"D, kau tak takut kalau aku akan melakukan hal negatif kepadamu siang ini? Tahukah kalau saat ini kita hanya berdua saja?"
Aku tertawa lebar. "Walaupun kita baru mengenal dua tahun, entah mengapa, aku mengenalmu lebih dari dua tahun. Mungkin, kita pernah berjodoh di kehidupan yang lalu."
"Perempuan aneh. Kudoakan semoga kau tetap fokus dan semakin baik dalam menjalani proses saat ini."
"Amin, terima kasih. Jadi, Mei 2012, kau tak melamarku, eh," tatapku lurus.
Al tersenyum. Dia mengedipkan mata kirinya. "We shall see, D. Jika aku kembali lalu insyaf dan melamarmu, bagaimana, D?"
Kubalas kedipan matanya dengan mata kiriku. "Well, we shall see juga. Tak mau munafik juga, jika saat itu aku masih single fighter, kau juga single fighter dan sudah satu ideologi denganku, maka insya Allah akan kuterima. Sebelum benar-benar melaju ke akad nikah, test kesehatan wajib kita lakukan, terutama, maaf AIDS karena kutahu kau sering bergonta-ganti pasangan."
Al melotot. "Enak ajeh, sembarangan saja! Aku hanya melakukannya dengan perempuan itu, kemudian dengan dua lelaki terindah sebelumnya."
Aku meneloyor kening Al. "Dudul, mangkanye, kudu test kesehatan."
Al tersenyum. "Iya, baik, siap Bos. Mm, jika salah satu syaratnya harus seideologi denganmu, maka sekarang juga aku bersedia melakukannya. Kulakukan demimu, D."
Aku menggeleng. "Nope, terima kasih. Lakukanlah karena memang kau mau dan hanya untuk-Nya juga untukmu, jangan dilakukan hanya untukku."
Al tersenyum lagi. Kali ini, senyumnya lebih manis daripada sebelumnya. Dia mencolek pipiku. "Iya, sayang."