Akhir-akhir ini telinga kita sudah tidak asing mendengar tentang beberapa kasus penyiksaan yang tersebar luas melalui media sosial. Meningkatnya korban penyiksaan namun diikuti dengan kurangnya solidaritas dan kepedulian masyarakat terhadap penyintas tentu merupakan ironi. Beberapa dari kita mungkin tidak tau jika di bulan Juni akan ada peringatan Hari Peduli Korban Penyiksaan Internasional. Sepele nampaknya untuk beberapa orang, namun adanya peringatan hari peduli korban penyiksaan internasional ini memiliki makna, dan memberi kekuatan lebih pada penyintas. Tepatnya tanggal 26 Juni kita akan memperingati Hari Peduli Korban Penyiksaan Internasional yang diresmikan PBB pada 26 Juni 1945 sebagai bentuk penentangan terhadap kejahatan penyiksaan dan sebagai bentuk dukungan lebih kepada penyintas di seluruh belahan dunia. Tahun 1988 acara peringatan pertama kali diadakan, hingga kemudian acara peringatan secara teratur diadakan oleh lebih dari 100 organisasi-organisasi seluruh dunia.
Di tengah pesatnya era digitalisasi ini, kini korban penyiksaan kini tak terbatas hanya pada physical abuse namun juga berupa kekerasan digital. Menurut statistik yang bersumber dari Badan Pusat Statistik korban penyiksaan juga terus bertambah tiap tahunnya. Ironi memang, terlebih angka-angka statistik yang tersaji nyatanya lebih dari sekedar angka, angka-angka tersebut merupakan ‘nyawa’ seseorang, seorang individu yang terluka, individu yang membutuhkan bantuan.
Dalam membentuk kepedulian atau awareness masyarakat tentang pentingnya pemberian dukungan terhadap korban penyiksaan bisa dimulai dari mindset masyarakat dalam memandang korban penyiksaan. Masih adanya stigma, prasangka, stereotype gender menjadi salah satu faktor masih banyaknya penyintas yang belum berani terbuka tentang apa yang dialaminya. Pemaknaan dari peringatan hari ini juga merupakan bentuk solidaritas, dukungan kepada korban penyiksaan di seluruh penjuru dunia. Peningkatan statistik korban penyiksaan setiap tahunnya juga semestinya dapat membuka mata masyarakat dalam menyikapi dan memandang korban penyiksaan. Kepedulian dan empati sangat dibutuhkan untuk menolong penyintas, seorang individu yang sudah dilanggar haknya.
Lewat adanya peringatan Hari Peduli Korban Penyiksaan Internasional ini diharapkan masyarakat semakin aware, semakin bijak dalam menyikapi kekerasan yang terjadi dan bisa memberi dukungan sebagai bentuk solidaritas antar sesama manusia, lebih berempati serta peduli terhadap penyintas.
Penulis: Dinatur Rofifah, Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H