Mohon tunggu...
dina rianti
dina rianti Mohon Tunggu... -

Mind of Organized chaos

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dicari: Pahlawan

19 Agustus 2010   09:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Besok jatuh pada tanggal 17 Agustus, 65 tahun setelah pendeklarasian kemerdekaan Republik Indonesia tercinta. Bertepatan dengan itu kemeriahan dan pernak-pernik merah putih pun telah mewarnai ruang di ibukota. Bahkan di kantor klien (asuransi milik salah satu Bank pemerintah), mereka merayakannya dengan sangat semarak. Kemarin saya terkejut melihat bahwa setiap divisi menghias workspace mereka dengan tema kemerdekaan, sampai-sampai ada yang membawa sepeda ontel lengkap dengan patung pejuang seukuran manusia dewasa yang dibuat dari kertas. Hari ini saya terkejut ketika mau masuk lift, ada orang yang diperban-perban dan mengalungkan bendera merah putih besar beserta bambu di punggungnya. Ternyata mereka juga mengadakan lomba kostum, dan hadiahnya motor serta jutaan rupiah lainnya, tidak heran mereka sangat antusias . *dan ini bukan rekayasa imajinasi saya, ini serius terjadi di kantor ini, silahkan datang dan saksikan sendiri jika tidak percaya* Euforia hari kemerdekaan ini membuat saya memikirkan tentang  sosok “Pahlawan”. Sosok yang sering diperbincangkan terutama di bulan ke-8  (dan atau bulan ke-10). Mungkin karena di bulan ini sosok “Pahlawan” berulang tahun, sehingga banyak orang yang mengingat-ingat dan mengelu-elukannya. Sementara di bulan lain, sosok ini hanya akan berteman kertas, bermain di alam sejarah, diacuhkan oleh penerusnya yang sibuk dengan deadline dan segala urusan client engagement :p. Sosok “Pahlawan” yang lebih sakti dan modern juga muncul di pikiran, hasil rekaan fiksi, cerita-cerita heroic serta film-film buatan Hollywood. Sosok yang memiliki jiwa penolong akut, berkostum meriah yang kebetulan rajin nge-gym, sehingga memiliki profil yang sangat atletis. Tidak lupa dilengkapi dengan poni centil dan wajah yang luar biasa tampan. Mungkin juga karena itu mereka disebut pahlawan super, karena banyak nilai tambah baik dari segi penampilan dan peralatan jika dibandingkan dengan pahlawan nasional. Jadi ketika dunia ini kacau, negara ini diterpa masalah, kriminalitas merajalela, kita (atau saya) bisa berharap pada pertolongan mereka. Hahaha, utopis sekali, menunggu diselamatkan oleh sosok sempurna seorang penolong. Jika menyimak berita-berita, kita (atau saya) banyak mendengar tentang kekisruhan yang terjadi di negeri ini. Masalahnya sangat lengkap dan sampai ke berbagai aspek. Mulai dari skala rumahan seperti pemalsuan uang di masa-masa konsumtif menuju Lebaran, sampai dengan skala pejabat tinggi sekelas Kapolri yang memberi informasi tidak tepat pada publik dengan pernyataan kepemilikan atas bukti rekaman pembicaraan Ade Rahardja (salah satu deputi KPK) dengan Ari Muladi. Kesimpulannya, saat ini adalah saat yang paling tepat untuk menyalakan lampu Batman, berharap segalanya diselesaikan oleh pahlawan kaya raya itu. Oke, saya berlebihan, yah intinya kita (atau saya) berharap ada seseorang yang lebih pintar, lebih berkedudukan, lebih memiliki power, dan lebih segalanya untuk membereskan semua masalah ini untuk saya. Bukan, mungkin bukan Batman, anggap saja Panji Manusia Millenium *yeah, tahun 2000an sekali….* Hei, kalau kita menunggu superhero itu, kapan  coba masalah bisa selesai? Superman dan Batman mungkin tidak akan mau tinggal di Jakarta, kota dengan tingkat inefisensi  BBM yang sangat tinggi. Sekalinya pun mereka mau, pasti mereka terlambat menyelamatkan nyawa orang yang membutuhkan pertolongan, kan macet, sama nasibnya dengan sebagian besar working class di Jakarta Raya. Iyah, superman bisa terbang, jadi tidak perlu berebutan ojek untuk bisa sampai tepat waktu, tapi bagaimana dengan Batman? Lagi-lagi berimajinasi..

)
)
Intinya, sangatlah aneh ketika kita tertimpa masalah dan justru langsung berharap adanya pertolongan dari luar sebelum mengusahakan dari diri sendiri. Tidak semua orang beruntung memilki wajah innocent dan rambut merah menggoda Kirsten Dunst sehingga selalu dipantau atau ditolong oleh Spiderman. Tapi setiap orang pasti punya masalah kan, jadi logikanya setiap orang harus punya sosok “Pahlawan” paling tidak bagi dirinya sendiri (walaupun dengan faktor kurangnya kepemilikan atas wajah innocent dan rambut merah). Kalau begitu untuk menyelamatkan lebih dari 220 juta jiwa di Indonesia (saja), kita pasti akan kehabisan penghuni kampung Marvell DC. Lalu bagaimana? Baiklah, sebaik-baiknya pemikiran adalah pemikiran yang menghasilkan solusi (mungkin belum final, minimal mampu menghadirkan nilai tambah). Menurut saya, kesimpulannya demi keselamatan dan kesejahteraan bersama, mari kita mencari sosok “Pahlawan” ini. Mungkin kita akan  menemukan sosok “Pahlawan” itu pada jarak yang lebih dekat daripada yang kita kira selama ini. Saran saya adalah coba melihat cermin, lihat pantulannya baik-baik. Mulai terlihat kah sosok “Pahlawan” itu? Percayalah sosok itu ada. Sosok itu ada, ketika kamu belajar dan membuat diri lebih tajam dengan pengetahuan alih-alih melihat sinetron yang akhir-akhir ini kurang mendidik. Ketika kamu menolak untuk memberikan uang kepada pengemis di jalanan terutama anak-anak semata-mata karena kamu tidak ingin memelihara mereka di jalan, ketika kamu memberikan porsi penghasilanmu kepada badan amal. Sosok itu ada ketika kamu menasehati adik yang pulang pacaran lebih dari jam 8 malam. Sosok yang membantu menyelesaikan urusan keluarga di rumah walau kadang mungkin merasa terpaksa. Ketika kamu mendengarkan masalah temanmu, mencoba bersamanya ketika ia mengalami kesulitan. Sosok itu ada, ketika kamu tidak melanggar lampu lalu lintas dan mengemudi dengan baik sehingga tidak mencelakakan orang lain. Sosok itu ada, ketika kamu melihat pencopet di angkutan umum dan memberitahu target tindakan kriminalitas itu untuk berhati-hati. Sosok itu ada pada kamu yang memiliki NPWP, kamu yang melaporkan penghasilannya, serta membayar pajak dengan harapan tidak ada lagi oknum “Gayus” pada Dirjen Pajak. Sosok itu pasti ada, pada kamu yang berusaha berbuat baik, menolong dengan ikhlas, dan menjaga diri agar tidak menjadi salah satu pelaku kejahatan.  Sehingga akhirnya kamu sadar bahwa sosok “Pahlawan” itu Kamu. Dan akhirnya judul blog ini ”Dicari : Pahlawan” pun menjadi tidak relevan dan harus segera diganti dengan ”Ditemukan : Pahlawan”. Salam Kemerdekaan
;)
;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun