Mohon tunggu...
Dinda Salsabila karim
Dinda Salsabila karim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

saya adalah mahasiswi universitas airlangga prodi administrasi publik saya suka menulis novel dan beberapa hobi saya lainnya saya suka memasak saya suka dengan keindahan alam maka itu saya suka travelling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Efektivitas kebijakan publik dalam mengatasi kemacetan kota

12 Desember 2024   08:16 Diperbarui: 12 Desember 2024   08:16 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PUBLIK DALAM MENGATASI
KEMACETAN DI PERKOTAAN
Dinda Salsabila Aisyah Karim (172241129)
Kemacetan lalu lintas menjadi tantangan yang signifikan bagi kota-kota besar,
terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan populasi dan
urbanisasi yang pesat, jumlah kendaraan bermotor terus meningkat, sementara infrastruktur
jalan sering kali tidak mampu mengikuti laju pertumbuhan tersebut. Kemacetan
menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, seperti waktu produktif yang terbuang,
peningkatan biaya transportasi, dan konsumsi bahan bakar yang lebih tinggi. Selain itu,
masalah ini juga berdampak pada kesehatan masyarakat akibat peningkatan polusi udara dan
stres. Dalam konteks ini, pemerintah di berbagai negara, termasuk Indonesia, telah
menerapkan berbagai kebijakan publik untuk mengurangi kemacetan. Namun, efektivitas
kebijakan-kebijakan tersebut sering kali menjadi perdebatan, karena hasilnya yang beragam
dan tergantung pada berbagai faktor, seperti perencanaan, implementasi, serta tingkat
dukungan masyarakat.
Efektivitas kebijakan publik dalam mengatasi kemacetan merupakan hasil dari
interaksi kompleks berbagai faktor, mulai dari perencanaan yang matang hingga
implementasi di lapangan. Salah satu kebijakan yang sering menjadi rujukan adalah
Electronic Road Pricing (ERP) di Singapura. Kebijakan ini menggunakan teknologi canggih
untuk mengelola lalu lintas secara real-time, di mana pengendara dikenakan tarif saat
melewati zona tertentu pada jam sibuk. Keberhasilan ERP di Singapura tidak terlepas dari
dukungan sistem transportasi umum yang efisien, seperti MRT (Mass Rapid Transit) dan
jaringan bus yang luas. Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan terintegrasi, di mana
pembatasan kendaraan pribadi disertai dengan alternatif transportasi umum yang nyaman dan
terjangkau, sehingga masyarakat memiliki pilihan rasional untuk mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi (Choocharukul & Fujii, 2020).
Namun, implementasi kebijakan serupa di kota-kota berkembang seperti Jakarta
menghadapi tantangan yang berbeda. Infrastruktur jalan yang belum memadai serta
kurangnya koordinasi antar-lembaga menjadi hambatan utama. Misalnya, kebijakan
ganjil-genap di Jakarta yang bertujuan mengurangi volume kendaraan di jalan utama sering
kali hanya memberikan dampak sementara. Kebijakan ini tidak disertai dengan peningkatan
signifikan dalam kualitas dan kuantitas transportasi umum, sehingga masyarakat tetap
bergantung pada kendaraan pribadi. Selain itu, resistensi masyarakat terhadap kebijakan ini
cukup tinggi, terutama di kalangan pengguna yang merasa kebijakan tersebut membebani
tanpa memberikan solusi nyata untuk mobilitas mereka (Wahyudi et al., 2021). Oleh karena
itu, pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan peningkatan edukasi publik menjadi
langkah penting untuk meningkatkan keberhasilan kebijakan ini.
Pengaturan waktu kerja fleksibel dan kerja jarak jauh juga mulai diterapkan sebagai
solusi inovatif untuk mengatasi kemacetan. Selama pandemi COVID-19, kebijakan ini
terbukti mampu mengurangi kepadatan lalu lintas secara signifikan, terutama pada jam-jam
sibuk. Kebijakan fleksibilitas waktu kerja memberikan pekerja opsi untuk memilih jam kerja
di luar jam sibuk, sehingga distribusi perjalanan lebih merata sepanjang hari. Selain itu, kerja
jarak jauh memungkinkan pekerja untuk menyelesaikan tugas tanpa perlu bepergian ke
kantor. Studi menunjukkan bahwa kebijakan ini tidak hanya efektif dalam mengurangi lalu
lintas tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan
memberikan fleksibilitas waktu yang lebih besar (Dashraath et al., 2020). Namun,
keberhasilan kebijakan ini memerlukan dukungan infrastruktur teknologi, seperti akses
internet yang stabil dan perangkat kerja jarak jauh yang memadai. Tantangan lainnya adalah
mengubah budaya kerja tradisional yang masih mengutamakan kehadiran fisik di tempat
kerja.
Selain itu, pengalaman dari kota-kota maju seperti London dan Tokyo menyoroti
pentingnya investasi jangka panjang dalam pengembangan transportasi umum. Kota London,
misalnya, telah berhasil mengintegrasikan berbagai moda transportasi, seperti kereta bawah
tanah, bus, dan sepeda, untuk memberikan masyarakat opsi mobilitas yang beragam.
Investasi besar-besaran dalam transportasi umum juga membantu mengurangi ketergantungan
masyarakat pada kendaraan pribadi, yang pada akhirnya mengurangi kemacetan. Namun,
penerapan kebijakan serupa di kota-kota berkembang membutuhkan perencanaan yang
matang dan sumber daya yang memadai. Hal ini mencakup pendanaan, pengelolaan proyek,
serta memastikan bahwa transportasi umum dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat
(Litman, 2022).
Kesimpulan dan Saran
efektivitas kebijakan publik dalam mengatasi kemacetan bergantung pada pendekatan yang
terintegrasi dan kontekstual sesuai dengan karakteristik setiap wilayah. Kebijakan berbasis
teknologi seperti ERP di Singapura menunjukkan hasil yang positif dengan dukungan
transportasi umum yang andal dan aksesibilitas yang tinggi. Namun, di kota-kota
berkembang seperti Jakarta, keterbatasan infrastruktur dan koordinasi antar-lembaga menjadi
kendala signifikan, sehingga pembaruan sistem transportasi umum dan pelibatan masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan sangat diperlukan. Selain itu, kebijakan inovatif seperti
pengaturan waktu kerja fleksibel dan kerja jarak jauh memiliki potensi besar untuk
mengurangi kemacetan, tetapi implementasinya membutuhkan dukungan teknologi yang
memadai dan perubahan budaya kerja yang lebih fleksibel.
Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan ini, diperlukan komitmen pemerintah
dalam mengalokasikan anggaran yang cukup untuk pembangunan infrastruktur transportasi
yang berkelanjutan. Edukasi publik juga harus ditingkatkan guna mengubah pola pikir
masyarakat agar lebih mendukung kebijakan yang pro-lingkungan dan ramah mobilitas.
Kerja sama antara sektor pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam
menciptakan solusi jangka panjang yang mampu mengatasi permasalahan kemacetan dan
mendorong mobilitas perkotaan yang lebih efisien serta inklusif.
Daftar Pustaka
Choocharukul, K., & Fujii, S. (2020). Transportation Demand Management and Policy:
Strategies for Reducing Traffic Congestion. Journal of Transport Policy.
Dashraath, P., et al. (2020). Urban Congestion: Policy Analysis and Urban Dynamics. Urban
Studies Journal.
Litman, T. (2022). Public Transit Management and Urban Mobility. Victoria Transport
Policy Institute.
Rodrigue, J.-P. (2020). The Geography of Urban Transportation. Routledge.
Wahyudi, A., et al. (2021). Efektivitas Kebijakan Ganjil-Genap di Jakarta: Studi Kasus
Kemacetan Lalu Lintas. Journal of Regional Development and Planning.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun