Mohon tunggu...
Dinda Puspita Hervira
Dinda Puspita Hervira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polemik Kampanye LGBT di Piala Dunia 2022 Qatar pada Akun X-Twitter @FaktaSepakbola

24 September 2023   14:12 Diperbarui: 24 September 2023   14:18 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Simon Stacpoole/Offside via Getty Images file 

Sebagian besar kontra yang diberikan pada kolom komentar berbasis pada aturan dan hukum dalam Islam yang melarang segala bentuk praktek LGBT. Sedangkan, komentar yang mendukung kampanye LGBT di Piala Dunia Qatar cenderung menggunakan alasan hak asasi manusia dan anti diskriminasi pada kaum minoritas. Hal ini juga dapat ditemui dalam postingan lain dengan pembahasan isu yang sama. Lebih banyaknya pertentangan terhadap kampanye LGBT di Indonesia wajar terjadi, mengingat Indonesia merupakan negara dengan penganut Islam terbesar di dunia.

Di sisi lain, surat kabar negara-negara barat terus menggencarkan pemberitaan dengan titik fokus meminta Qatar melunakkan regulasi terkait kampanye ‘One Love’ di dalam Piala Dunia 2022. Mereka menganggap bahwa pelarangan tersebut bersifat politik dan tidak memiliki kesinambungan dengan turnamen olahraga sepak bola. Protes juga disuarakan oleh aktivis LGBT di depan Museum FIFA yang terletak di Zurich, Swiss. Permasalahan semakin rumit dengan tercetusnya opini dari Ambassador Piala Dunia sekaligus pemain timnas Qatar, Khalid Salman, yang mengatakan bahwa LGBT adalah kerusakan pikiran dan rohani.

Keterkaitan antara kampanye LGBT di Piala Dunia 2022 Qatar dan politik merupakan hubungan yang kompleks. Qatar sebagai negara Islam konservatif memiliki pandangan bahwa homoseksualitas dan turunan LGBT lainnya merupakan hal ilegal dan dianggap pelanggaran hukum. Penyeruan kesetaraan kaum minoritas seperti LGBT memiliki potensi tekanan politik pada Qatar untuk membuka pandangannya terhadap isu LGBT.

Adanya perbedaan kepentingan antara Qatar sebagai tuan rumah dan masyarakat pro LGBT jika dilihat dari sudut pandang sosiologis maka akan berhubungan dengan konsep Stock of Knowledge yang dicetuskan oleh Peter Berger. Di mana pada konsep tersebut individu dibatasi oleh pengetahuan yang dimiliki, terutama jika menyangkut tentang kehidupan sehari-hari. Pengetahuan yang terbatas ini kemudian digunakan sebagai cara seseorang menghadapi permasalahan.

Masyarakat Qatar yang secara turun temurun menganut nilai dan hukum Islam maka akan memberi pertentangan dengan sesuatu yang dilarang dalam kepercayaannya, yaitu LGBT. Menurut hukum dalam Islam, LGBT merupakan hal yang tidak diperkenankan untuk dilakukan atau dukung. Di sisi lain, ada negara barat yang memiliki pandangan bahwa kebebasan manusia dalam menentukan pilihan hidupnya tidak bisa dibatasi. Perbedaan nilai budaya ini lah yang menimbulkan konflik pada Piala Dunia Qatar 2022.

C. Kesimpulan

Keberadaan LGBT sudah ada sejak abad 19 dan dianggap sebagai sebuah penyakit mental. Namun, di negara barat kini LGBT dipandang sebagai bagaimana seseorang memilih jalan hidupnya. Pandangan tersebut memiliki perbedaan dengan persepsi negara Islam konservatif seperti Indonesia dan Qatar. Di mana LGBT merupakan suatu tindakan haram untuk dilakukan dan didukung. Perbedaan pandangan ini kemudian menimbulkan isu pada perhelatan Piala Dunia Qatar 2022 lalu.

Permasalahan diawali dengan larangan penggunaan ban kapten bertuliskan ‘One Love’ yang merujuk pada dukungan terhadap komunitas LGBT dan kaum terdiskriminasi lainnya. Pelarangan tersebut merupakan kesepakatan antara Qatar sebagai tuan rumah dan FIFA sebagai penyelenggara. Namun, beberapa negara seperti Inggris dan Jerman tidak setuju. Mereka tetap bersikukuh menyuarakan kampanye LGBT, meskipun berpotensi dikenakan sanksi berupa kartu merah hingga kurungan penjara.

Perbedaan kepentingan antara Qatar, FIFA, dan aktivis LGBT berperan penting dalam konflik yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari sudut pandang teori interaksi, agenda setting, dan konsep stock of knowledge. Teori interaksi memandang tindakan tersebut sebagai pengekspresian diri. Sedangkan, pada agenda setting memfokuskan pada peran media massa dan sosial dalam menyebarluaskan berita. Terakhir, ada konsep stock of knowledge yang membuat konflik semakin memburuk dengan perbedaan nilai budaya negara barat dan Qatar.

Pada permasalahan tersebut, media massa dan media sosial memiliki peran penting untuk menyebarluaskan isu dan wadah masyarakat menyampaikan pandangannya masing-masing. Salah satu akun media sosial yang berperan menyebarluaskan adalah @FaktaSepakbola. Kolom komentar setiap postingan yang membahas terkait polemik kampanye LGBT di Piala Dunia 2022 maka akan menimbulkan pro dan kontra.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun