Mohon tunggu...
Dinda Anisa Salsabila
Dinda Anisa Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa magister Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara, Medan. Saya juga sangat senang berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kriminalisasi Legalitas Aborsi terhadap Korban Kekerasan Seksual dalam KUHP Baru

7 Desember 2024   13:32 Diperbarui: 7 Desember 2024   14:26 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penyusunan KUHP Baru tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan tentang korban kejahatan (victimology) yang memberikan perhatian besar pada perlakuan yang adil terhadap korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan, seperti halnya korban kekerasan seksual seperti korban perkosaan yang menyebabkan kehamilan. 

Korban yang harus berperang dengan dampak yang ditimbulkan oleh tindak kekerasan seksual tersebut harus kembali mengalami keterpurukan dan trauma yang mendalam dikarenakan harus mengandung janin yang tidak dikehendakinya. 

Hal ini membuat KUHP Baru memberikan ruang bagi korban kekerasan seksual ataupun perkosaan untuk dapat melakukan aborsi dan dikecualikan dari kriminalisasi aborsi. Namun, masih ada ketidakselarasan di dalam pengaturan KUHP Baru yang berkaitan dengan legalitas aborsi. Pasalnya larangan terhadap aborsi dan pembatasannya sudah diatur namum masih terdapat kriminalisasi di dalam aturannya, contohnya Pasal 251 ayat (1) KUHP yang berbunyi:

“Setiap Orang yang memberi obat atau meminta seseorang perempuan untuk menggunakan obat dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa obat tersebut dapat mengakibatkan gugurnya kandungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Jika ditelaah lebih lanjut, ketentuan pasal tersebut berasal dari ketentuan pasal 299 ayat (1) KUHP Lama tentang Bab XIV Kejahatan terhadap Kesusilaan yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyurh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.”

Pasal lainnya yang juga tidak selaras dengan pengaturan pengecualian aborsi dalam KUHP Baru dimuat dalam Pasal 409 tentang kriminalisasi perbuatan mempertunjukkan alat untuk mengugurkan kandungan yang berbunyi:

“Setiap Orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk mengugurkan kandungan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk mengugurkan kandungan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

KUHP Baru perlu menyelaraskan ketentuan lain berkaitan dengan KUHP Baru yang sayangnya masih mengatur ketentuan pidana tentang perbuatan mempertunjukkan alat yang dapat mengugurkan kandungan dan perbuatan memberikan pengharapan bahwa suatu obat terentu dapat mengakibatkan gugurnya kandungan. 

Perlu dipastikan dalam pedoman implementasi KUHP Baru bahwa kedua larangan perbuatan tersebut harus tetap merujuk pada pengecalian yang ada, bahwa untuk kehamilan akiabt kekerasan seksual dan adanya indikasi kedararutan medis, maka larangan perbuatan tersebut tidak berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun