Mohon tunggu...
Dinda Imc
Dinda Imc Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jendela Intelektual bagi Kaum Kartini di Era Milenial

5 Februari 2018   16:23 Diperbarui: 5 Februari 2018   16:44 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Arus globalisasi, milenialisasi, maupun externalisasi menjadi topik utama dalam berbagai macam bentuk transaksi sejarah, ketika munculnya budaya tradisional yang menonjolkan diri menggantikan keprimitifan, maka saat itulah anda menggapai masa lebih maju lagi, yang kita sebut sebagai zaman modernisasi. Sesaat setelah masa itu terlewati, anda sampai dititik yang anda pijak saat ini sebagai  masa terupdate, dimana segala bentuk milenialisasi menjadi icon kecanggihan dan kebanggaan intelektual. Mobile system menggapai masanya tuk memintarkan kaum pintar dan mengkerdilkan kaum yang tak sanggup mengurangi depresi akibat dampak yang ditimbulkan.

Melewati berbagai negosiasi dalam kritik manipulasi politik, berbagai stigma-stigma relativitas intelektual menjadi takaran yang perlu dipertimbangkan dalam implementasinya. Adrew Crider (dalam azwar, 1996) mengatakan bahwa intelektual itu bagaikan listrik, mudah diukur tapi mustahil untuk didefenisikan. Kalimat ini banyak benarnya. Tes intelegensi sudah dibuat sejak sekitar delapan decade yang lalu, akan tetapi sejauh ini belum ada defenisi intelektual yang dapat diterima secara universal.

Ada berbagai macam bentuk implementasi intelektual yang dapat dikawal diera ini, entah gender, globalisasi ataupun integralisasi hasil karya anak bangsa. Subjek yang ditawarkan pun berbeda beda. Fokus bahasan kami ialah  jendela intelektual bagi kaum kartini diera milenial. Jika pada masa kartini budaya patriarki masih menjajah kaum hawa untuk berkiprah dipanggung pendidikan, politik dan lainnya, namun pada masa ini bukan lagi masa yang cocok untuk mensubtansikan budaya ini.

Perbedaan integralisasi gender dan seks bersebraangan dalam subtansi pengembangannya. Management keluarga bukanlah alasan mutlak untuk menghalai kiprah kaum hawa dalam menggapai karir cemerlang. Menjadi ibu shaliha mungkin adalah idaman, dan menjadi ibu yang memiliki karir cemerlang adalah cita-cita, namun menjadi ibu shaliha yang memiliki karir cemerlang adalah cita-cita dan idaman. Maka dari itu dari segala bentuk keprimitifan harus dihilangkan demi tercapainya kaum kartini bercitra cerah diera milenial.         

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun