Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tabula Rasa, Tak Sekadar Rasa

9 Oktober 2014   06:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:47 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Berdasarkan penjelasan http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, tabula rasa adalah teori yang menyatakan bahwa setiap individu dilahirkan dengan jiwa yang putih bersih dan suci (yang akan menjadikan anak itu baik atau buruk adalah lingkungannya).

Menarik adalah satu kata yang membuat saya dan seorang teman memutuskan menonton film Tabula Rasa di salah satu jaringan 21 Cineplex Jakarta Selatan. Selain Tabula Rasa, kami sempat tergoda untuk menonton film lain yang sedang booming tapi karena saat itu sudah bertekad untuk anti mainstream, kami meneguhkan hati untuk menonton Tabula Rasa.

Film Tabula Rasa merupakan drama yang sarat pesan. Pesan perbedaan yang kemudian disatukan dalam makanan. Hans adalah seorang pemuda dari Serui, Papua, yang mempunyai mimpi menjadi pemain bola profesional dan memutuskan pindah ke Jakarta. Namun, impian tersebut pupus kala salah satu kaki Hans patah dan pihak klub yang menerimanya di Jakarta tak mau membiayai pengobatannya karena biaya yang cukup mahal. Sejak itulah, Hans kehilangan harapan untuk hidup  dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Akan tetapi, nasib berkata lain, Hans tak jadi mengakhiri hidupnya. Hans yang kehilangan harapan hidupnya menjadi kembali bersemangat kembali kala bertemu dengan Mak, pemilik rumah makan Padang Takana Juo yang terletak di Jonggol, Bogor.

Perbedaan Hans dengan Mak Umo "diselesaikan" dengan cita rasa kuliner. Hans yang berdarah Papua mampu membantu, meracik, dan menghidangkan masakan Minang. Selain itu, pengalaman Hans sebagai tukang masak di panti pun membuat Mak Umo berdecak kagum. Maka, jangan heran jika di tengah perbedaan Hans dan Mak Umo, ditemukan persamaan pada keduanya.

Melalui makananlah, Hans kembali menemukan mimpi dan semangat hidup.  Hal itu karena Mak Umo berbagi petuah bijak mengenai bagaimana memasak makanan dengan itikad baik, dibumbui cinta, memberikan bahan lokal yang lebih baik dibandingkan bahan nonlokal, dan tak sekadar rasa di lidah.

Mengharukan!

Film ini layak ditonton karena membuat saya sebagai penonton tak hanya terhibur tapi juga bersyukur. Bersyukur atas karunia-Nya dan tak boleh patah semangat.

Sebuah pesan yang sederhana namun cukup mengenai di hati saya selaku penonton....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun