Mohon tunggu...
Dina Y. Sulaeman
Dina Y. Sulaeman Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Penulis, doktor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Direktur Indonesia Center for Middle East Studies www.ic-mes.org

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kamu Kan Juga Pake..?!

30 April 2010   23:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:29 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sama halnya dengan komputer/laptop. Jika laptop saya pakai prosesor Intel (bahkan mungkin sekalian, merek laptopnya juga IBM), apa yang harus dilakukan? Apa saya memilih tidak menggunakan laptop sama sekali?

Jawabannya ada pada urgensinya. Bila bagi saya laptop bermanfaat untuk menyebarkan kebaikan dan manfaat saya dalam menggunakan laptop jauh lebih banyak daripada bila saya berdiam diri, tentu saja, pilihannya adalah menggunakan laptop. Bahkan saya menggunakan laptop ini untuk menyuarakan pembelaan kepada Palestina dan memberitahukan kepada dunia betapa kejamnya Rezim Zionis.

[Catatan: “manfaat” yang dimaksud adalah manfaat yang diridhoi Allah ya.. Bisa saja saya menggunakan laptop utk hal-hal yang buruk dan tetap mendatangkan manfaat, tapi kan tidak diridhoi Allah.]

Sebaliknya, bila urgensi untuk menggunakan laptop ternyata tidak ada (misalnya, pakai laptop hanya untuk berleha-leha, membuang-buang waktu main game atau internetan gak jelas).. nah… silahkan pikirkan sendiri bagaimana hukumnya!

Jangan disangka langkah boikot adalah langkah yang 'kecil' dan tiada arti. Afrika Selatan berhasil menumbangkan Rezim Apartheid berkat aksi-aksi boikot dari seluruh dunia. Kita tidak sedang berusaha menindas kaum Yahudi, tapi berusaha menumbangkan Rezim Zionis. Bila rezim yang sangat rasis dan kejam ini tumbang dan digantikan oleh Rezim yang demokratis, kaum Yahudi, Islam, dan Kristen bisa hidup berdampingan dengan damai di Palestina, seperti yang dulu terjadi sebelum Rezim Zionis berdiri.

5. Masih terkait hukum fiqih di atas, bisa jadi ada yang mengaitkannya dengan tulisan teman saya- yang saya sunting ulang- “Surat Terbuka untuk Pak Tifatul”. Ada penanggap yang menyatakan, kurang-lebih “Sulit bagi pemerintah kita untuk tidak memakai rekanan perusahaan Israel, tidak semudah membalik telapak tangan. Kalau pemerintah bikin kebijakan melarang produk Israel dilarang, maka berapa investasi tambahan yang harus dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan utk membeli peralatan dan system baru, yang mana tidak memberi benefit secara bisnis buat mereka.”

Tanggapan saya:

Dalam kasus AMDOCS yang menjadi rekanan Telkomsel, yang terjadi lebih dari sekedar ‘boikot’ yang bisa dilakukan oleh orang-orang biasa. Yang terlibat di sini adalah negara dan TNC (transnational corporation). Jika negara yang terlibat, artinya punya kekuasaan untuk berkata 'ya' atau 'tidak'. Apa gunanya negara (=pemerintah) kalau kemudian tunduk saja oleh kepentingan bisnis TNC? Apa gunanya Tifatul dan PKS berdemo untuk menentang Zionisme tapi ketika dia punya kekuasaan untuk berkata 'tidak' pada perusahaan yang jelas-jelas didirikan di Israel (dengan segala konsekuensinya), dia tidak melakukan hal itu?

Hitung-hitungan yang dilakukan negara seharusnya jauh lebih fundamental daripada yang dilakukan oleh rakyat. Lagipula, masih perlu dilakukan hitung-hitungan yang lebih valid mengenai untung-rugi tidak menggunakan rekanan dari Israel. Apa betul secara bisnis akan rugi? Itu kan klaim si penanggap saja. Bagaimana kalau dihitung cost kerugian bocornya data intellijen yang pasti merembet kepada hal-hal besar lainnya? Analogi kasus ini, pembela industri rokok memberikan hitung-hitungan berapa besar kerugian negara kalau industri rokok diharamkan. Padahal, kalau dihitung lagi berapa banyak biaya kesehatan yang harus ditanggung seluruh rakyat Indonesia gara-gara rokok, ternyata jumlahnya jauh lebih besar.

*

PS: untuk lebih mendalami seluk-beluk aksi boikot ini, lengkap dengan FAQ-nya, silahkan akses situs ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun