun tidak bisa disamakan dengan pajak yang menerapkan sanksi bagi para penunggak. Oleh karena itu pemerintah seharusnya menggunakan system syarat administrasi kepada para penunggak iuran BPJS, bukan berupa sanksi karena syarat administrative bagi penunggak iuran BPJS bisa diberlakukan pada pelayanan publik yang relevan.

      Selain itu rencana pemerintah memberikan sanksi terhadap peserta mandiri penunggak iuran BPJS kesehatan kurang tepat. Sanksi paling tepat terhadap penunggak iuran BPJSadalah tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan juga, sebab menunggak iuran BPJS kesehatan merupakan bentuk wanprestasi. Namun, penunggak tidak bisa dikenakan sanksi yang tidak memiliki relasi dengan produk ataupun layanan BPJS kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun