Mohon tunggu...
Dinda Dewi Murni
Dinda Dewi Murni Mohon Tunggu... -

NKRI harus dijaga. STOP pecah belah NKRI

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Benarkah Jakarta Belum Menerapkan Open Governance?

27 Maret 2017   17:05 Diperbarui: 27 Maret 2017   17:13 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi yang semakin canggih mendorong beberapa pemimpin daerah untuk merubah cara kepemimpinan mereka. Salah satunya adalah melakukan open governance. Lalu apa itu open governance? Open governance adalah konsep kepemimpinan yang melibatkan antara pemerintah, masyarakat dan lembaga terkait dalam pengambilan keputusan atau kebijakan. Dengan adanya sistem ini diharapkan masyarakat juga ikut andil dalam mengelola daerahnya, serta tidak ada yang ditutup-tutupi.

Menjelang Pemilihan Kepala Daera (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua berbagai manuver politik dilakukan oleh Anies Baswedan kepada pesaingnya Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok. Selain ‘menggoreng’  isu agama, arogansi, pro ke pemodal dan yang terakhir adalah tudingan Anies ke Ahok yang menganggap Pemprov DKI tidak optimal menerapkan sistem open governance selama Ahok memimpin Jakarta.  pernyataan tersebut ia jelaskan pada saat diskusi bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat (24/03/2017)

Menurut Anies, Pemprov DKI belum sepenuhnya menerapkan Open Governance karena persoalan kemauan. Anies menuturkan saat ini pengawasan ditentukan oleh mereka yang memiliki informasi, sedangkan kenyatannya saat ini warga tidak memiliki informasi itu.

Jakarta Dan Open Governance

Tudingan semacam diatas tentu hanya membuat kita masyarakat Jakarta yang melek akan sistem komputerisasi geleng-geleng kepala. Karena kita ketahui bersama, setelah Ahok diberikan amanat untuk menggantikan Jokowi, beberapa perubahan telah ia lakukan. Diantaranya adalah penerapan e budgeting dan penerapan e-katalog.

Mulai tahun anggaran 2015, atau setelah dilantik menjadi Gubernur baru menggantikan Joko Widodo, Ahok mengajukan e-budgetingsebagai solusi untuk memperbaiki penyusunan  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta. e-budgetingmerupakan sebuah sistem keuangan yang disimpan secara online dengan tujuan transparansi bagi setiap pihak.

Sedangkan e-katalog adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah. Di Jakarta, sistem ini diterapkan semenjak Ahok pada tanggal 31 Desember 2014. Tujuan diadakannya sistem ini adalah untuk menekan permainan birokrat dalam pengadaan barang dan jasa, termasuk di antaranya upaya mark up, mempermudah proses belanja pemerintah. Semenjak sistem ini diberlakukan, kurang lebih sudah ada 8.000 produk dalam sistem e-katalog dan dapat dibeli secara langsung oleh instansi pemerintah.

Jika melihat penerapan e budgeting dan e katalog diatas tentu saja kita bisa melihat bahwa selama ini Pemprov DKI selama dipimpin Ahok telah menerapkan sistem pemerintahan yang terbuka dan transparency.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun