Mohon tunggu...
Dinesh D' Roiza
Dinesh D' Roiza Mohon Tunggu... wiraswasta -

I have something special for you !!!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"Move" part 1

13 Juni 2010   11:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

" may....  tau kan, tidak semua harus kamu dengar "

" kamu ragu pay ? kita juga sama - sama tau kan, kita butuh hubungan yang jujur "

" jujur itu tidak semua masalah harus diceritakan may, bukan karena aku takut amay keceplosan ngomong, jikalau kita sama - sama tidak lagi terkontrol. Bukan karena kita tidak saling percaya. Amay tau ? menjaga rasahasia itu tidaklah cukup hanya tutup mulut saja. Amay bisa saja berbohong hanya karena rahasia yang amay ketahui, ketika amay berbohong dan bertahan dari omongan orang - orang diluar sana, amay akan mencoba menutupi kebohongan itu dengan kebohongan yang baru. Ketika orang semakin ingin tau rahasia dan aib orang lain yang bisa mereka jadikan omongan untuk pergunjingan mereka, Mereka akan terus ketagihan jika ternyata topik itu menarik untuk mereka bicarakan. Disana ! akan muncul rasa curiga, disana akan muncul kecemburuan, rasa iri, dengki, akan lebih sedikit lagi orang - orang yang masih saling percaya. Disana akan muncul isu - isu yang mengganggumu dan isu itu akan semakin tidak jelas. Isu - isu konyol yang hanya bersumber dari dugaan - dugaan belaka.  Mereka akan terus beradu argumen yang seharusnya tidak menjadi urusan mereka. Dan kamu akan terus mendengar omongan sampah itu. Kita tau, itu rasanya sakit. Kamu akan merasa tertekan, malu dan hanya menjadi boneka berharga bagi omongan mereka. Dan jika kamu tidak bicara yang sebenarnya kepada mereka, kamu akan selalu gelisah, menjadi seorang pemurung, dan bahan ejekan belaka. Kegelisahan itu akan menjadi penyakit. Bahkan akan.....

" aku tidak butuh doktrin - doktrin semacam itu pay, apay hanya berpresepsi secara emosional. Jadi, apa bedanya kita dengan mereka, yang.... yang seperti apay pikirkan itu ? aku tau apay hanya ingin melindungiku, selalu menjagaku, mencoba menghindarkan aku dari masalah - masalah yang mungkin terjadi. Aku tau pay..... aku tau.....  "

Fara mencoba memegang pipi Eja dengan penuh pengharapan bahwa Eja akan melibatkannya dengan masalah itu. Dia hanya mencoba meyakinkan Eja bahwa masih ada seseorang yang memperdulikan keselamatannya. Termasuk Dia. Wajahnya begitu tulus. Keinginannannya sangat kuat. Keinginan datang dengan kekuatan yang jujur tanpa adanya pura - pura. Wajah itu takkan terlihat menyembunyikan alasan yang palsu. Matanya cukup mewakili seluruh isi hati dan pikirannya agar tetap berbicara dengan alasan yang jelas. Alasan yang menjadi benteng pertahanan dan tumpuan keyakinan jika kelak ia mengalami minus pengharapan. Dengan harapan itulah semangat akan tetap ada didalam dirinya. Dan dengan harapan itulah perjuangannya akan terus berlanjud. Walau lingkungan tidak lagi menunjukkan responnya. Walau telinga tidak lagi mendengarnya. Walau mulut terus mencibirnya. Walau mata memandangnya dengan penuh keraguan. Itu semua tidak menciutkan nyalinya. Baginya orang lain hanyalah penonton. Penonton dengan keputusasaan yang tidak dimilikinya. Orang lain hanyalah sebagai alat. Kekuatan terbesar tetap ada padanya yang menentukan masa depan.

Matahari mulai tenggelam. Burung - burung bangau nampak begitu asyik beterbangan dipermukaan laut. Sesekali terbang kearah air sekedar membasahi  kepalanya. Ada juga yang mendapatkan ikan sebagai buruannya. Mereka begitu ramai walau ombak setinggi 2 meter mulai menggetarkan pasir pantai. Semilir angin sore itu melengkapi suasana mereka berdua. Diatas beton pembatas pantai, dua sejoli itu menghabiskan waktu sorenya. Fara nampak tenang dipelukan Eja. Pelukannya begitu erat dan saling mengikat. Bukan hanya keikatan fisik saja. Namun hati dan kedamaian cinta mengikat jiwa mereka.

Rumah singgah, Kota Rembang

Suara begitu ricuh. Semua orang terlihat panik. Di tengah - tengah kerumunan mereka, Haqi tergeletak kesakitan. Wajahnya pucat. Bibirnya terus bergetar menahan tekanan dari mulutnya. Giginyapun terus terdengar saling bergesekan. Air matanya seakan tak kuasa lagi bertahan dan menggenang lebih lama. Dahinya nampak begitu mengerut menandakan diapun panik, ketakutan dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Sementara di bawah tangga Malik tak  kuasa lagi melihat temannya itu berguling - guling sambil tangannya menekan perutnya. Dito yang berada paling dekat dengan Haqi kebingungan dan tak tau harus berbuat apa. Begitu juga dengan Pion dia hanya meringkuk didepan pintu. Tangannya memegang rambut. Menjambak dan memukul - mukulkan ke tembok dihadapannya. Walaupun jari - jarinya berdarah, sedikitpun tak ada rasa sakit di ujung kepalannya itu. Emosi, kecewa, panik, geger, takut, penyesalan, dendam, tangis, teriak, dan sekarat.

Pintu terbuka. Dokter Shiva dan Wisma masuk dengan kotak di tangannya. Dito kaget.

" ya, Tuhan "  shiva bergegas mendekati Haqi.

" Wisma, kamu bisa menekannya disini " pinta dokter Shiva kepada Wisma sambil menunjuk perut Haqi. Wisma gugup melihat darah itu terus keluar dari perut Haqi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun