Mohon tunggu...
Dinda Rahmania
Dinda Rahmania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa prodi Bimbingan dan Konseling

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pentingnya Empati dalam Mendukung Kesehatan Mental

6 Januari 2025   18:56 Diperbarui: 6 Januari 2025   18:56 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesehatan bagi manusia menjadi hal yang begitu penting untuk mendapatkan perhatian yang khusus dan perlu di jaga dengan sebaik mungkin. Kesehatan dapat mencapai kondisi yang harmonis meliputi fisik, mental, dan sosial. Dilansir dari WHO, sehat merupakan kondisi di mana adanya kelengkapan dari fisik, mental, hingga kesejahteraan sosial, serta tidak adanya kelemahan maupun penyakit yang dimiliki. Di era seperti saat ini, kesehatan mental sudah tidak menjadi kalimat yang asing lagi di telinga, namun bukan berarti semua orang memahami apa yang dimaksud dengan mental yang sehat.  Kesehatan mental berkaitan dengan beberapa hal, antara lain yang pertama, bagaimana seseorang dapat merasa, berpikir, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Kedua, bagaimana seseorang melihat dan memiliki pandangan terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Ketiga, bagaimana seseorang dapat mengambil alternatif keputusan terhadap kondisi yang dihadapi, serta dapat mengevaluasi berbagai solusi yang telah diambilnya. Kesehatan yang dimiliki oleh setiap individu mengalami dinamisasi yang berbeda dalam setiap perkembangannya, sehingga tidak dapat disamaratakan hingga membuat standar tersendiri dalam menilai kesehatan mental seseorang. Kesehatan mental merujuk pada seluruh aspek perkembangan, baik dari psikis hingga fisik, meliputi upaya mengatasi stres, ketidakmampuan membuat keputusan terhadap hidupnya, hingga ketidakmampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sekitarnya. Untuk mewujudkan kesehatan mental, seseorang membutuhkan keharmonisasian dalam kehidupannya melalui terwujudnya fungsi jiwa, mampu merasakan kebahagiaan melui kemampuan yang dimilinya secara positif, dan kemampuan dalam menghadapi segala problematika kehidupan.

Zaman yang semakin maju seperti saat ini menjadikan kesehatan mental bukan lagi hal yang tabu jika dibicarakan di depan umum. Bahkan kesehatan mental bagi masyarakat dunia menjadi hal yang sangat didukung dan diusahakan. Untuk dapat menyongsong umat manusai memiliki mental yang sehat sudah dilakukan oleh berbagai hal, mulai dari webinar hingga banyaknya pamflet di media sosial yang tak gencar menyuarakan kepedulian terhadap kesehatan mental. Banyak manusia di era saat ini yang sudah memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan memiliki kepedulian pada sesama. Setiap manusia yang masih hidup di dunia ini pasti memiliki permasalahan yang perlu dihadapi setiap harinya dan setiap manusia memiliki takaran tersendiri dalam menghadapinya. Membandingkan diri sendiri dengan orang lain bukanlah menjadi standar karena mental yang dimiliki oleh setiap orang mempunyai kapasitas masing-masing. Bagi setiap manusia memiliki mental yang sehat menjadi hal yang utama. Mental yang sehat dapat menjadi pendukung dari terbentuknya kesehatan yang lain sehingga membentuk keselarasan dan keseimbangan di dalam hidupnya. Menjadi makhluk sosial membuat manusia tidak luput dari adanya interaksi dengan orang lain dalam ruang lingkup komunitas. Tak ayal di lingkungan masyarakat sering dijumpai seseorang dengan kesehatan mental yang tidak begitu baik. Banyak faktor yang dapat melatarbelakangi kesehatan mental seseorang terganggu dan tidak satu pun dari kita dapat menilai maupun menarik kesimpulan atas apa yang terjadi pada orang lain. Hidup bermasyarakat terkadang tidak semuanya memiliki rasa senang yang sama karena setiap manusia memiliki pola pikir tersendiri dan tidak sama dengan orang lain, memiliki cara sendiri dalam memperlakukan orang lain, hingga memiliki cara sendiri dalam menyesuaikan diri berinteraski dengan orang lain.

Dalam interaksi antar pribadi di lingkungan masyarakat diperlukan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan orang lain yang memiliki sikap berbeda setiap individu. Menjadi mahkluk sosial yang berhubungan dengan masyarakat luas membutuhkan adanya rasa emapti yang ada pada diri kita sendiri. Hidup di masyarakat luas dengan beragam karakteristik manusia, di situ rasa empati kita terhadap orang lain akan di uji. Berbagai karakter setiap individu yang berbeda dan tidak semua individu cocok dengan karakter yang ada dalam diri orang lain. Ketidakcocokan dengan orang lain yang terlalu berlebih hingga membawa rasa stres terhadap diri sendiri, hal ini dapat memungkinkan kesehatan mental yang kita miliki terganggu. Untuk itu diperlukan kecerdasan manusia dalam berempati terhadap sesama. Empati merupakan perasaan dimana seseorang dapat memahami dan mengeerti cara orang lain berpikir, merasa, dan bertindak. Empati tumbuh dari dalam hati setiap individu, namun tidak semua orang dapat menunjukkan empatinya dengan mudah, banyak orang yang enggan menunjukkan rasa empatinya hanya karena alasan gengsi. Gengsi menunjukkan perasaan empatinya dengan orang yang tidak terlalu dekat, bahkan sudah berpikiran kemana mana jika dia menunjukkan bentuk emaptinya pada orang lain. Memahami apa yang orang lain lakukan biasanya terkesan tidak mudah, apa lagi memhamai orang yang memiliki karakteristik kepribadiaan berbeda dengan dirisendiri.

Bila empati dalam masyarakat dikaitkan dengan kesehatan mental manusia keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dan saling terhubung antara satu dengan yang lain. Banyak dijumpai seseorang dengan kesehatan mental yang kurang baik biasanya terjadi karena kurangnya dukungan sosial pada orang tersebut. Di kehidupan yang sekarang tidak jarang banyak orang yang hidup dengan individualis. Banyak sekali alasan dibalik itu, entah karena orang itu enggan berinteraksi lama-lama dengan orang banyak, juga karena kesibukan yang dimilikinya sehingga dia tidak memiliki waktu yang cukup untuk sekedar berbincang dengan orang di sekitarnya, serta merasa tidak ada orang lain yang memahami apa yang dia inginkan dan berpikir bahwa hanya dia yang memahami dirinya sendiri. Seseorang yang berpikir demikian pasti memiliki sautu alasan. Dukungan sosial yang ditujukan pada orang lain bukanlah suatu hal yang sulit untuk dilakukan. Terkadang kita hanya hadir untuk mendengarkan cerita orang lain yang sedang berkeluh kesah, meskipun tidak memberikan solusi dari apa yang dia ceritakan. Bentuk kehadiran di sana, mendengarkan seseorang bercerita, dan berusaha memahami jika berada di posisi orang itu. Dengan begitu setidaknya kita dapat hadir agar dia tidak berpikir dirinya sendirian di dunia ini atau tidak ada orang lain yang mengerti. Dengan bentuk empati, seseorang dapat menerima perasaan orang lain sehingga dapat membangun hubungan sosial yang positif antar keduanya,  membawa peningkatan kebahagiaan satu sama lain, dan dapat meminimalisasi rasa kesepiaan. Dengan berempati pada orang lain dapat menumbuhkan rasa syukur pada diri kita untuk dapat melihat lebih luas lagi kehidupan orang lain di luar sana, meningkatkan rasa syukur terhadap apa yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan emosional.

Berempati pada orang lain sangat dibutuhkan dalam hubungan interperosnal. Akan tetapi empati terhadap orang lain juga membutuhkan batasan, perlu diperhatikan untuk memberikan empati hanya sewajarnya dan tidak berebihan. Menjaga batasan emosional dengan orang lain dibutuhkan agar diri sendiri tetap menjadi prioritas utama sebelum berempati pada orang lain. Ketika seseorang sudah terbiasa membantu dan menunjukan empatinya, tidak jarang pula orang lain akan menyalahgunakan bentuk empati yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu dibutuhkan adanya batasan emosional dalam berempati di lingkungan masyarakat luas. Menjadi "people pleaser" istilah yang digunakan untuk menunjukkan seseorang yang kesulitan dalam mengatakan tidak. Jika ini terus berlangsung hingga mengganggu emosional yang ada pada diri sendiri, tidak menutup kemungkinan akan mengalami tekanan karena enggan untuk memberikan penolakan pada orang lain. Untuk itu, bijaklah dalam memberikan rasa empati pada orang lain, banyak orang yang tidak menyadari bahwa rasa empati itu adalah suatu hal yang mudah dan membawa dampak positif bagi orang lain, namun juga perlu disadari bahwa empati terhadap diri sendiri juga menjadi prioritas utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun