Mohon tunggu...
Dinda Hidayanti
Dinda Hidayanti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Alumni Southern Federal University Rusia. \r\nwww.hidayanti.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mbah Salamah -Janda Tangguh-

6 November 2012   04:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:54 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar 5 tahun lalu aku dan sholiha sahabatku seperti biasa bersepeda berkekliling kota Bangil ba’da isya.

Bangil memang kota kecil sehingga cukup dengan menggunakan sepeda ontel pun sudah bisa menjelajahinya.

Malam itu entah mengapa radarku berhenti mencari suasana baru didaerah kampung baru. Pandanganku tertuju disebuah gubug reyot di pinggir jalan yang menempel pada dinding rumah besar keturunan tiong hoa. sejenak aku berhenti diseberang gubug itu, berdiam dan memandang seorang nenek yang tinggal didalamnya. beliau sedang duduk menghadap jalan raya ,tubuhnya hanya terlihat dada keatas karena tubuhnya tertutup oleh jendela warung, pandangannya menerawang jauh. seakan-akan tercermin sebuah kekosongan dan kerinduan disana.

Aku ter ingat, jika gubug ini dulunya ramai pengunjung karena dulu adalah sebuah warung nasi. Jauh didalam benak ku kenapa warung ini tidak ramai seperti dahulu lagi? sholiha yang sedari tadi hanya memandang keherananku mendorongku untuk menghampiri si nenek. dari jauh memang terlihat disisa-sisa warung terdapat beberapa botol minuman soda yang utuh.

Aku menganggukkan kepala,

Sengaja aku beralasan untuk membeli sebotol minuman itu si nenek mengatakan bahwa beliau tidak punya es batu, tetapi karena niat kami memang untuk membantu nenek maka kami menerima penjualan minuman soda tanpa es itu. Dengan sumringah menjualkannya beliau berusaha bangkit dari duduk nya dengan bersusah payah.

MasyaAllah, beliau ternyata beliau sudah parkinson. untuk membuka botolnya pun kesulitan, akhirnya Sholiha membantunya untuk membuka. Aku memberanikan diri untuk bertanya mengapa nenek tidak lagi berjualan dan membiarkan warungnya kosong seperti itu.

“Mbah, habis sakit nak. semua uang modal habis untuk berobat ditambah lagi nenek ternyata nenek sudah tidak kuat untuk berjualan lagi” jawab beliau.

Saat ditanya mengapa nenek masih tinggal diwarung ternyata nenek mengaku bahwa nenek tidak punya rumah dan juga tidak punya anak, suami nenek sudah lama meninggal. Aku menjadi mati kaku tidak bisa berkata apa-apa lagi.sungguh malang hidup nenek.

Kami menyimak dengan sangat hikmat, ketika dengan semangat berkobar nenek menceritakan masa mudanya dan bagaimana beliau bisa tinggal dibangil. Sayangnya kini aku lupa bagimana sejarah beliau.Hanya satu yang aku ingat, nenek sudah hidup sebatang kara lebih dari 10 tahun.

Saat kutanya mengapa nenek tidak ikut tinggal di sanak saudara yang tinggal tidak jauh dari kota?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun