Kampanye 2018 tak terhindarkan dari isu korupsi. Adapun tindak pidana korupsi yang dilakukan cenderung merupakan tindak pidana korupsi politik. Korupsi politik dari sudut kelembagaan adalah upaya publik  formal  untuk memperoleh uang atau kekayaan pribadi (perseorangan, kerabat, dan kelompok swasta) dengan cara yang melanggar aturan mereka yang berada dalam posisi berpengaruh tertentu. Alasan pemilih memilih politisi korup adalah karena pemilih sering mencari hal yang lebih berguna untuk  memenuhi semua kebutuhan mereka, dan faksionisme dalam sistem kepartaian yang lemah dikoordinasikan oleh perwakilan pemilu. Mereka yang menentangnya merusak kebijakan representasi pemilih ini.
Persaingan sengit untuk mengisi kursi eksekutif di pemerintahan dan legislasi seringkali tak pelak menimbulkan berbagai masalah. Masalah serius yang dihadapi dalam pemilu adalah permainan anggaran, penerbitan izin usaha, dari jual beli jabatan hingga suap, korupsi hingga memenangkan sengketa. Pilkada. Banyak kasus yang ditangani lembaga penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan  Korupsi (KPK), terkait dengan masalah pemilu. Mulai dari penerbitan izin usaha, posisi jual beli,  suap untuk memenangkan sengketa pemilu, hingga  Hakim Konstitusi.
Korupsi sendiri merupakan  penyakit berbahaya yang menyerang dan meruntuhkan seluruh struktur pemerintahan  dan bangsa, termasuk struktur budaya,  politik dan ekonomi masyarakat. Fungsi pemerintah yang penting.
Menurut saya korupsi politik merupakan salah satu penyakit yang menjadi hal lumrah dan biasa oleh para seluruh calon politisi yang ingin mencalonkan diri. Penyakit buruk ini menurut saya tentu saja masuk dalam tindak kejahatan. Hal seperti ini tampa disadari sudah menjadi budaya setiap terselenggaranya Pemilu. Politik tersebar luas, sistematis dan  semakin kompleks. Karena itu,  mengacu pada pendapat Syed Husein Alatas Indonesia, saat ini dalam masa korupsi yang merajalela.
Alasan pemilih memilih politisi korup adalah karena mayoritas pemilih, secara keliru percaya bahwa tujuan  korupsi adalah untuk melayani kepentingan penting atau  kesejahteraan mereka untuk memenuhi semua kebutuhan. Secara diam-diam membujuk atau menekan pemilih  untuk memilih kandidat tertentu. Fraksi dalam sistem kepartaian yang lemah menghambat kemampuan perwakilan pemilu untuk merumuskan kebijakan yang bertentangan dengan pembentukan, koordinasi, dan pengurangan kebijakan kesejahteraan sosial pemilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H