Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Berjilbab?

2 Maret 2016   13:13 Diperbarui: 2 Maret 2016   13:25 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam shalat, salah satu syarat sahnya adalah menutup aurat, sehingga apa pun yang dipakai seorang muslimah agar auratnya tidak terbuka, itu sudah cukup menjadikan shalatnya sah. Namun, belum tentu pakaian yang menutupi aurat boleh dikarenakan wanita muslimah saat ia pergi keluar rumah. Karena untuk keluar rumah, Allah tidak hanya mengharuskan mereka untuk menutup auratnya, tapi juga mengenakan pakaian syar'i untuk menutup auratmya.

d. Hijab bukanlah sebuah trenfashion yang modenya disesuaikan dengan zaman dan keinginan, yang harus dibuat rumit sehingga menyusahkan untuk memakainya. Hijab bukanlah pelarian bagi fashionista yang tetap ingin disebut Islami. (hal 117)

e. "Makanya, yang penting hati yang dihijab! Bukan kepala dan badan, doang!" (ha. 140)

Pertama-tama: Perlu kita sampaikan bahwa hijab bukanlah pernyataan "aku sudah baik" atau "aku tiada dosa". Hijab sederhana, hanya pernyataan "aku ingin taat."

Kedua: Seharusnya, jangan menyalahkan hijab atas kemaksiatan yang masih melekat karena tiada korelasinya sama sekali. Hijab adalah satu kewajiban, sementara menjauhi maksiat adalah kewajiban lainnya. Tidak perlu dihubung-hubungkan satu dengan yang lainnya.

Ketiga: Mari berlogika. Hijab tapi masih pacaran, berarti dosanya satu, yaitu dosa pacaran. Buka aurat tapi pacaran, berarti dosanya dua. Pilih mana? Yang dosanya satu atau dosanya dua?

Bagus, pilihlah yang berhijab dan tidak pacaran!

 

3. M. Quraish Shibab. Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama Masa Lalu & Cendekiawan Kontemporer. 2014. Jakarta: Lentera Hati.

Cenut-cenut adalah kata yang layak saya sampaikan saat membaca buku yang ditulis oleh M. Quraish Shibab. Hal itu disebabkan oleh pembahasan jilbab di dalam buku ini dikupas dari segi budaya, sejarah, serta pandangan ulama masa lalu dan cendekiawan kontemporer dengan bahasa yang perlu pemahaman karena saya sesungguhnya tidak terlalu menyukai bacaan mengenai sejarah. Jika ingin memahami mengenai jilbab, maka pembaca perlu membaca isi buku ini secara keseluruhan sehingga memaknainya dengan cermat dan bijak. Jika tidak, sebagai pembaca awam dalam tafsir Al Quran, saya sempat berpikir bahwa jilbab itu bukan kewajiban sebagai muslimah karena membacanya selintas dan tidak tuntas. Alhamdulillah, buku ini berhasil saya tuntaskan di kala senggang sehingga akhirnya memaknainya dengan cermat.

Nah, jika kehilangan arah saat membaca buku ini, saya kembali kepada Al-Quran sehingga diperoleh pemahaman yang holistik serta berusaha untuk tidak menghina dina muslimah dengan keragaman busana muslimahnya. Apa pun itu, terlepas dari aneka pandangan para cendekiawan kontemporer plus pandangan ulama masa lalu, sekali lagi, mengenai jilbab itu wajib bagi muslimah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun