Menengok keadaan dunia akhir-akhir ini, peribahasa "si vis pacem, para bellum" yang awalnya hanya terkenal di bidang pertahanan itu, kini semakin luas diketahui keberadaannya. Adalah sebuah peribahasa latin yang berarti "jika kau menginginkan perdamaian, maka bersiaplah untuk berperang". Terdengar menyeramkan, ya? seakan menganggap perang sebagai sesuatu yang lumrah dilakukan. Sebelum berpikiran buruk tentang peribahasa tersebut, baiknya kita mengenal makna dibaliknya terlebih dahulu yuk, Sobat!
Meski tidak diketahui siapa pencetus pertamanya, peribahasa ini diyakini lahir pada zaman romawi. Sekitar abad ke-5 masehi, peribahasa "si vis pacem, para bellum" ditorehkan dalam buku de Re Militari karya penulis militer Romawi Publius Flavius Vegetius Renatus. Peribahasa ini menjadi populer di masa kini, karena disangkutpautkan dengan tindakan Vladimir Putin, Presiden Rusia yang menginvasi Ukraina. Putin beranggapan bahwa demi menjaga kedamaian wilayahnya, ia harus melangsungkan perang. Perang yang memaksakan kedamaian, meskipun pada hakekatnya, kedamaian murni tidak dapat serta merta dicapai dengan cara demikian.
Memang "si vis pacem, para bellum" dapat diartikan sebagai pokok pikiran Putin sebagai pelaku perang, tetapi di lain sisi, peribahasa ini memiliki makna asli yang mendalam. Bersiap untuk berperang tidak selalu berarti bahwa kita harus memulai perang. Bersiap untuk berperang dapat berbentuk pertahanan suatu negara yang mempersiapkan kekuatan militernya demi menjaga perdamaian. Karena meskipun dirinya tidak memulai perang, seperti halnya Ukraina, suatu negara bisa saja mendapati negara seperti Rusia yang melancarkan penyerangan terhadapnya. Salah satu syarat kondisi damai, adalah adanya rasa aman dari penyerangan.
Meskipun "si vis pacem, para bellum" terkenal dengan pengaplikasian ala Putin di dunia masa kini, sesungguhnya makna asli yang ingin disampaikan penuturnya tidak melulu seperti itu. 2 negara bisa sama-sama memiliki pemimpin yang menyetujui "si vis pacem, para bellum", namun melaksanakan pemerintahan yang jauh berbeda. Maka dari itu, bukan peribahasanya yang mendukung perang, tapi orang yang memakainyalah yang memang sudah berambisi untuk perang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H