Permasalahan kekerasan seksual sedang ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia setelah terkuaknya berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Hal yang sangat disayangkan publik mengingat perguruan tinggi merupakan instansi akademik pemerintahan dimana seharusnya menjadi tempat yang aman bagi mahasiswa untuk menuntut ilmu, namun kekerasan seksual masih menjadi permasalahan yang belum rampung di instansi tersebut.
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan (2017) ada 15 bentuk kekerasan seksual, antara lain perkosaan, Â pelecehan seksual, eksploitasi seksual, prostitusi paksa, intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, perbudakan seksual, permaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan termasuk cerai gantung, pemaksaan kehamilan, pemaksaan kontrasepsi, penyiksaan seksual, kontrol seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, dan praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskrimasi perempuan. Banyak kekerasan seksual yang terjadi di beberapa perguruan tinggi ternama.Â
Modus-modus yang digunakan pelaku, antara lain bimbingan skripsi, kegiatan organisasi kampus, atas dasar senior junior, dan kegiatan perkuliahan sehari-hari. Hanya sedikit kasus yang terkuak diakibatkan dari korban yang enggan melaporkan dan memilih bungkam. Kebungkaman korban merupakan dampak dari abuse of power dari pelaku, entah korban diancam atau diiming-iming sesuatu.Â
Dalam beberapa kasus korban sudah melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya kepada petinggi kampus, tetapi tidak membuahkan hasil. Bahkan pihak perguruan tinggi sendiri menawarkan penyelesaian secara damai dan meminta korban bertindak seperti kekerasan seksual tidak pernah terjadi lantaran apabila kasus tersebut sampai tersebar luas ke publik mana nama baik instansi perguruan tinggi akan dicap buruk oleh masyarakat.
Kekerasan seksual berdampak bukan hanya pada fisik korban, melainkan pada kondisi mental dan psikis. Kondisi mental dan psikis inilah yang memiliki dampak paling besar. Gangguan psikis korban akan menimbulkan rasa trauma, ketakutan, guncangan emosi, depresi, bahkan bunuh diri. Lemahnya penanganan dan penyelesaian kasus kekerasan seksual oleh pihak perguruan tinggi menimbulkan perhatian khusus pemerintah untuk membuat kebijakan baru yang lebih spesifik menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi.Â
Oleh karena itu, pada 31 Agustus 2021 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menetapkan peraturan baru, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi (Kemendikbudristek, 2021).
Kasus-kasus Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Tahun 2021
Sepanjang  tahun 2021 banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi muncul ke permukaan. Beberapa dari kasus tersebut diketahui bukan merupakan kasus baru, dengan kata lain bahwa korban mengalami kekerasan seksual lebih dari satu kali. Berikut deretan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang mencuri perhatian publik.
- Kasus pelecehan mahasiswi UNJ oleh dosen
Kasus ini terungkap pada Desember 2021. Sejumlah mahasiswi UNJ mengalami pelecehan dari dosen beinisial DA berupa chat mesum, perkataan menggoda saat bimbingan, dan memaksa datang ke rumah korban. Akibat kasus pelecehan yang terjadi ini, pihak UNJ menetapkan peraturan kekerasan seksual dan membentuk Satgas Anti Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
- Kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswi di UNRI.
Seorang mahasiswi Universitas Riau mengalami pelecehan seksual oleh dekannya berinisial SH. Korban mengalami pelecehan saat melakukan bimbingan skripsi. Korban berinisial L sampai melaporkan pelecehan yang dialaminya ke kepolisian. Namun, pelaku SH melaporkan balik korban L atas tuduhan pencemaran nama baik.
- Kasus pelecehan yang dilakukan dosen IAIN.
Kasus ini teruangkap ke publik usai sebuah akun twitter mahasiswi IAIN Kediri mengaku pernah menjadi korban pelecehan pada 2017. Korban mengalami pelecehan oleh dosen beinisial A secara verbal berupa kalimat mesum dan kata-kata menggoda korban.
- Kasus pelecehan seksual saat KKN.