Dan, bila kini rakyat Mesir mendukung Ikhwanul Muslimin, tentunya pihak luar hanya bisa menerima. Apapun juga, toh ini pilihan mayoritas rakyat Mesir.
Dan, ini pula yang seharusnya dilakukan semua pihak di Syria. Pengalaman Ikhwanul Muslimin yang meraih kemenangan dengan damai melalui dukungan rakyat Mesir, seharusnya dijadikan landasan sikapnya di Syria. Ketika Ikhwanul Muslimin (dan kelompok-kelompok Mujahidin yang berafiliasi dengan Hizbuttahrir) ingin mendirikan pemerintahan Islam di Syria, yang harus mereka lakukan adalah proes dakwah yang panjang. Jika pada akhirnya mayoritas rakyat Syria memang sepakat dengan ide pemerintahan Islam, takkan ada yang bisa menahannya.
Sayangnya, yang dilakukan kelompok oposisi di Syria adalah pemaksaan dan kekerasan. Bahkan mereka rela menerima suplai senjata dan dana dari musuh-musuh Islam, demi menggulingkan Assad. Kata-kata ancaman pembantaian, seperti, “Kita akan cincang Alawi dan dagingnya akan kita berikan kepada anjing” [diucapkan oleh ulama Syria Adnan Al Arour] bertebaran [dan memang terjadi pembantaian itu, bila Anda memilih percaya pada laporan jurnalis independen, bukan media mainstream dan media Islam yang meng-copas-nya] sehingga menimbulkan ketakutan. Gelombang pengungsi Syria kini melewati angka setengah juta orang.
Tegaknya pemerintahan Islam yang adil dan mengayomi seluruh rakyat, apapun agama dan mazhabnya, sebagai perwujudan doktrin ‘rahmatan lil alamin’, merupakan visi penting perjuangan kaum muslimin. Namun, pertanyaannya, dapatkah pemerintahan seperti itu ditegakkan di Syria bila diawali dengan menumpahkan darah sesama muslim dan non muslim, penyebarluasan fitnah, dan bekerja sama dengan musuh Islam?
*alumnus Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, research associate of Global Future Institute
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H