kita yang sering merasa galau dan tidak berharga, sebenarnya kita sedang mengutuk diri sendiri atas ketidakmampuan diri. Apakah aku pantas dengan dia, apakah aku tidak pantas begitu dan begitu, apakah aku layak dicintai, dan apakah yang lain. Perasaan itu lumrah karena kita manusia, tapi jangan terus menerus merasa seperti itu.Â
Bukannya menjadikanmu pribadi yang baik justru menjadikanmu terpuruk. Jika sebagian dari dirimu merasakan ini, coba resapi buku yang berjudul how to respect my self karya Yoon Hong Gyun. Buku ini bisa dibilang menjadi sebuah terapi bagi yang merasa kurang berharga.
Harga Diri Bukan Dicari Tapi Dibangun.
Kita seringkali mencari cara Instan untuk mencari harga diri, cara paling cepat lewat pengakuan. Namun apakah hal itu efektif menciptakan harga diri? Tidak, mungkin efektif untuk jangka pendek tapi tidak untuk jangka panjang. Pada kenyataannya, harga diri itu bukan terletak dari bagaimana orang lain memandang diri kita tapi justru dari bagaimana kita memandang diri kita sendiri.Â
Kesalahpahaman datang karena manusia membutuhkan pengakuan untuk menunjukkan eksistensinya. Akibat keinginan itu membuat seseorang bergantung dan terlena sehingga ia selalu membutuhkan pengakuan untuk menciptakan harga diri. Ketika pengakuan itu baik, kita berbangga. Ketika pengakuannya buruk kita jadi merendahkan diri. Â Kita tidak bisa menjadikan pengakuan seseorang yang begitu subyektif sebagai patokan nilai diri.Â
Anggaplah pandangan orang lain adalah nilai 'tambah' bagi kita entah nilai tambah untuk perbaikan diri atau nilai tambah kebaikan diri. Untuk bisa mencapai hal itu, yang paling penting adalah kita belajar untuk mengatasi luka, trauma, hambatan kepercayaan diri, atau kritik yang bersifat negatif kepada diri sendiri yang pada akhirnya membentuk lingkaran setan. Perbaikan harga diri bukan dicari dari orang lain melaikan dengan dibangun oleh diri sendiri melalui serangkaian proses. Maka cintailah proses itu.
orang-orang yang berfokus pada proses akan bisa fokus pada ‘aku saat ini’. Walaupun hasilnya kurang bagus, luka yang dirasakan akan sedikit karena mereka telah melakukan yang terbaik setiap harinya. Kalaupun tidak lolos ujian, masih tersisa rasa puas atas proses yang luar biasa. Harga diri adalah jawaban atas ‘seberapa senang kita dengan diri kita.’…
How to respect myself hal 76-77
Kenali Emosi Dan Mindset Dengan Menggali
Sebagian besar orang pada umumnya cenderung menutupi atau melebih-lebihkan kondisi emosi yang mereka rasakan. Alasannya cukup sederana, karena takut akan pandangan orang lain pada umumnya sedikit melebihkan atau menutupi kondisi emosi yang mereka rasakan.Â
Kenapa? karena mereka takut pandangan orang lain. Contonya ketika teman mengatakan wajah kita seperti monyet, kita cencerung menganggap itu candaan semata walaupun hati kita terasa tersinggung. Kita bisa saja mengatakan bahwa kita tersinggung, karena takut dianggap baper kita membiarkan teman kita mengatakan hal yang menjurus pada body shaming.
Apapun yang kita rasakan coba kenali emosi yang hadir entah dengan mencatatnya dalam buku harian atau mengiyakan dalam hati, kemudian coba untuk mengolahnya dan memperbaiki mindset yang secara sadar mengakui bahwa kita sedang merasa terluka, bahagia, atau tersinggung. Cara itu bisa membuat kita lebih mengenali emosi yang hadir dan tidak buru-buru untuk menghakimi diri sendiri karena emosi itu bersifat manusiawi.Â
Orang yang memiliki harga diri yang rendah kebanyakan adalah orang-orang yang masih memegang luka masa lalu mereka, dan menolak menerima emosi yang ada dalam diri. Berilah label pada setiap luka masa lalu itu seperti rasa sakit hati, sedih, kecewa, bahagia, puas dan lainnya. Kita bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa luka dan emosi itu adalah masa lalu yang tidak bisa berubah lagi dan suatu hal yang wajar jika memilikinya.Â
Dengan menulis jurnal atau bahasa kerennya diary, kita bisa mengenali segala perasaan yang muncul, kapan kejadiannya, bagaimana terjadinya sehingga memudahkan kita mengklasifikasikan penyebab emosi tersebut baik saat ini ataupun saat di masa lalu.Â
Pengategorian ini memudahkan diri sendiri untuk memasukkan emosi itu ke ranah logika sehingga masalah yang sedang kita hadapi bisa terselesaikan serta meringankan emosi yang ada dalam diri. Selain itu kita perlu membaca kembali jurnal yang ditulis itu untuk melihat betapa manusiawi emosi kita karena ternyata emosi bisa terjadi setiap saat dan intensitasnya kadang naik turun.
Citra diri yang sehat bukan dicari dari orang lain melainkan dibangun atas kesadaran diri. Sudah adakah yang membaca buku ini atau bahkan menerapkannya?