Mohon tunggu...
Dinda Pandu Febriana
Dinda Pandu Febriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tenang

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis dan Mengambar : Ekspresi Diri di Tengah Perubahan Usia Remaja

22 November 2024   22:09 Diperbarui: 22 November 2024   23:01 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kehidupan ini, jarum jam begitu cepat bergeser, hari berganti, masa berganti mengingatkan pada masa ketika saya mengenang masa-masa sekolah yang sudah lewat, assignment kali ini berada saat saya MTS ada satu pengalaman yang selalu membuat saya tersenyum. 

Di usia remaja, saya menemukan cara khusus mengeluarkan ekspresi perasaan saya melalui menulis

Setiap kali saya merasa bahagia, sedih, atau bingung, saya akan mengambil buku catatan yang saya buat sendiri dan mulai menulis, sampai teman saya setiap hari memberi note yang ditempelkan dimeja dengan tulisan, “jangan bercerita dan menggambar dibukumu, nanti bukunya menangis”. Bagi saya buku itu menjadi tempat mencurahkan semua yang ada di dalam hati saya.

Dalam konteks teori belajar Jerome Brunner, pengalaman bisa dijelaskan melalui tiga tahap pembelajaran : enaktif, ikonik, dan simbolik.

Pada tahap enaktif, saya belajar dengan cara langsung. Saya masih ingat bagaimana rasanya ketika pena menyentuh kertas. Setiap kali saya menulis, seolah-olah semua beban di pikiran saya perlahan-lahan terangkat. 

Menulis menjadi terapi, misalnya, saat saya mendapatkan nilai buruk di sekolah atau berdebat dengan teman, saya akan menuliskan semua perasaan itu di buku. Proses ini membantu saya merasakan kelegaan, dan saya sadar bahwa dengan menulis, saya bisa lebih memahami diri sendiri.

Seiring berjalannya waktu memasuki tahap ikonik, saya mulai menggambar dan mencorat-coret halaman buku saya. Gambar-gambar itu menjadi cara saya menggambarkan apa yang saya rasakan. 

Ketika saya merasa bahagia, halaman-halaman itu dipenuhi dengan warna-warna cerah dan senyum. Namun, saat saya merasa sedih, saya menggambar gambar-gambar kelabu dan mendayu-dayu. 

Melihat gambar-gambar itu, saya bisa merasakan kembali emosi yang saya alami. Dalam tahap ini, saya belajar bahwa kata-kata dan gambar dapat saling melengkapi, menciptakan sesuatu yang lebih dari sekadar tulisan.

Akhirnya, saya mencapai tahap simbolik. Saya mulai menyadari bahwa tulisan dan gambar saya punya makna yang lebih dalam. Buku catatan itu bukan hanya sekadar tempat untuk menulis, melainkan cermin dari diri saya. 

Setiap kalimat dan gambar menceritakan kisah saya. Kini, di usia yang sedang dipinjak dan sebagai mahasiswa, saya menyadari bahwa semua pengalaman ini membentuk cara saya berkomunikasi dan memahami diri sendiri. Menulis dan menggambar telah menjadi bagian penting dari perjalanan hidup saya. 

Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa mengekspresikan diri dengan cara yang kreatif sangatlah penting, dan setiap perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, adalah bagian dari proses belajar yang tak ternilai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun