Mohon tunggu...
Dina Sahmin
Dina Sahmin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

dreamer, beginner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Milik Mereka

29 Juli 2015   16:37 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:25 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan kepala daerah serentak. Yah...hal ini cukup menarik perhatian saya, salah satunya karena saya melihat dari siapa yang mengajukan diri untuk menjadi kepala daerah dan partai apa yang mengusungnya termasuk visi misi tentu saja.

Saya heran, lebih tepatnya muak dengan mereka terutama pasangan, baik istri maupun suami, anak, keponakan mantan kepala daerah yang kemudian mencalonkan diri menjadi kepala daerah menggantikan pasangannya untuk periode berikutnya. Apalagi jika hal ini ditambah dengan kerabat- kerabat lain yang mengekor dibelakangnya sebagai akibat dari dianulirnya pasal 7 huruf r UU nomor 8 2015, maka makin besar saja peluang “mereka- mereka saja” untuk menjadi raja bila tidak mau disebut pemilik sebuah daerah.

Saya pernah membaca ada satu wilayah yang jabatan kepala daerahnya diperebutkan oleh istri pertama dan istri ketiga mantan bupati didaerah yang sama, wow... alasan apapun yang diajukan oleh ketiganya, mungkin tidak bisa diterima akal saya. Perebutan kekuasaan dimulai pasca lengsernya sang suami, kemudian pilkada diikuti istri pertama dan kedua, kemudian istri pertama dan ketiga karena istri kedua sebelumnya sudah gagal, padahal sang suami pernah menjadi kepala daerah selama 2 periode atau 10tahun berturut- turut. Apa yang telah dilakukan oleh ketiganya, jelas sangat tidak bisa diterima logika saya, motivasi apa yang mendasari mereka terus ikut atau dengan kata lain terus ingin berkuasa? Kekuasaan, uang, strata sosial atau apa?

­­­Saya percaya, ada banyak orang didaerah tersebut yang juga mempunyai kapabilitas untuk menjadi kepala daerah. Sayangnya kapabilitas saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang ada ditempat yang tepat apa lagi untuk jabatan semacam kepala daerah. Tingkat popularitas dan juga biaya yang dibutuhkan untuk menjadi seorang kepala daerah tidaklah sedikit. Masih belum banyak partai politik yang mau mengusung seorang calon kepala daerah jika calon tersebut tidak memiliki dana yang cukup, meskipun kapabilitas yang dimiliki terbilang mumpuni. Alasannya bisa jadi kampanye pemilihan kepala daerah membutuhkan dana yang tidak sedikit, butuh uang. Memang, tidak bisa dipungkuri dalam masa kampanye jelas membutuhkan uang. Namun, saya juga percaya bahwa uang bukanlah satu- satunya hal yang bisa membantu memenangkan hati rakyat, memenangkan pemilu. Setidaknya, penggunaan uang untuk dibagikan ke pemilih atau pemilik suara diminimalkan dan tidak dijadikan sebagai alat tempur utama untuk meraih simpati masyarakat. Kadang saya tidak terlalu antusias mengikuti pilkada karena alasan dia lagi dia lagi, calon tidak kompeten, visi misi yang disampaikan tidak jelas dan politik uang.

Saya sedikit iri dengan Jawa dan Jakarta, tidak tahu apakah ini faktor SDM, kemauan daerah itu sendiri untuk berkembang atau ada faktor lain yang menyebabkan pembangunan didaerah tertinggal. Namun saya berharap dengan adanya pilkada serentak ini mampu menghasilkan pemimpin yang tahu harus berbuat apa, tahu bagaimana melayani serta mensejahterakan rakyatnya dan bisa membangun daerahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun