Mohon tunggu...
Dinar Budi Utami
Dinar Budi Utami Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memerdekakan Siswa dengan Pembelajaran Berdeferensiasi

27 Desember 2022   21:40 Diperbarui: 27 Desember 2022   21:52 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TUJUAN pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak--anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi--tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat (Simon Petru Rafel, 2020).

Salah satu hal yang diharapkan dilaksanakan oleh guru seiring dengan diimplementasikannya kurikulum merdeka adalah pembelajaran terdiferensiasi. 

Pembelajaran terdiferensiasi diartikan sebagai pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik, gaya belajar, dan kecepatan belajar setiap peserta didik. Pembelajaran terdiferensiasi dilaksanakan dalam rangka mengakomodir dan menghargai perbedaan individual peserta didik. 

Ada tiga pendekatan dalam pembelajaran berdiferensiasi yaitu dari konten, proses dan produk. 1) Diferensiasi konten merupakan apa yang dipelajari oleh peserta didik, berkaitan kurikulum dan materi pembelajaran. 2) Diferensiasi proses merupakan cara peserta didik mengolah ide dan informasi, yaitu mencakup bagaimana peserta didik memilih gaya belajarnya 3) Diferensiasi produk yaitu peserta didik menunjukkan apa saja yang telah dipelajari (Wasih dkk., 2020). 

Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah suatu hal yang mudah bagi guru. Perlu kerja keras, semangat, dan dedikasi yang luar biasa. 

Cara yang bisa dilakukan diantaranya dengan asesmen diagnostik. Asesmen diagnostik terdiri dari asesmen diagnosik kognitif dan asesmen diagnostik non kognitif. Tujuan asesmen diagnostik nonkognitif yaitu untuk mengetahui kondisi dan kesiapan psikologis peserta didik untuk belajar. 

Misalnya guru menyebarkan angket, wawancara, kunjungan ke rumah peserta didik, menelusuri latar belakang kondisi keluarga, dan kondisi sosial-ekonomi peserta didik. Meminta siswa untuk memberikan respon dalam bentuk emoticon yang mewakili perasaannya sebelum pembelajaran dimulai dapat menjadi salah satu alternatif sederhana asesmen diagnostik nonkognitif. ibarat seorang koki, asesmen diagnostik dilakukan agar guru bisa menentukan "menu pembelajaran" yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik karena semangat pembelajaran yang saat ini digaungkan adalah pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (student centre). 

Guru hanya menjadi salah satu sumber belajar saja dan memfasilitasi peserta belajar dari sumber belajar lainnya. Kalau pembelajaran terdiferensiasi ini mau benar-benar dilaksanakan, maka selain perlakuan guru yang beragam terhadap setiap peserta didik dalam proses pembelajaran, juga terdiferensiasi dalam hal penugasan, proyek, produk, dan asesmen hasil belajar mengingat minat, bakat, dan kemampuan mereka yang beragam. Misalnya bagi peserta didik yang suka menggambar, guru menugaskan dia untuk menggambar pemandangan pedesaan. 

Bagi peserta didik yang kuat di kemampuan bercerita, guru menugaskannya untuk bercerta tentang pedesaan baik dalam bentuk fiksi atau pun nonfiksi. Bagi peserta didik yang senang menulis, guru bisa menugaskannya menulis tentang pedesaan dalam bentuk fiksi atau nonfiksi. Bagi yang senang bernyanyi, guru bisa menugaskannya menyanyikan lagu yang bertema pedesaan. Indikator penilaiannya pun disesuaikan dengan tugas-tugas yang diberikan kepada setiap peserta didik. 

Oleh karena itu, mereka akan hebat, terampil, dan juara sesuai dengan kemampuannya masing-masing.  Dengan metode asesmen yang tepat, tidak akan ada peserta didik yang tertinggal pelajaran atau dinilai tidak kompeten. Guru harus membuka diri untuk mau belajar bagaimana cara melaksanakan pembelajaran terdiferensiasi dengan optimal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun