Sejak pandemi virus corona ini merebak, banyak hal yang berubah dari kebiasaan sehari-hari hingga kebiasaan aktivitas dengan label new normal.Â
Perubahan ini bisa dibilang begitu drastis hingga sebagian orang yang sedikit 'tertinggal' harus berusaha mengejar paling tidak sejajar dengan mereka yang sudah dulu 'maju'.Â
Di dunia pendidikan di sekolah yang notabene adalah salah satu institusi formal yang mana proses belajar mengajar ini terjadi, harus ikut beradaptasi dengan situasi 'new normal'. New normal mengharuskan para siswa dan guru harus melek teknologi karena proses belajar mengajar terjadi hampir 80-90% secara daring.Â
Tapi apakah hanya guru, dan murid? tentu tidak, mereka yang terlibat dalam proses belajar mengajar baik itu guru, kepala sekolah, bahkan staff administrasi wajib melek teknologi agar kegiatan pendidikan berjalan lancar.Â
Lantas bagaimana kita menyikapi pembelajaran itu sendiri sementara banyak orang yang sibuk memilih pembelajaran tatap muka atau pembelajaran tatap 'layar'?
Siapkah dengan Segala Risiko.
Setiap keputusan yang diambil pasti memiliki risikonya sendiri-sendiri. Pembelajaran dengan tatap muka memiliki risiko yang besar terhadap meluasnya pandemi covid-19. Utamanya bagi anak-anak dibawah 18 tahun dan yang belum mendapatkan vaksin.Â
Belum lagi adanya kekhawatiran terhadap mereka yang berstatus OTG (orang tanpa gejala). Pemerintah harus mematangkan rencana pembelajaran tatap muka dengan meminimalisir risiko atau dengan management risiko yang baik.Â
Kabar baiknya dengan adanya rencana ini adalah siswa bisa berinteraksi dengan teman sebaya yang mampu meningkatkan proses sosialisasi. Tentu saja proses ini dilakukan secara terbatas dengan menerapkan segala aturan demi menjaga kesehatan.
Bagaimana dengan pembelajaran tatap layar? Metode ini pun memiliki risiko dimana mereka menjadi terbatas dalam mengembangkan proses sosialisasi, utamanya anak-anak yang sedang dalam masa perkembangan.Â
Tatap layar pun berisiko menjadikan anak kurang fokus karena banyaknya distraksi yang dilakukan ketika melakukan pembelajaran jarak jauh. Kabar baiknya adalah metode ini justru meminimalisir penyebaran covid-19 yang mungkin memunculkan klaster sekolah. Lalu pertanyaannya seberapa siap masyarakat terhadap kondisi ini?