Mohon tunggu...
Dinda Nurbaiti
Dinda Nurbaiti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Polbangtan Medan

Saya merupakan mahasiswa semester 7 politeknik pembangunan pertanian medan (polbangtan) saat ini saya sedang menjalani studi teknologi publikasi penyuluh pertanian yang di bimbing oleh ibu Dr Liza Devita S.Si., M.Si dan juga ibu Yusra Muharami Lestari M.P platform ini di maksud kan untuk memenuhi standart pembelajaran yang ada di polteknik pembangunan pertanian medan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menyeimbangkan Kenaikan Harga Minyak dan Penurunan Harga Kelapa Sawit, Tantangan dan Solusi Untuk Petani Kecil

21 Oktober 2024   22:30 Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:10 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia merupakan negara agraris dan produsen kelapa sawit terbesar di dunia saat ini. Menghadapi tantangan besar tentang ketidakseimbangan harga bahan baku minyak mentah dan kelapa sawit. Harga bahan baku minyak di pasar global sering kali tidak di ikuti dengan harga sawit petani. Dampaknya bagi petani sawit kecil yang menggantungkan hidup mereka dari komoditas ini.

 
Penyebab utamanya dalah tidak seimbangnya harga minyak mentah di pasar global dan juga sawit dari petani. Minyak mentah adalah komoditas global yang harganya sangat dipengaruhi oleh geopolitik, produksi OPEC, kebijakan energi negara-negara besar seperti Amerika Setiap kali terjadi krisis di Timur Tengah atau ketegangan politik di kawasan penghasil minyak, harga minyak mentah cenderung melonjak. Hal ini berdampak langsung pada biaya produksi energi dan bahan bakar di seluruh dunia.
 
Sebaliknya, harga kelapa sawit sering kali fluktuatif dan dipengaruhi oleh permintaan pasar internasional, kebijakan dagang global, serta preferensi konsumen terhadap produk nabati yang berkelanjutan. Di pasar global, kelapa sawit menghadapi persaingan ketat dengan minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari, yang sering kali membuat harga sawit jatuh ketika permintaan terhadap produk alternatif meningkat. Selain itu, adanya tekanan dari negara-negara Barat terkait keberlanjutan dan dampak lingkungan dari industri kelapa sawit turut memengaruhi harga di pasar internasional.
 
Salah satu kebijakan utama yang diharapkan mampu menyerap produksi kelapa sawit dalam negeri dan menjaga kestabilan harga adalah mandatori biodiesel. Kebijakan ini diatur melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang bertugas menghimpun dan menggunakan dana kelapa sawit untuk berbagai keperluan, termasuk subsidi harga biodiesel. Berdasarkan Perpres No. 66 Tahun 2018, salah satu penggunaan dana BPDPKS adalah untuk menutup selisih harga antara biodiesel berbahan baku kelapa sawit dan bahan bakar minyak (solar). Dengan subsidi ini, pemerintah berusaha meningkatkan penggunaan biodiesel di dalam negeri, yang pada akhirnya diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil dan sekaligus menyerap lebih banyak produksi kelapa sawit.
 
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan biodiesel ini lebih banyak menguntungkan perusahaan besar dibandingkan petani kecil. Sebagian besar dana BPDPKS dialokasikan untuk subsidi biodiesel yang diproduksi oleh perusahaan besar, sementara petani kecil sering kali tidak merasakan dampak langsung dari kebijakan ini. Meskipun program ini meningkatkan permintaan sawit untuk keperluan biodiesel, harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani sering kali tetap rendah karena petani tidak memiliki akses langsung ke pasar biodiesel.
 
Salah satu penyebab utama dari ketidakseimbangan harga ini adalah adanya overproduksi kelapa sawit. Di Indonesia, luas perkebunan sawit terus bertambah, tetapi permintaan global terhadap minyak sawit tidak selalu sejalan dengan peningkatan produksi ini. Ketika produksi melampaui permintaan, harga otomatis akan turun. Hal ini diperparah oleh kenyataan bahwa sektor kelapa sawit Indonesia belum sepenuhnya terdiversifikasi. Mayoritas produk sawit masih dijual dalam bentuk mentah, dengan nilai tambah yang rendah. Padahal, pengembangan produk turunan seperti oleokimia atau produk pangan berbasis sawit dapat meningkatkan nilai jual sawit dan menyerap kelebihan produksi.
 
Selain itu, infrastruktur distribusi yang tidak merata dan akses pasar yang terbatas bagi petani kecil menjadi kendala besar. Banyak petani di daerah terpencil kesulitan menjual TBS mereka dengan harga yang layak karena biaya transportasi yang tinggi dan dominasi tengkulak. Kondisi ini membuat petani kecil sangat rentan terhadap fluktuasi harga global.
 
Sesuai dengan amanat Perpres No. 66 Tahun 2018, dana BPDPKS seharusnya digunakan tidak hanya untuk mendukung program biodiesel, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit melalui pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, serta peremajaan perkebunan. Peremajaan kebun sawit, misalnya, merupakan program penting untuk memastikan bahwa produksi sawit tetap efisien dan berkelanjutan. Tanpa peremajaan yang memadai, produktivitas kebun sawit akan menurun, yang pada akhirnya berkontribusi pada penurunan harga sawit di tingkat petani.
 
Namun, masalah yang muncul adalah implementasi program-program BPDPKS yang belum merata dan cenderung lebih berfokus pada kepentingan industri besar. Peremajaan kebun sawit, misalnya, sering kali hanya menyentuh kelompok-kelompok tertentu, sementara banyak petani kecil tidak mendapatkan akses yang sama. Padahal, mereka adalah pihak yang paling terdampak oleh penurunan harga. Berikut beberapa saran ynag bisa di lakukan untuk membantu mensejahterakan petani kecil kelapa sawit
 
1.Pemerataan Manfaat Kebijakan Biodiesel: Pemerintah harus memastikan bahwa manfaat dari kebijakan biodiesel dapat dirasakan oleh seluruh pelaku di industri kelapa sawit, terutama petani kecil. Salah satunya dengan memperluas akses pasar bagi petani untuk terlibat dalam rantai pasokan biodiesel.
2.Diversifikasi Produk: Pemerintah dan sektor swasta harus berkolaborasi untuk mengembangkan produk turunan sawit dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Ini bisa melibatkan pengembangan industri hilir berbasis sawit, seperti oleokimia, kosmetik, atau bahan pangan berbasis sawit yang dapat meningkatkan daya saing produk sawit di pasar global.
3.Perbaikan Infrastruktur dan Akses Pasar: Peningkatan infrastruktur distribusi dan akses pasar bagi petani kecil perlu menjadi prioritas. Pemerintah dapat berperan dengan menyediakan fasilitas transportasi yang lebih baik serta mengurangi dominasi tengkulak dalam rantai pasok.
4.Penguatan Dana BPDPKS untuk Petani Kecil: Dana BPDPKS perlu dialokasikan lebih banyak untuk program-program yang langsung menyentuh kebutuhan petani kecil, seperti peremajaan kebun, penyediaan bibit unggul, dan akses teknologi pertanian yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun