Sabtu, 16 november 2024 - TAXFEST 2024 pendidikan Akuntansi Perpajakan  yang di bawah naungan Universitas Padjajaran mengadakan seminar yang akan menambah wawasan seputar dunia perpajakan internasional dan akan mengupas tuntas peran perjanjian pajakdalam bisnis global dan bagaimana aturan pajak internasional di reformasi untuk menghadapi tantangan penghindaran pajak di era digital  yang bertemakanÂ
"The Role of TaxTreaties On Global Business : Reforming Global Tax Rule To Combat Digital-Era Tax Avoidance"
TAXFEST ini mengundang pemateri yang profesional dalam bidang perpajakan yakni Prof. Vicram Chand (professor of tax low and policy at the university of lausanne, switzerland), ibnu wijaya (head of international tax agreement and cooperation III, directorate of international taxation), yurike yuki (assistant manager of DDTC consulting)
Banyak dari berbagai perusahaan perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai negara di dunia ternyata enggan dalam pembayaran pajak global. Fenomena ini sering kali terjadi karena strategi yang mereka gunakan adalah untuk meminimaliskan kewajiban pajak melalui mekanisme perencanaan pajak yang kompleks.
Perusahaan perusahaan ini biasanya memanfaatkan perbedaan sistem pajak antar negara seperti tarif pajak yang rendah bahkan nol persen di yuridiskasi tertentu yang sering disebut sebagai surga pajak (tax haven). Dengan cara ini keuntungan yang mereka peroleh di negara-negara dengan tarif pajak yang tinggi akan dialihkan ke negara negara dengan tarif pajak yang rendah.
"perusahaan - perusahaan multinasional secara global itu tidak membayar pajak" ujar Ibnu dalam webinar.
Enggannya perusahaan multinasional dalam pembayaran pajak global dapat menimbulkan ketimpangan dalam sistem perpajakan, dimana perusahaan yang kaya raya mampu menghindari pajak sementara individu seperti kita ini harus menanggung beban pajak yang relatif lebih berat. Hal ini sering kali memicu rasa ketidak adilan dan pertanyaan tentang sistem ini.
 Sebagai warga yang taat pajak wajib membayar pajak dari penghasilan, baik melalui potongan gaji atau maupun saat berbelanja di supermarket harus membayar pajak dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah termasuk dalam harga barang. Dalam memenuhi kebutuhan pokok pun kita harus berkontribusi penerimaan negara dalam betunk pajak. Terkadang terasa berat terutama pada awal bulan sebelum menerima gaji.Â
namun ironisnya perusahaan perusahaan multinasional dengan kekayaan dan pengaruh yang besar seharusnya menjadi kontributor utama dalam dalam sistem perpajakan, justru malah memanfaatkan cela hukum dan strategi perencanaan pajak yang kompleks untuk meminimalkan pajak. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan yang mendasar tentang keadilan dan efektivitas sistem perpajakan yang seharusnya dirancang untuk mendistribusikan beban pajak secara adil dan merata diantara semua warga negara.Â
Ketidak adilan ini semakin terasa ketika perusahaan - perusahaan menikmati keuntungan besar dari aktivitas bisnis mereka yang lolos dari tanggung jawab pajak mereka. Sementara individu dengan penghasilan terbatas harus menanggung beban pajak yang lebih berat.Â
Situasi ini menggaris bawahi perlunya reformasi sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan yang dapat memastikan semua pihak baik individu maupun perusahaan berkontribusi secara proporsional dalam pembiyayaan negara dan pembangunan. dengan demikian sistem perpajakan menjadi lebih adil dan efektif dalam mendukung kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.