Mohon tunggu...
Dinda IryaniRevana
Dinda IryaniRevana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

Saya Seorang Mahasiswi jurusan hukum semester 3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Pidana Islam di Indonesia

15 Desember 2023   23:43 Diperbarui: 15 Desember 2023   23:43 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HUKUM PIDANA ISLAM DI INDONESIA

Disusun oleh :
1. Andika Sotardodo Silaban (221010200775)
2. Dinda Iryani Revana (221010201752)
3. Kusumawati S.IP., MA

Abstrak
Perkembangan yang telah dilakukan oleh banyak pihak ahli bidang hukum di Indonesia tentang kajian Hukum Pidana Islam telah mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan karena pada sistem hukum di Indonesia sendiri tidak menerapkan syari'at Islam terutama pada hukum pidana yang dalam hukum Islam memiliki nama jinayat. Penerapan hukum pidana Islam kedepannya memang perlu dipikirkan kembali, dikarenakan kemungkinan bahwa penegakan hukum berlandaskan syari'at Islam memungkinkan memberikan efek jera yang efektif sehingga kejahatan dalam masyarakat diharapkan terhindari atau bahkan hilang. Maka hal tersebut memang perlu di setujui bahwa menambahkan materi hukum pidana Islam ke dalam hukum pidana positif dapat memberikan sebuah pembaharuan. Hal ini yang menyebabkan sebagian masyarakat serta pemikir hukum menganggap bahwa sebenarnya hukum yang sedang berlaku di Indonesia pada dasarnya tidak mencerminkan watak dan karakter bangsa kita sendiri. Apabila dicermati dengan sangat teliti jika hukum yang berlaku di Indonesia sebenarnya belum begitu memenuhi keadilan yang merata antara pihak pelaku dengan pihak korban.

I. PENDAHULUAN
Perkembangan yang telah dilakukan oleh banyak pihak ahli bidang hukum di Indonesia tentang kajian Hukum Pidana Islam telah mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan karena pada sistem hukum di Indonesia sendiri tidak menerapkan syari'at Islam terutama pada hukum pidana yang dalam hukum Islam memiliki nama jinayat. Bagi sebagian masyarakat yang beragama Islam merasakan hukum pidana yang telah dijalankan selama ini di Indonesia atau hukum positif yang dimiliki negara Indonesia dirasa kurang menjamin keadilan dan ketentraman di negara ini. Dirasakan bahwa hukum yang dijalankan sudah tidak lagi menjadi alat untuk mengkontrol kejahatan melainkan malah digunakan sebagai alat untuk berbuat kejahatan. Dasar hukum pidana seharusnya mengatur perihal masalah pidana atau kejahatan dalam kehidupan bermasyarakat, dengan kata lain menjadi guard law agar kehidupan bermasyarakat menjadi tentram serta terhindar dari kejahatan. Mahkamah Konstitusi selalu disebutkan sebagai The Guardian of Constitution, maka hukum pidana memiliki relationship dengan kejahatan layak disebut sebagai The Guardian of Security yang berusaha memeberikan jaminan agar masyarakat tidak menjadi korban kejahatan.
Lalu dengan penerapan hukum semacam itu menimbulkan kesan terutama pada
sebagian umat Islam di Indonesia ingin menegakkan syari'at yang dirasa mampu untuk menciptakan keadilan tersebut. Namun hal tersebut sangat tidak dimungkinkan juga bagi umat Islam di Indonesia dikarenakan mungkin begitu sedikitnya penerapan hukum Islam terkhusus

pidana Islam diberbagai belahan dunia ini. Sangat diperlukan kekompakan seluruh elemen masyarakat guna menjalankan serta mengeksistensikan hukum pidana Islam dimulai dari sistem peregulasiannya, warga negara atau masyarakatnya, kultur setempat di daerah dan yang paling utama adalah siap atau tidak untuk melaksanakannya. Dari keseluruhan hal tersebut, harapan utama dari pengkajian ini sebenarnya ingin sekali hukum pidana Islam dapat memberikan sebuah terobosan terbaru dan tetap berjalan beriringan dengan hukum pidana positif di Indonesia. Hal ini tidak serta-merta dikarenakan keegoisan umat Islam di Indonesia yang mayoritas terbanyak disini, tetapi tidak banyaknya orang yang mengerti terutama umat Islam sendiri mengenai asas hukum yang berketuhanan dan sangat manusiawi sesuai dengan dua sila pertama dari Pancasila.
Penerapan hukum pidana Islam kedepannya memang perlu dipikirkan kembali,
dikarenakan kemungkinan bahwa penegakan hukum berlandaskan syari'at Islam memungkinkan memberikan efek jera yang efektif sehingga kejahatan dalam masyarakat diharapkan terhindari atau bahkan hilang. Maka hal tersebut memang perlu di setujui bahwa menambahkan materi hukum pidana Islam ke dalam hukum pidana positif dapat memberikan sebuah pembaharuan.

II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Hukum Pidana Islam Di Indonesia
Hukum syari'at atau hukum Islam sendiri sebenarnya sudah lama ada di bumi Nusantara sejak sebelum zaman penjajahan kolonial Belanda, dikarenakan penyebaran dakwah Islam itu sendiri sudah terjadi sebelum para orang eropa menginjakkan kakinya di tanah Nusantara yang pada tujuan awalnya mereka untuk mencari rempah untuk dibawa ke negerinya dan perjual-belikan disana. Perkembangan hukum Islam sendiri beriringan dengan berkembangnya ajaran dan dakwah Islam yang disebutkan masuk ke Nusantara melalui jalur perdagangan, perkawinan, tasawwuf, pendidikan, kesenian, politik dan kekuasaan.
Ketika pada saat dimulainya penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, hukum Islam itu sendiri juga mengalami kesulitan untuk diberlakukan dikarenakan para orang Belanda sendiri membuat aturan hukum sendiri untuk digunakan dalam sistem hukum daerah jajahannya yang pada saat itu bernama Hindia Belanda atau Nederland Indische. Selain itu juga para orang Belanda yang merupakan penjajah ini sangat tidak menyukai orang pribumi sekaligus umat Islam pribumi, sehingga banyak aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda saat itu sangat merugikan sekali bagi umat muslim pribumi. Bagi umat muslim pribumi sendiri sudah mengenal sistem hukum sendiri. Bagi orang mungkin ini adalah hukum adat namun sebenarnya ini adalah hukum syari'at Islam. Hukum ini juga mengatur pada hukum pidana yang berlaku sudah sejak jaman kerajaan di Nusantara dari Aceh hingga Sulawesi sudah ada peradilan dengan hukum Islam terkhusus peradilan pidana. Pada saat awalnya pidana Islam berlaku di bumi Nusantara yang saat itu masih berbentuk kerajaan-kerajaan memiliki nama masing-masing tiap daerahnya, seperti di Jawa dan Madura terkenal dengan nama Peradilan Penghulu.bahkan pada masa itu sudah terdapat kodifikasi yang memuat kitab hukum Islam guna menjadi acuan dalam melakukan peradilan. Beberapa contoh misal Nuruddin al-Raniri menulis kitab Sirat al-Mustaqim yang digunakan oleh umat muslim Aceh serta Kalimantanyang merupakan hasil dari menurut madzhab Syafi'i. kemudian kitab Sirat al- Mustaqim yang tersebar luas keseluruh penjuru kerajaan Islam di Nusantara

Lalu kelanjutan sistem hukum di Indonesia mengadopsi dari hukum warisan Belanda atau lebih tepatnya hukum warisan pemerintah Hindia Belanda. Dinilai bahwa hukum positif warisan ini lebih memenuhi aspek pruralitas, sehingga dapat mencakup segala aspek warga negara Indonesia. Pemberlakuan hukum pidana ini dimulai sejak dari tahun 1918 dan dilakukan kodifikasi dalam satu Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk selu
B. Perbandingan Hukum Pidana Indonesia Dan Hukum Pidana Islam
Sistem hukum yang berjalan dalam ketatanegaraan di Indonesia memanglah hukum positif warisan pemerintah Hindia Belanda. Dalam menjalankan proses hukum pidana di Indonesia menggunakan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang dihasilkan bukan dari pemikir anak bangsa sendiri. Hingga saat ini terhitung sejak pemberlakuannya semenjak zaman penjajahan belum pernah dilakukannya perubahan, jika ada rencana perubahan pun menuai kontroversi dikarenakan masih banyak hal yang perlu dikaji kembali jika ingin merubah tatanan yang sudah sangat mengakar dalam tatanan hukum di Indonesia. Pada bagian hukum pidana pun tidak mengalami perubahan besar yang mengubah dasar- dasar hukum pidana di Indonesia, andaikan adanya perubahan hanya perubahan secara parsial saja. Hal ini yang menyebabkan sebagian masyarakat serta pemikir hukum menganggap bahwa sebenarnya hukum yang sedang berlaku di Indonesia pada dasarnya tidak mencerminkan watak dan karakter bangsa kita sendiri. Apabila dicermati dengan sangat teliti jika hukum yang berlaku di Indonesia sebenarnya belum begitu memenuhi keadilan yang merata antara pihak pelaku dengan pihak korban. Sangat berbeda sekali dengan hukum pidana Islam yang mengenal sistem hukuman untuk jarimah Hudud, jarimah Qishash-Diat, jarimah Ta'zir.4 Dimana hukum pidana Islam menggunakan sistem tadi dalam melakukan peradilan dalam peradilan pidana Islam yang memungkinkan untuk menghapuskan pidana serta penghapusan dosa sehingga para pelaku pidana yang diadili menggunakan pidana Islam mendapat pemaafan hingga pengampunan dosa dari apa yang telah diperbuatnya.
C. Potret Hukum Pidana Positif Di Indonesia
Setiap kali orang membicarakan perihal hukum pidana positif yang kini berlaku di Indonesia, kesan yang terbayang adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan warisan hukum penjajah Belanda yang sudah banyak terdapat ketidaksesuaian dengan perkembangan dan tuntutan keadilan di tengah masyarakat Indonesia. Kesan seperti ini tidaklah sepenuhnya benar, sebab di samping KUHP terdapat juga beberapa produk perundang- undangan yang berkaitan dengan pidana, seperti: Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana Ekonomi, dan sebagainya, dan pada ketentuan-ketentuan pidana yang tercantum dalam berbagai undang- undang non-pidana, misalnya: pada undang-undang Pendidikan, UU Pemilu, UU Parpol, UU Kesehatan, UU Pers, dan lain-lain, Undang-undang tersebut relatif telah mengarah kepada tuntutan keadilan
masyarakat masa kini.
Hukum pidana sebagaimana dijelaskan di atas biasa disebut sebagai hukum pidana dalam arti sempit atau hukum pidana materiil. Jika ketentuan-ketentuan dalam hukum pidana materiil itu ada yang dilanggar, maka diperlukan hukum pidana formal yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
KUHAP mengatur tentang batas-batas berlakunya aturan pidana, dasar penghapus pidana, pemberat dan peringan pidana, pernyertaan melakukan tindak pidana, gabungan tindak
pidana dan sebagainya. Tidak pidana dibedakan menjadi dua macam, yakni : kejahatan dan

pelanggaran. Contoh kejahatan yang diatur dalam KUHP adalah kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap ketertiban umum, kejahatan tentang sumpah palsu, kejahatan terhadap kesusilaan, kejahatan penghinaan, kejahatan terhadap nyawa, penganiayaan, pencurian, dan sebagainya. Sedangkan kejahatan-kejahatan yang sifatnya kurang serius, dikategorikan dalam jenis pelanggaran.
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia hingga saat ini merupakan peninggalan penjajah Belanda yang dilandasi oleh falsafah yang berbeda dengan falsafah yang dianut bangsa Indonesia, seperti mengutamakan kebebasan, menonjolkan hak-hak individu, dan kurang memperhatikan nilai-nilai moral. Dalam masalah kejahatan terhadap kesusilaan misalnya, KUHP tidak melarang hubungan seksual yang dilakukan secara : a) suka sama suka oleh pria- wanita yang belum menikah, b)suka sama suka oleh sesama jenis kelamin, c) suka
sama suka yang sah seorang atau keduanya sudah menikah tetapi tidak ada pengaduan dari istri atau suami pelaku, (d) dengan binatang, (e) kumpul kebo dan lain-lain.
Dampak dari pengaturan delik susila seperti tersebut di atas, maka di Indonesia pun kebebasan seks dan tindak pidana lainnya meningkat cukup tajam, akibatnya bagi masyarakat yang masih berpegang teguh pada nilai agama dan moral ketimuran, kondisi seperti itu menjadi keprihatianan dan memunculkan berbagai reaksi dari masyarakat yang kurang sistematis. Sementara itu, sanksi pidana yang diancamkan bagi pelaku pidana terlalu ringan, tidak menjerakan, dan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Lebih dari itu ancaman pidana yang dijatuhkan oleh hakim di sidang pengadilan seringkali tidak mencerminkan rasa keadilan di tengah masyarakat, khususnya bagi korban kejahatan dan keluarganya.
Berbagai kejahatan yang disertai dengan kekerasan, seperti perampokan, pencurian, pembunuhan, perkosaan, penganiayaan, dan lain-lain yang setiap saat terjadi di hadapan mata masyarakat, acap kali hanya diberi ganjaran hukuman yang amat ringan, ditambah dengan faktor krisis multi dimensional dan lemahnya penegakan hukum di negeri ini menambah suramnya potret hukum pidana positif di Indonesia saat ini.
D. Penerapan Hukum Pidana Islam Di Indonesia
Hingga dewasa ini sebenarnya masih banyak dari sebagian umat muslim Indonesia menginginkan tegaknya hukum Islam di Indonesia sebagai hukum yang berlaku di Indonesia. Selain karena mayoritas di Indonesia adalah umat muslim, hukum pidana Islam diharapkan dapat memberikan perubahan signifikan bagi hukuman yang diberikan kepada pelaku dengan memberikan sanksi yang efektif sehingga menimbulkan efek jera serta dapat memberikan kesetaraan keadilan baik dari korban dan pelaku. Selama ini diketahui seperti yang sudah dijelaskan terkait keadilan yang kurang tidak berimbang antara pelaku dan korban, maka dari itu diperlukan solusi guna memberikan keadilan yang berimbang itu dengan hukum pidana Islam. Umat muslim pun juga sebenarnya tidak ingin merasa naif untuk memberlakukan hukum Islam terkhusus didalamnya terdapat hukum pidana Islam juga untuk menggantikan hukum positif di Indonesia termasuk hukum pidananya. Paling tidak kedua hukum tersebut dapat saling melengkapi sehingga dirasa dapat memberi nuansa atau warna baru didalam hukum Indonesia yang identik dengan hukum warisan pemerintahan kolonial yang bukan hasil dari karakter bangsa kita sendiri.
Bicara tentang berjalan beriringan untuk kedua hukum tersebut bukanlah hanya bualan belaka, karena memang ada peraturan yang tidak memberikan izin sehingga tak dapat dilakukan secara utuh pidana Islam bukan menjadi tanda bahwa hukum di Indonesia atau pengadilan yang bertindak sebagai pelaksana hukum sangat antipati dengan hukum Islam.

Beberapa contoh putusan pengadilan seperti hukuman mati serta hukum cambuk yang diberlakukan pada daerah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang memang menerapkan syari'at Islam pada peradilan pidananya walau tidak secara utuh.

III. KESIMPULAN
Hukum yang telah digunakan selama seabad lebih semenjak pemerintah Hindia Belanda hingga bangsa Nusantara yang meraih kemerdekaan hingga bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah mengakar kuat dalam kultur hukum Indonesia. Sebelum datangnya kolonial di bumi Nusantara sudah terdapat hukum yang berlaku di masyarakat kerajaan dan kesultanan Islam saat itu. Islam sendiri memang jauh tiba lebih dulu dibawa oleh para pendakwah yang banyak diyakini dibawa oleh pedagang Arab dan Gujarat. Sedangkan hukum Islam diberlakukan pada saat kesultanan Islam hingga tibanya para kolonial di Nusantara. Semakin lama semakin terjajah bangsa ini, kolonial mulai mengikis perlahan hukum Islam yang sudah ada digantikan dengan hukum buatannya. Sejak kala itu hukum Islam mulai hilang perlahan, namun ketika mulai merdeka para pendiri bangsa sudah menginginkan memasukkan dasar hukum Islam dalam dasar negara. Tetapi menuai protes dikalangan non muslim sehingga digantilah, dari tujuh kata awal yang berada di Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hukum Islam di Indonesia sendiri bukannya tidak eksis dalam hukum di Indonesia. Pada daerah Aceh saja memiliki perda khusus memberlakukan peradilan jinayat untuk mengadili pidana pada daerah tersebut. Untuk memberlakukan secara luas memang sulit, selain karena kultur budayadan sosiologis daerah di seluruh Indonesia yang beragam, namun juga hukum Islam terkhusus didalamnya termasuk pidana Islam masih belum memenuhi legalitas karena merupakan hukumyang tidak tertulis legal seperti hukum positif kebanyakan. Maka dari itu, walaupun masyarakat mayoritas muslim memang belum tentu semudah itu untuk menegakkan hukum Islam dan menggunakan peradilan pidana Islam secara utuh, namun untuk eksistensi hukum pidana Islam di Indonesia sendiri memang ada namun memang tidaklah bisa diberlakukan secara utuh.


IV. DAFTAR PUSTAKA
Al-Munawwar, Said Agil Husein. 2004. Islam Dalam Pruralitas Masyarakat Indonesia. Jakarta: Kaifa
Efendi, Erdianto. 2011. Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama Muslich, Ahmad Wardi. 2004 Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah. Jakarta: Sinar Grafika
Qanun Aceh no. 7 tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun