Banyak sekali orang yang menganggap bahwa Pendidikan tidaklah penting atau kasarnya bisa banyak sekali orang yang beranggapan bahwa Pendidikan hanya sebagai formalitas belaka sebagai kewajiban seorang anak hingga remaja untuk bersekolah.
Rata-rata remaja pasca-wisuda berusia 18-19 tahun memilih untuk tidak melanjutkan studi mereka dan lebih memilih untuk bekerja. Mereka beranggapan bahwa lebih baik mencari uang saja daripada pusing untuk belajar di perguruan tinggi.
Bagi kebanyakan orang, masuk perguruan tinggi atau kuliah adalah suatu tuntutan. Apakah dengan kuliah mereka sudah pasti akan menjadi orang? PNS? Gampang mencari kerja? Dan lain-lain.
Padahal kenyataannya, kuliah akan lebih membantu untuk mengembangkan bakat dan minat seseorang. Tidak harus menjadi PNS setelah kuliah, karena dengan bakat, minat, dan relasi yang dimiliki saat kuliah kita bisa  saja membuka lapangan kerja kita sendiri.
Pascasarjana setelah ini ke mana?
Memperoleh ijazah perguruan tinggi dengan gelar akademik yang menyertainya merupakan ujung bagi seorang mahasiswa dari rangkaian perjalanan akademik di dunia akademik. Merayakan keberhasilan perjuangan akademik patut dirayakan dengan penuh rasa syukur, suka cita dan meriah. Bagaimanapun, ia berhasil melewati salah satu dari banyak fase akademik yang menemaninya dalam perjalanan ke universitas.
Meski harus diakui bahwa jenjang sarjana bukanlah perhentian terakhir dari perjalanan akademik yang bersangkutan, melainkan babak baru dalam perjalanan menuju kehidupan nyata mata kuliah, yang tentunya berbeda dengan dunia kampus.
Berkaitan dengan perkuliahan, tentunya kamu akan mencari pekerjaan setelah lulus, terutama pekerjaan kantoran. Pengangguran mungkin adalah kata yang paling menyakitkan bagi para peneliti. Peneliti mencoba melamar pekerjaan ke sana kemari dengan gelar sarjana hanya untuk melampirkan status PNS atau PNS. Tapi banyak yang menganggur karena tidak bisa mendapatkan "pekerjaan kantoran".
Lalu pertanyaan selanjutnya, apakah mahasiswa sudah siap untuk "pekerjaan kantoran"? Apakah gelar sarjana membuat lulusannya malu pada hal lain selain "kantor"? Kita harus memperbaiki asumsi dasar seperti itu bersama-sama.
Universitas tentu bukan untuk bekerja, tapi kuliah tentu untuk mengejar ilmu. Namun, pekerjaan tidak harus terikat dengan gelar. Para peneliti mencoba untuk mendapatkan "pekerjaan kantoran" bahkan jika mereka tidak sesuai dengan gelarnya, dalam hal ini pekerjaan mereka nantinya tidak menghasilkan produktivitas yang signifikan dan efisiensi mereka terus memburuk.
Kondisi ini tentu saja merugikan para peneliti di bidang yang tidak biasa mereka geluti, dan masih terikat pada ruang yang tidak bisa mereka kreasikan.