Mohon tunggu...
Dinda Salwa
Dinda Salwa Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Adab dan Ilmu: Kunci Profesionalisme dalam Retorika Berdakwah

25 Juni 2024   19:15 Diperbarui: 25 Juni 2024   19:16 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar:pribadi

Syamsul Yakin  dan Dinda Salwa Salsabila
Dosen Retorika Dakwah dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta  

Ilmu dakwah dan retorika semestinya dikembangkan secara netral, berlandaskan ilmu pengetahuan saja, tanpa dipengaruhi  faktor eksternal seperti adab. Tetapi, dalam prakteknya, adab tidak bisa dilepaskan dari ilmu dakwah dan retorika. Kedua ilmu ini harus memperhatikan kebenaran dan dampak yang dihasilkan, sehingga adab yang berasal dari ajaran agama dan budaya tetap berperan penting.

Ilmu dalam retorika dakwah bukan sekadar untuk ilmu sendiri, tetapi untuk kebaikan dan memudahkan kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, adab harus dipadukan dengan ilmu.

Retorika dakwah bukan hanya tentang bagaimana berdakwah secara efektif dan menarik, tetapi juga tentang kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang baik. Retorika awalnya merupakan bagian dari budaya yang berkembang menjadi seni bertutur, kemudian menjadi pengetahuan, dan akhirnya diakui sebagai ilmu. Pada puncaknya, retorika harus diikat oleh adab.

Dakwah juga berawal dari ajaran agama yang kemudian berkembang menjadi pengetahuan berdasarkan pengalaman, dan akhirnya menjadi ilmu dakwah yang harus dilandasi oleh adab. Dalam berdakwah, dai harus menunjukkan kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang baik.

Menggabungkan adab dan ilmu dalam retorika dakwah memiliki dua implikasi. Pertama, menghilangkan komodifikasi dakwah, di mana dakwah tidak boleh dijadikan sebagai barang dagangan. Dai yang berilmu dan beradab menolak komodifikasi dakwah. Dai tidak boleh mencari nafkah dari dakwah, meskipun mereka boleh mendakwahkan tentang bisnis. Dai harus fokus pada menghidupkan dakwah, bukan mencari nafkah dari dakwah.

Kedua, menggabungkan adab dan ilmu dalam retorika dakwah membuat dai menjadi profesional yang sesungguhnya. Profesionalisme bukan tentang ketenaran atau harus dibayar, tetapi tentang memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah. Dai bisa bekerja di bidang apa saja tanpa meninggalkan profesionalisme dalam dakwah. Seorang dai profesional adalah yang memahami dan mengamalkan apa yang dikatakannya berdasarkan adab dan ilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun