Mohon tunggu...
Dinda Kirana
Dinda Kirana Mohon Tunggu... -

just me

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Satu Angkot dengan Wanita Bercadar

2 April 2015   18:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:37 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu kebetulan saya satu angkot dengan wanita bercadar. Makanya tadi pagi saya menulis puisi asal-asalan tentang wanita bercadar.  Rasanya gimana gitu ya. Kasihan juga sih lihatnya. Hampir semua mata penumpang angkot menghunjamkan mata ke arah wanita bercadar itu. Pandangan mata mereka menghakimi seakan mereka dalam kondisi takut meledak di dalam angkot bersama wanita bercadar yang menjinjing tas ransel warna hitam  dengan pakaian cadarnya yang serba hitam.

Tapi sangat keterlaluan juga sih para penumpang itu seakan menghakimi begitu. Sepertinya wanita bercadar ini seorang mahasiswi yang mengikuti pengajian dengan aliran tertentu. Saya beranikan diri menyapanya dengan anggukan. Sebenarnya terpancar senyum di bibirnya itu saya ketahui dari sorot matanya yang menunjukkan dirinya tersenyum dengan manisnya membalas anggukan saya.

Saya lebih memberanikan diri untuk menegurnya karena saya tepat duduk dihadapan wanita bercadar itu. "Mbak mau kemanna?"

"Eh, mm saya mau pulang mbak." jawabnya dengan penuh keraguan mungkin dia juga heran ada yang mau menyapanya. Percakapan kami terhenti saya hanya bisa tersenyum kecut saat ada seorang bapak-bapak yang menegur saya.

"Hati-hati neng jangan sembarangan bicara dengan teroris nanti bisa terikut". kata bapak itu sambil menghembuskan asap rokoknya tanpa sungkan di hadapan penumpang lain.

"Masya Allah ", bathinku tega banget bapak-bapak itu. Akhirnya gadis itu diam saja sepanjang perjalanan. Dia tertunduk seperti sedih dalam pancaran matanya yang sempat saya tangkap sekejap. Saya pun bersikap biasa namun tidak enak untuk membantah bapak-bapak yang usianya hampir sebaya dengan almarhum bapak saya.

Saya juga punya teman sekolah yang sekarang bercadar karena menikah dengan seorang pemuda yang aktif dalam pengajian tertentu. Sudah lama saya tak bertemu lagi dengannya. Saat terakhir ketemu dia mengatakan sudah ikhlas memakai cadar. Memang pertamanya dia agak mendapat paksaan dari suaminya. Tapi lama-lama sudah terbiasa.

Teman saya itu pernah mengatakan bahwa kecantikannya hanya untuk suaminya.  Sebenarnya itu keyakinan yang bagus jika si suami juga adil tak melirik wanita-wanita cantik lain, sementara mereka menyuruh istri-istrinya menutup wajahnya.

#Dinda Kirana

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun