Dalam beberapa waktu terakhir, industri kecantikan dan perawatan tubuh telah berkembang pesat, menawarkan berbagai produk untuk "mempercantik" tubuh perempuan. Dari pencerah bibir hingga pencerah ketiak, banyak produk yang tidak hanya berfungsi sebagai kosmetik, tetapi juga menciptakan kebutuhan yang sebelumnya tidak ada. Fenomena ini bukan hanya soal penampilan, tetapi juga berkaitan erat dengan konsumerisme yang berkembang pesat. Budaya patriarki yang sudah lama mengatur kehidupan sosial turut berperan dalam membentuk standar kecantikan yang sering kali tidak realistis, khususnya bagi perempuan.
 Masyarakat telah menciptakan ekspektasi tinggi terhadap penampilan fisik perempuan, yang mengarah pada peningkatan konsumsi produk kecantikan. Hal ini mendorong banyak perempuan merasa bahwa mereka harus memenuhi standar ini agar dapat diterima secara sosial. Produk-produk seperti pencerah bibir, pencerah ketiak,  dan obat diet yang lebih banyak ditujukan untuk perempuan, adalah contoh bagaimana industri menciptakan kebutuhan baru yang tidak selalu rasional. Alih-alih fokus pada kebutuhan yang lebih mendasar, seperti pola makan sehat atau perawatan tubuh yang holistik, produk-produk ini seringkali lebih menekankan pada penciptaan ketidakpuasan terhadap penampilan alami.Â
Di sisi lain, produk perawatan untuk laki-laki, meskipun semakin berkembang, tidak sebanyak yang ditawarkan kepada perempuan. Industri mulai melihat potensi pasar pria dalam kategori kecantikan dan perawatan tubuh, namun masih dalam skala yang lebih kecil. Meskipun demikian, peningkatan kesadaran pria akan pentingnya perawatan diri membawa dampak positif bagi mereka yang mulai memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan tubuh mereka. Namun, fenomena ini bisa dikaitkan dengan konsumerisme, di mana produk dijual berdasarkan kecemasan dan ketidakamanan yang sengaja dibentuk oleh industri.
 Konsumen, terutama perempuan, merasa perlu memiliki produk-produk ini agar dapat memenuhi standar kecantikan yang sering kali dipaksakan. Ketergantungan pada produk kecantikan yang berlebihan ini bisa mengalihkan perhatian dari kebutuhan dasar tubuh yang sebenarnya lebih penting, seperti pola makan yang sehat, tidur yang cukup, atau perawatan fisik yang menyeluruh. Lebih jauh lagi, konsumerisme dalam industri kecantikan berperan dalam objektifikasi tubuh perempuan, yang lebih dihargai berdasarkan penampilan daripada nilai atau kualitas lain yang lebih mendalam.Â
Sering kali, tekanan sosial ini menciptakan siklus konsumsi yang tidak berkelanjutan, dengan tujuan agar perempuan merasa "cukup" hanya ketika mereka memenuhi standar kecantikan tertentu. Hal ini, pada gilirannya, berfungsi untuk meningkatkan keuntungan perusahaan-perusahaan yang menjual produk-produk ini, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan atau kesejahteraan perempuan secara keseluruhan. Pada akhirnya, penting untuk lebih menyadari bagaimana industri menciptakan kebutuhan yang seharusnya tidak ada, dan bagaimana kita bisa mulai mengutamakan kebutuhan yang lebih mendasar. Mengutamakan perawatan tubuh yang alami dan fokus pada kesehatan jangka panjang adalah langkah yang lebih bijak, daripada terjebak dalam pola pikir konsumeris yang dipicu oleh standar kecantikan yang tidak realistis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H