Di era digitalisasi, arisan online telah menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia dalam mengumpulkan dana dan menjaga hubungan sosial. Namun, kemudahan ini juga membawa risiko penipuan yang signifikan. Penipuan dalam arisan online tidak hanya melanggar hukum negara tetapi juga prinsip-prinsip hukum Islam. seperti prinsip Gharar, yang menekankan kejelasan dalam transaksi yang seringkali dilanggar karena para pelaku menyembunyikan niat asli mereka, menciptakan ketidakpastian bagi peserta arisan. Selain itu, pengkhianatan terhadap kepercayaan peserta dan kemiripan dengan riba dan maisir juga menjadi perhatian utama.
Penipuan arisan online umumnya terjadi melalui media sosial, dengan skema yang tidak transparan dan didasarkan pada kepercayaan antar anggota yang mungkin tidak saling kenal secara langsung. Korban sering mengalami kerugian finansial yang besar, seperti kasus di Banjarmasin yang merugikan Rp11 miliar dan juga banyak kasus-kasus lainnya yang serupa.Â
Penegakan hukum terhadap penipuan arisan online bisa lambat karena kebingungan apakah kasusnya masuk kategori pidana atau perdata. Namun, pelaku dapat dituntut berdasarkan Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan, serta UU ITE.
Masyarakat perlu berhati-hati dalam memilih arisan online, memastikan identitas penyelenggara dan anggota, serta menghindari skema yang menjanjikan keuntungan tidak realistis. Dokumentasi transaksi secara tertulis juga penting. Penanganan kasus penipuan arisan online membutuhkan keterlibatan aktif dari pihak kepolisian dan kejelasan dalam proses hukum. Korban harus segera melaporkan kasus penipuan dengan bukti yang kuat.
Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat dan penegakan hukum yang tegas, diharapkan penipuan arisan online dapat diminimalisir di masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI