Â
Husni Kamil Manik, Ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum Republik (KPU RI) periode 2012 – 2017 di laporkan Gerakan Rakyat Menuntut Pilkada Siantar Peduli (GERAM) ke Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena di duga melakukan pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang dengan memerintahkan Ketua KPU Kota Pematangsiantar, Mangasitua Purba agar menunda Pilkada Kota Pematangsiantar.
Alasannya karena ada Penetapan Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Medan Nomor Reg. 98/G/2015/PTUN-MDN tanggal 8 Desember 2015 yang memutuskan penundaan pelaksanaan Pilkada Kota Pematangsiantar karena gugatan yang diajukan salah satu pasangan calon Walikota/Wakil Walikota Pematangsiantar, Survenof Sirait dan SL Parlindungan Sinaga.
"Kami sangat menyesalkan terlapor selaku Ketua KPU RI tak cermat membaca, memahami dan menganalisis ketentuan Pasal 154 dan 155 UU Nomor 1 Tahun 2015 dan Perma Nomor 03 Tahun 2015. Terlapor keliru dan sangat terkesan tidak mampu membedakan antara institusi PTUN dan PT TUN," kata Daulat Sihombing, Presidium GERAM, Selasa (16/2).
Menurutnya, Husni Kamil sangat keliru karena gugatan pasangan Survenof Sirait – Parlindungan Sinaga ke PTUN Medan bukan sengketa pemilihan, ini membuat kekacauan dan ketidakpastian terhadap agenda pelaksanaan Pilkada Kota Pematangsiantar.
"Penundaan pemungutan suara Pilkada Kota Pematangsiantar 2015 telah menimbulkan kerugian moril dan materil terhadap para pasangan calon, warga pemilih dan pemerintahan, juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tambah warga asli Siantar ini.
Sesuai Pasal 122 ayat (1), UU Nomor 8 Tahun 2015 Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan PERPU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota menjadi Undang-Undang mengatur penetapan penundaan pelaksanaan pemilihan dilakukan oleh KPU Provinsi atas usulan KPU kabupaten/kota.
"Faktanya, penundaan bukan atas permintaan KPU propinsi atau kota, melainkan atas keputusan dan instruksi ketua KPU Husni Kamil. Tidak ada alasan dan hak Ketua KPU RI menunda Pilkada Siantar," ucap Daulat.
GERAM juga melaporkan majelis hakim PTUN Medan yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor: Reg. No. 98/G/2015/PTUN- MDN, 8 Desember 2015 ke Komisi Yudisial. Majelis hakim yang terdiri dari Sugiyanto, I Gede Eka Putra Suartana dan Dedy Kurniawan di duga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim karena menyidangkan sengketa pemilihan dengan majelis hakim umum bukan majelis hakim khusus sesuai aturan MA Nomor 03 Tahun 2015.
Di tempat terpisah, Dr H Surya Perdana selaku dosen hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara mengatakan, telah terjadi tumpang tindih kewenangan peradilan antara PTUN Medan dengan peradilan yang dilakukan Panwaslih. Semuanya mempunyai kekuatan mengikat, inilah yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pilkada Pematangsiantar.
"Gugatan yang dilakukan pasangan calon ke PTUN bukan kewenangan PTUN karena sebelumnya sudah ada peradilan yang dilakukan Panwaslih Pematangsiantar. Apabila ingin melakukan upaya hukum, seharusnya pasangan calon itu ke PT TUN lalu kasasi ke MA. Penundaan ini, merugikan pasangan calon dan masyarakat. Belum pasti kapan akan dilaksanakan Pilkada membuat belum bisa ditetapkannya kepala daerah definitif, ini menghambat pembangunan," papar Surya.