Mohon tunggu...
Dinda Maharana
Dinda Maharana Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apresiasi Puisi "Pertemuan" pada Kumpulan Puisi "Hujan Bulan Juni" Karya Sapardi Djoko Damono

21 Mei 2023   18:24 Diperbarui: 21 Mei 2023   18:30 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Puisi merupakan suatu karya sastra yang sangat bermakna, pengarangnya sering kali menuangkan pengalaman, penglihatan, pikiran, dan ide nya melalui sajak-sajak yang indah, 

Sapardi Djoko Damono yang sering juga di panggil dengan sebutan SDD beliau menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada, Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta pada tanggal 20 Maret 1940 dan beliau wafat di Tangerang pada tanggal 19 Juli 2020, Sapardi Djoko Damono merupakan tokoh penyair dan pakar karya sastra yang sangat terkenal bahkan banyak dikenal di Indonesia melalui ratusan puisi-puisi indah yang ditulisnya. 

Sapardi Djoko Damono dapat menuliskan puisinya dengan kata kata yang sederhana dan mudah dipahami, namun tetap tidak kehilangan estetika sastra nya. Beliau memiliki banyak karya sastra yaitu novel yang diantaranya, Duka-Mu Abadi, Hujan Bulan Juni, Bilang Begini, Maksud nya Begitu, Trilogi Soekram, Manuskrip Sajak Sapardi, dan Yang Fana Adalah Waktu dan masih banyak karya karya yang lain. 

Salah satu karya nya yang sangat terkenal adalah "Hujan Bulan Juni", banyak puisi puisi indah disana namun yang akan saya apresiasi pada kesempatan kali ini adalah salah satu puisi di "Hujan Bulan Juni" Yang berjudul "Pertemuan".

PERTEMUAN

perempuan mengirim air matanya

ke tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub bulan

ke landasan cakrawala; kepalanya di atas bantal

lembut bagai bianglala

lelaki tak pernah menoleh

dan di setiap jejaknya: melebat hutan-hutan,

hibuk pelabuhan-pelabuhan; di pelupuknya sepasang matahari

keras dan fana

dan serbuk-serbuk hujan

tiba dari arah mana saja (cadar

bagi rahim yang terbuka, udara yang jenuh)

ketika mereka berjumpa. Di ranjang ini

Puisi ini menggambarkan seorang wanita yang sangat merindukan kekasih nya yang sedang melewati keras nya perjalanan hidup, mereka sangat ingin bertemu namun apa boleh buat, mereka harus berpisah untuk sementara waktu, dan pada akhirnya mereka bertemu pada pertemuan yang tak terduga.

ZIARAH
Kita berjingkat lewat
jalan kecil ini
dengan kaki telanjang; kita berziarah
ke kubur orang-orang yang telah melahirkan kita.
Jangan sampai terjaga mereka!
Kita tak membawa apa-apa. Kita
tak membawa kemenyan atau pun bunga
kecuali seberkas rencana-rencan kecil
(yang senantiasa tertunda-tunda) untuk
kita sombongkan kepada mereka.
Apakah akan kita jumpai wajah-wajah bengis,
atau tulang belulang, atau sisa-sisa jasad mereka
di sana? Tidak, mereka hanya kenangan.
hanya batang-batang cemara yang menusuk langit
yang akar-akarnya pada bumi keras.
Sebenarnya kita belum pernah mengenal mereka;
ibu-bapak kita yang mendongeng
tentang tokoh-tokoh itu, nenek moyang kita itu,
tanpa menyebut-nyebut nama.
Mereka hanyalah mimpi-mimpi kita,
kenangan yang membuat kita merasa
pernah ada.
Kita berziarah; berjingkatlah sesampai
di ujung jalan kecil ini:
sebuah lapangan terbuka
batang-batang cemara
angin.
Tak ada bau kemenyan tak ada bunga-bunga;
mereka telah tidur sejak abad pertama,
semenjak Hari Pertama itu.
Tak ada tulang-belulang tak ada sisa-sisa
jasad mereka.
Ibu-bapa kita sungguh bijaksana, terjebak
kita dalam dongengan nina-bobok.
Di tangan kita berkas-berkas rencana,
di atas kepala
sang Surya.

Puisi ini merupakan suatu puisi dengan permainan kata-katanya yang sangat konotatif. Bahasa yang sederhana namun penuh makna. Penyampaian unsur estetis disampaikan melalui penciptaan kata yang bersifat konotatif, bias dan bersifat perumpamaan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Melalui sistem bahasa kedua tersebut puisi ini membangun kindahan pada alam pikir pembaca. Nilai estetik pada puisi ziarah terkandung dalam setiap diksi yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan maksud dan tujuan.puisi ini memiliki sajak - sajak yang sangat indah dan makna yang sangat mendalam, 

Dalam puisi ziarah, pengarang menggunakan majas personifikasi terbukti pada bait  Hanya batang-batang cemara yang menusuk langit
yang akar-akarnya pada bumi keras.pengarang menggambarkan kondisi sekitar makam yang tak terurus dengan baik.

Apabila dilihat dan dipahami secara mendalam, pilihan kata yang terdapat pada puisi Ziarah merupakan kata-kata yang sederhana, tidak rumit, dan dekat dengan realitas hidup. Meskipun demikian kesederhanaan ini tidak berarti mengurangi kualitas estetik dan isi, sebaliknya kesederhanaan diksi yang dipilih oleh penyair mampu membangkitkan pengalaman tersendiri bagi pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun