Mohon tunggu...
Dinar Rahaju Pudjiastuty
Dinar Rahaju Pudjiastuty Mohon Tunggu... Lainnya - menulis fiksi dan non fiksi

Beberapa karya fiksi berbentuk cerita pendek bisa dilihat di berbagai koran. Menerjemahkan. Menulis non fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kronikel si Tipot

3 Agustus 2024   09:35 Diperbarui: 3 Agustus 2024   09:41 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tipot, kucingku menggosok-gosokkan badannya dan menyundulkan kepalanya ke betisku. Demikianlah kucing menandai wilayahnya. Aku adalah milik Tipot. Baginya, aku adalah kucing aneh besar berkaki dua, tidak berambut, tidak suka mandi, berbau aneh, tidak punya cakar di ujung-ujung jarinya tetapi bisa membuka kaleng berisi makanan. Pendeknya, dengan segala kekuranganku, Tipot menerimaku sebagai anggota keluarga. Tentunya ia juga berpikir bahwa wahana luar angkasa Auriga ini adalah miliknya juga. Walau ia belum menjelajah seluruh ruangannya. Lagipula wahana pengangkut ini terlalu besar untuk dijelajahinya.

Berapa usiamu sekarang Tipot? Kita menghitung usia berdasarkan putaran matahari di Bumi, jangan lupa. Tetapi kita sudah jauh dari planet itu, Tipot. Belum lagi aku harus mengonversikan hitungan usia kaummu, Felis domestica, ke dalam hitungan kurun waktu manusia, Homo sapiens. Biarkan hitung-hitungan itu tercecer di antara jejak bintang sajalah Tipot. Kita nikmati saja hari ini. Carpe diem.

Di luar sana kegelapan kosmos mewakili kemuramdurjaanku. Seolah kegelapan ini adalah ruangan di saluran cerna Kronos itu sendiri. Adakah kau ingat? Kronos adalah raja semesta, dari nujum ia mengetahui bahwa suatu saat ia akan dikudeta anak-anaknya sendiri karenanya ia memakan semua anak-anaknya sesegera setelah si anak dilahirkan. Dari Kronos-lah kita mewarisi kata chronology, chronicle. Kronikel. Sang Waktu. Ia memakan anak-anaknya sendiri.

Oh, berapa banyak ilmuwan dan berapa banyak waktu itu sendiri dihabiskan oleh para ilmuwan untuk menjelaskan waktu itu sendiri. Kita mendebat konsep waktu yang linier, waktu bukanlah anak panah yang berlari lurus lepas dari busur. Waktu merupakan gerakan memutar seperti kalau kita memutar sendok untuk mengaduk kopi kita. Waktu tidak kaku. Buktinya kita bisa melipat waktu.

Waktu di dekat benda padat tak terkira seperti lubang hitam tidak akan berjalan lurus, melainkan mulur. Tik, tok, tik, tok, tik tok. Semakin dekat sebuah jam ke permukaan lubang hitam, semakin lambat ia berdetak dibandingkan jam di permukaan bumi. Satu tahun di permukaan lubang hitam adalah delapan puluh tahun di permukaan bumi.

Berapa banyak lubang hitam yang kita lewati, Tipot? Untuk akhirnya sampai di sini. Kita menuju Terra 2. Bumi adalah masa lalu kita. Masa depan kita adalah Terra 2. Lima tahun lagi kita sampai di orbit Terra 2, kalau Auriga tidak hancur. Adakah Kronos, sang waktu, berpihak pada kita? Sementara penyakit kronis-ku merongrongku terus-menerus, Tipot. Lututku sakit kalau bangun dari duduk. Pundakku sakit kalau mengetik terlalu lama. Mataku sakit kalau terpaku melihat layar monitor komputer berlama-lama.

Bagaimana dengan dirimu Tipot? Bukankah engkau memiliki sembilan nyawa? Sudah berapa nyawa kau tanggalkan? Adakah waktu berpihak padamu juga Tipot? Kuharap begitu, walaupun perih bagiku untuk kau tinggalkan, tapi aku berharap kau mati lebih dulu daripadaku. Walau mesin pemberi makan dan minum akan selalu ada untukmu walaupun aku mati lebih dulu darimu, tapi rasanya aku tak mau itu terjadi.

Walaupun pedih, tapi kalau kau mati lebih dulu daripadaku, aku tidak akan membawamu ke pekuburan hewan piaraan seperti di novel Stephen King itu, Tipot. Kau ingat? Itu ceritanya ada sebidang tanah magis peninggalan orang jaman dulu. Makhluk yang dikubur di tanah tersebut bisa bangun dari kematiannya. Walau tidak sepenuhnya entitas si makhluk bisa dibangkitkan. Ada sesuatu yang tertinggal dan makhluk yang terbangun itu lebih mirip zombie saja sebenarnya.

Kau itu, Tipot, semenjak beribu tahun yang lalu, pecinta kau selalu berdebat. Katanya kau dicintai Nabi itu, tapi banyak rumor itu cerita yang diragukan Tipot, kemungkinan besar, kawan sang Nabi itu yang menyukai kaummu. Biarlah cerita menjadi cerita Tipot.

Sedari ribuan tahun yang lalu, sikapmu yang seperti sultan kecil dengan IQ anak umur dua tahun. Ah, anak, Tipot. Aku tak punya anak. Lagipula siapa yang suka makhluk berbau dan rewel itu ya Tipot? Kau pun tak punya anak, bukan?

Sementara kalau aku, itu lebih karena penyakit yang berdiam di organ reproduksiku, sehingga untuk amannya kucabut saja penyakit dan organ reproduksiku. Sedangkan bagimu, karena tak mungkin aku membawa pejantan kaummu dan membiarkanmu berbiak di wahana ruang angkasa ini, lalu membiarkan kalian lari-lari kesana kemari. Tak mungkin aku membiarkanmu mengawasi jalannya Auriga, iya kan Tipot? Dengan IQ-mu kurasa dalam sekejap saja, wahana ini akan melenceng dari jalur dan entah kemana, sementara kau pasti akan nongkrong saja menunggu di mesin makanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun