Judul buku: DILAN dia adalah Dilanku tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: DAR! Mizan
Cetakan: III
Tahun: 2014
Don't judge by it's cover! Itu adalah pesan pertama yang saya sampaikan kepada pembaca novel remaja. Jujur, melihat cover "Dilan dia adalah Dilanku tahun 1990", saya sempat kecele. Sama sekali tak menarik! Akan tetapi setelah beberapa kali membaca tweet-an mengenai novel "Dilan" di social media, pelan-pelan saya tertarik untuk membeli kemudian membacanya. Membacanya di kala senggang.
Pertama kali membacanya, seru! Lanjut ke beberapa halaman selanjutnya? Seru, seru, dan seru. Kemudian, mulai jenuh dan kelelahan saat membacanya di tengah halaman.
Alur di dalam novel secara umum berjalan maju, diawali dengan penjelasan Milea pindah ke Bandung, menceritakan hubungannya dengan Beni, perkenalan demi perkenalannya dengan Dilan dan orang-orang di sekitarnya, Milea dengan beberapa teman pria yang menyukainya, hingga Milea resmi pacaran dengan Dilan. Di beberapa kesempatan di dalam latar, disebutkan bahwa Milea adalah gadis yang dikagumi banyak orang karena kecantikannya.
Adapun, gaya bahasa yang dipergunakan adalah gaya bahasa tahun 1990-an plus bahasa daerah, Sunda, Bandung. Lincah untuk gaya bahasa sang penulis. Belum lagi, kemampuan sang penulis dalam menciptakan karakter, pikiran, dan tindak-tanduk sang tokoh di dalam novel diungkapkan secara ringan dan gamblang. Straight to the point sehingga cocok dibaca saat menunggu bus Transjakarta ataupun saat berada di dalam bus tersebut.
Unik dan sederhana. Ya, ide cerita di dalam novel Dilan memang sederhana, yaitu mengenai kisah-kasih asmara dari sudut pandang Milea Adnan Hussain. Dari Milea-lah, pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Dilan, Bunda, Disa, Wati, Beni, Nandan, Kang Adi, Piyan, Rani, Anhar, Revi, Susi. Bi Asih, Ibu Sri, Suripto, Hamid Kepsek, Bi Eem, Si Bibi, Ibu Rini, dan Ibu Kang Adi. Selain itu, ada juga tokoh lain yang tidak digambar wajahnya karena Milea belum pernah bertemu dengan tokoh tersebut, hanya mendengar namanya. Dari penggambaran tokoh tersebut, dapat diketahui bahwa kekuatan novel ini adalah pada tokoh dalam salah satu unsur intrinsik. Selain itu, dialog yang renyah, segar, dan inspiratif. Berikut salah satunya pada halaman 210,"Mungkin buat kamu itu gampang, tapi aku mendapatkan kesulitan. Padahal itu adalah kesempatan yang baik yang pernah aku inginkan bahwa kalau aku sedang berdua dengannya akan aku tanyakan soal itu. Nyatanya ketika kesempatan itu ada, di depannya aku malu mau ngomong. Bisa saja kita anggap bahwa hal itu tidak penting, tinggal jalani seolah-olah memang sudah pacaran. Tapi, aku merasa tentu akan lebih afdol lagi kalau resmi. Aku jadi punya hak untuk mengklaim Dilan sebagai pacarku dan dia juga begitu. Aku yakin kamu mengerti maksudku. Tapi, aku malu mau ngomong."
Novel ini juga seolah memberitahu taktik menguasai wanita dan bagaimana menjadi diri sendiri. Kedua hal itu merupakan keunikan lainnya yang terdapat di dalam novel "Dilan".