Mohon tunggu...
Dinar Rizki
Dinar Rizki Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Teknik Transportasi Laut

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Solusi Tradisional Merusak Lingkungan?

13 April 2020   11:17 Diperbarui: 15 April 2020   12:59 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar 100 juta orang yang tinggal di kota pesisir seperti Jakarta, Bangkok, dan Manila sering terekspos bahaya banjir, terutama yang bertempat tinggal di daerah delta dan estuaria di wilayah tersebut. Berbagai solusi tradisional, seperti membangun bendungan, struktur penghalang, dan dinding laut kerap menyebabkan dampak negatif yang signifikan dan mengganggu proses-proses hidrologis dan sedimentasi. Infrastruktur yang dirancang untuk digunakan selama bertahun-tahun di masa depan, juga dapat menjadi beban bagi lingkungan. Masyarakat dan lingkungan berubah dengan cepat sehingga desain infrastruktur hidrolik harus berkelanjutan dan dapat beradaptasi. Lalu, apa solusinya? Ialah Building with Nature (BwN) atau Membangun bersama Alam, adalah sebuah pendekatan inovatif untuk rekayasa hidrolik. Membangun bersama Alam memadukan antara rancangan prasarana dengan upaya restorasi ekosistem yang memberikan nilai tambah pada upaya perlindungan wilayah pesisir, pengendalian banjir, seraya meningkatkan usaha perikanan, rekreasi, dan keanekaragaman hayati.

BwN dimulai dengan sistem alami dan menggunakan proses serta bahan alami untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan infrastruktur. Hal ini mendorong perkembangan alam secara bersamaan. Perancang menggunakan proses alami seperti arus, angin, dan bahan-bahan alami seperti tanaman, pohon, pasir dan lumpur. Akibatnya, solusi rekayasa hidrolik memberikan nilai tambah untuk fungsi alam dan sosial, yang seringkali dengan biaya lebih rendah daripada dengan solusi tradisional. Misalnya, vegetasi pada tanggul yang menghambat kekuatan gelombang. Contoh lainnya adalah arus yang menyebar pasir di sepanjang pantai, di mana itu memperkuat pantai dan pada saat yang bersamaan menciptakan area rekreasi. Dengan menjadikan alam bagian dari desain, maka fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi untuk mengubah sifat lingkungan tercipta.

Mitigasi adalah jenis perencanaan jangka menengah hingga panjang pra-bencana yang melibatkan pengeluaran berkelanjutan untuk upaya struktural maupun non-struktural guna mengurangi atau menghilangkan risiko bencana yang mungkin terjadi. Secara terminologi, mitigasi terkait dengan dua konsep perencanaan jangka panjang lainnya yaitu rekonstruksi dan kesiapsiagaan. Rekonstruksi berarti perbaikan atau pembangunan kembali, sedangkan kesiapsiagaan berarti bersiap atau berlatih untuk merespon. Mitigasi berarti mengurangi efek atau mengambil tindakan menyatukan struktur bangunan dan rencana tertentu sehingga dampak dari setiap bencana di masa depan akan diameliorasi, atau dihilangkan jika mungkin. Ameliorasi berarti mengubah sesuatu menjadi lebih baik, dan dampak dapat dipahami sebagai konsekuensi.

Jelas bahwa manusia tak mampu mencegah bencana alam karena kekuatan dan ukurannya teramat besar. Yang bisa dilakukan hanyalah mengurangi dampak dari bencana tersebut (mitigasi). Jumlah korban akan sangat tergantung dari sampai sejauh mana kita menyiapkan tindakan preventif guna meminimalkan dampak negatifnya. Jadi, tidaklah berlebihan kalau mitigasi merupakan investasi jangka panjang bagi kesejahteraan umat manusia. Banyak cara bisa dilakukan untuk melindungi kawasan pesisir dari terjangan tsunami. Idealnya, menggunakan mitigasi yang komprehensif, yakni dengan mengombinasikan secara fisik dan nonfisik. Upaya fisik yang perlu dilakukan juga beragam, tergantung kemampuan daerah dan kondisi kawasan pesisirnya. Artinya, di sepanjang daerah rawan tsunami bisa saja dibuat prasarana dan sarana pengendali seperti dengan membangun tembok laut (sea wall) atau pemecah gelombang (break water). Bagi kawasan lainnya bisa melindunginya dengan menanam berbagai pohon seperti mangrove, cemara laut, waru laut, dan lain-lain. Upaya ini tergolong murah dan terbukti efektif dalam meredam kekuatan tsunami yang menjalar hingga ke daratan.

Mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana dan adaptasi bencana membuat kita dapat menyesuaikan diri dengan suasana lingkungan yang terkena bencana agar kita tetap dapat hidup dengan aman dan nyaman. Sebagai contoh, dalam kasus dampak asap terhadap sesaknafas akibat kebakaran hutan. Upaya mitigasi dampak asap dilakukan dengan memadamkan kebakaran sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan dampak asap terhadap sesak nafas akibat kebakaran hutan. Sedangkan upaya adaptasi dilakukan dengan menggunakan masker penutup hidung sehingga dampak asap kebakaran hutan terhadap sesak nafas dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.  (Diposaptono, 2011)

Selanjutnya, saya akan membahas beberapa bencana geologi di daerah pesisir, yaitu banjir dan erosi. Banjir adalah fenomena alamiah yang umum terjadi di daerah pesisir. Di bandingkan dengan tsunami dan gelombang badai, banjir tidak memberikan kerusakan yang sedramatis kedua bencana itu, dan jumlah korban jiwa yang dapat ditimbulkan oleh bajir juga sangat kecil. Namun demikian, seiring dengan meningkatnya pembangunan fisik di daerah pesisir, kerugian finansial yang terjadi karena banjir juga makin meningkat dari tahun ke tahun. Kerugian terjadi karena banjir terutama dalam bentuk kerusakan barang yang tergenang air, rusaknya lahan pertanian dan tambak karena tergenang, terhambatnya kegiatan perekonomian, biaya pemulihan setelah banjir, dan biaya upaya penanggulangan banjir, atau biaya pemindahan infra struktur dan pemukiman ke lokasi lain yang bebas banjir. Berdasarkan pada sumber air yang menggenanginya, banjir di daerah pesisir dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu banjir yang terjadi karena meningkatnya debit aliran sungai, dan banjir karena pasang-surut.

  • Banjir Luapan Sungai

Aliran air dan sedimen ke dalam aliran sungai berubah atau bervariasi sesuai dengan ruang dan waktu. Aliran sungai dikatakan normal bila aliran itu terbatas di bawah tebing saluran sungai, tetapi kadang-kadang saluran sungai tidak dapat menampungnya sehingga air sungai dan muatan sedimen melimpah ke daerah sekitarnya. Daerah di sekitar aliran sungai besar umumnya adalah dataran banjir yang terbentuk oleh sistem fluvial untuk mengakomodasi debit aliran sungai yang besar dan jarang terjadi (Cooke dan Doornkamp, 1977). Di daerah hilir dari suatu sistem aliran sungai, dataran banjir dapat juga merupakan dataran pantai. Sebagai contoh adalah di kawasan pesisir utara Pulau Jawa, pesisir timur Pulau Sumatera dan pesisir selatan Pulau Kalimantan.

  • Banjir Pasang Surut

Banjir pasang-surut adalah banjir yang terjadi karena naiknya air laut ke daratan pada waktu air laut mengalami pasang. Genangan banjir ini segera surut bila air laut surut. Dengan kata lain, naik dan turunnya genangan banjir tipe ini mengikuti pola naik turunnya air laut karena pasang surut, yang dipengaruhi oleh posisi astronomis bumi, bulan dan matahari. Daerah pesisir yang digenangi oleh banjir ini adalah daerah rawa-rawa pantai atau dataran rendah di tepi pantai.

Erosi pantai adalah proses terkikisnya batuan penyusun pantai dan terangkut ke tempat lain oleh aktifitas gelombang dan arus laut. Erosi pantai terjadi sebagai akibat dari bersegernya perimbangan antara kekuatan-kekuatan asal darat dan laut yang berinteraksi di pantai, di mana kekuatan asal laut lebih kuat daripada kekuatan asal darat. Akibat dari erosi pantai adalah hilangnya lahan daratan pesisir pantai dan segala sesuatu yang ada di atasnya, dan bergesernya garis pantai ke arah daratan. Kerugian yang terjadi akibat dari erosi pantai dengan demikian sangat ditentukan oleh nilai dari lahan dan segala sesuatu yang ada di atas lahan tersebut, seperti daerah pemukiman, perkotaan, kawasan industri, lahan perkebunan, pertanian atau tambak; infrastruktur seperti jalan, jembatan, pipa gas atau minyak. Prinsipnya, segala sesuatu yang dapat dibangun di daratan pesisir dekat pantai dapat rusak atau hilang karena erosi pantai.

Aplikasi pendekatan ‘Membangun Bersama Alam’ di Indonesia berpotensi diterapkan untuk perlindungan pesisir dari banjir. Walaupun konsep ini sering kali diaplikasikan untuk mengatasi erosi pesisir, konsep ini juga dapat diterapkan untuk mitigasi bencana banjir. Penyebab utama permasalahan erosi adalah semakin berkurangnya jalur mangrove karena dikonversi menjadi kawasan pertambakan, pembangunan wilayah pesisir yang mengganggu pembentukan lapisan sedimen di lepas pantai, serta pengambilan air tanah yang menyebabkan penurunan muka tanah (land subsidence) dan kanalisasi sungai. Pendekatan Building with Nature untuk mengatasi sebab-sebab utama tersebut dengan mengintegrasikan upaya-upaya restorasi mangrove dengan restorasi sungai, mengaplikasikan ilmu teknik sipil berskala kecil dan menerapkan penggunaan lahan yang berkelanjutan. Berikut ini adalah program ‘Membangun Bersama Alam’ atau Building with Nature tersebut.

  • Pemulihan Mangrove

Melalui pembangunan bendungan permeabel yang terbuat dari batang bambu dan tangkai pohon, bendungan tersebut dapat meredam ombak dan memerangkap sedimen. Begitu permukaan sedimen di dekat pantai telah mengalami kenaikan permukaan yang cukup, maka mangrove akan bergenerasi secara alami, berkembang menjadi suatu pertahanan alami yang melindungi area di belakangnya dari erosi yang lebih parah. Di daerah-daerah di mana garis pantainya belum tererosi, bersama-sama dengan masyarakat setempat, menstimulasi upaya konversi tambak menjadi lahan mangrove.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun