Feminisme ialah suatu gerakan yang memiliki tujuan untuk menciptakan kesetaraan gender, serta menjadi tumpuan untuk pemikiran maupun gerakan. Gerakan feminisme di Indonesia telah muncul sejak zaman kolonial Belanda. Meskipun begitu gerakan feminisme kerap kali mendapat penolakan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman publik terhadap konsep kesetaraan gender.
Maraknya Gerakan Feminisme di Indonesia juga sejalan dengan jumlah penduduk perempuan yang mencapai 40.49% (Hasil sensus penduduk 2020). Hal ini berarti terdapat perbedaan tipis yang terjadi terhadap pertumbuhan penduduk perempuan dan pria.Â
Dengan jumlah perempuan tinggi, tentu saja diperlukan kesetaraan gender sebagai tumpuan untuk pemikiran maupun gerakan. Sejalan dengan itu, sebenarnya sudah ada legalitas hukum yang termuat pada pasal 27 UUD 45 yang menjelaskan bahwasannya tiap-tiap warga negara berhak mendapat pekerjaan yang layak serta sama kedudukannya di depan hukum dan pemerintahan.
Pembedaan gender dapat berlangsung pada sistem pembelajaran di sekolah serta di lingkungan keluarga. Contohnya, ibu berperan melakukan pekerjaan domestik seperti memasak, menyapu, dan mencuci, secara alamiah akan tertanam dalam pikiran anak-anak bahwasannya pekerjaan domestik memang pekerjaan perempuan secara paten.Â
Sedangkan, gambar seorang pilot di buku ajar yang selalu laki-laki memicu pemikiran bahwa profesi pilot memerlukan kecakapan serta kekuatan yang hanya dimiliki oleh seorang laki-laki. Selaim itu, perempuan tidak diwajibkan sekolah oleh beberapa masyarakat karena bukan bidangnya.Â
Padahal tertuang dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bahwasannya negara telah menjamin setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesamaan hak serta kewajiban yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Selain itu, pembedaan terhadap gender juga terjadi di sektor pekerjaan. Terdapat budaya yang melekat dalam diri perempuan untuk menjadi ibu rumah tangga yang harus menjaga anak dan mengurus kehidupan keluarga, Sedangkan perusahaan membutuhkan orang yang dapat bekerja dengan waktu yang lebih panjang dan pada akhirnya penerimaan perempuan dalam pekerjaan menjadi berkurang.Â
Sudut pandang akademisi melihat bahawa memang kesetaraan gender tidak bisa disamaratakan disetiap sektor kehidupan dengan kuantitas jumlah pekerjaan 50%-50%.Â
Hal ini dikarenakan dalam setiap pekerjaan memiliki goals yang berbeda, struktur pemikiran yang berbeda, dan kecepatan kerja serta tenaga yang berbeda.Â
Solusi yang kita tawarkan ialah penempatan posisi perempuan dapat dilakukan di posisi yang bekerja dengan jumlah tenaga yang sedikit tapi pemikiran yang besar seperti manager, admin, dan pekerjaan lainnya yang dapat dilakukan di kantor atau di rumahnya
Jika dikaji berdasarkan lingkungan akademis, menurut Indriyany, I. A., dkk (2021), kesetaraan gender menjadi suatu hal yang harus segera dilakukan oleh semua perguran tinggi di Indonesia tanpa terkecuali.Â