DALAM memutuskan sebuah perkara, majelis hakim telah menimbang berbagai hal yang menjadi acuan dalam memutuskan sebuah perkara. Hal inilah yang menjadi dasar hukum bagi seorang hakim dalam menjalankan tugasnya, bahwa dalam memutuskan perkara harus didasarkan pada berbagai pertimbangan yang dapat diterima semua pihak dan tidak menyimpang dari kaidah-kaidah hukum yang ada, yang disebut dengan pertimbangan hukum atau legal reasoning. Hakim memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus sebuah perkara yang diajukan dalam persidangan. Sesuai dengan pasal 11 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan alasan tidak ada hukum atau hukum kurang jelas.
Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus mendasarkan keputusannya pada hukum yang berlaku dan tidak terpengaruh oleh pihak manapun. Sesuai dengan amanah Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mandiri dan bebas. Ini mengandung arti bahwa hakim dalam menjalankan tugasnya harus bebas dari intervensi pihak manapun agar dapat memutuskan suatu perkara secara adil.
Namun, dari banyaknya perkara, tanggapan masyarakat sangat bermacam-macam mengenai putusan hakim dalam memutuskan perkara. Sebagian masyarakat merasa adil namun sebagian besar juga merasa putusan hakim tidak adil dan melakukan perbuatan PMKH (Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim) serta melakukan penghinaan terhadap pengadilan agar tanggapan mereka bisa didengar oleh pihak pengadilan.
Penghinaan terhadap pengadilan dan Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH)
Penghinaan terhadap lembaga peradilan atau contempt of court adalah perbuatan tingkah laku, sikap dan ucapan yang dapat merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan lembaga peradilan yang dapat mengurangi kemandirian kekuasaan kehakiman. Dari definisi ini, PMKH (Perbuatan Merendahakan Kehormatan Hakim) termasuk dalam perbuatan penghinaan terhadap pengadilan.
Sesuai dengan Pasal 1 Angka 2 Peraturan Komisi Yudisial Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim menyatakan tentang definisi PMKH, "Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluruhan Martabat Hakim atau yang disingkat PMKH merupakan perbuatan orang individu, kelompok orang atau badan hukum yang mengganggu proses pengadilan atau hakim dalam memeriksa, mengadili, memutus perkara dengan mengancam keamanan hakim di dalam maupun di luar persidangan bahkan menghina hakim dan pengadilan".
Perbuatan-perbuatan yang bisa mengancam berjalannya persidangan secara baik bahkan mengancam keselamatan hakim yang bertugas untuk memutuskan perkara di persidangan adalah hal yang sangat fatal dalam dunia peradilan.
Rendahnya kepercayaan publik dan keputusan hakim yang dirasa tidak adil selalu menjadi persoalan utama terjadinya masalah di peradilan. Dalam kenyataannya, masyarakat memiliki tingkat kepercayaan yang sangat rendah pada peradilan tingkat pertama.
Dalam pengadilan tingkat pertama banyak sekali masyarakat yang mengajukan banding atau kasasi terhadap putusan hakim yang memutus perkara. Padahal menurut faktanya, pengajuan banding atau kasasi oleh masyarakat tidak memiliki dasar hukum yang kuat, namun tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap hakim dalam memutus dan mengadili perkara. Banyak sekali masyarakat yang menginginkan hakim memutuskan putusan yang berkualitas dan sesuai dengan keadilan. Masyarakat berharap hakim menjadi “wakil” dari Tuhan untuk memberikan keadilan yang sebaik-baiknya kepada mereka.
Banyak teori tentang bagaimana mewujudkan putusan Hakim yang berkualitas, namun bagi pencari keadilan yang mendambakan keadilan hukum. Terhadap perkaranya pada Hakim, putusan Hakim yang berkualitas baginya tidak lain hanyalah putusan yang dapat mewujudkan keadilan atau putusan yang mencerminkan rasa keadilan yang dapat dilaksanakan dan dapat diterima atau memuaskan pencari keadilan.